Pagi yang cerah, bisa digambarkan dengan langit yang tampak biru, silaunya cahaya matahari, dan kicauan burung yang merdu. Namun, kedamaian itu seakan sirna karena suara gemuruh mesin motor dengan kecepatan di atas rata-rata.
Wuuussshhh...wuuussshhh....
Suara angin yang diterpa dari pengendara motor ninja tersebut, membuat daun kering berterbangan setelah melewatinya.
Bahkan pengendara itu tidak menghiraukan orang-orang yang di sekitarnya, bagaikan arena balapan untuk menuju garis finish, padahal keberadaannya sekarang adalah di sebuah salah satu universitas.
Sesaat kecepatan itu sedikit berkurang setelah menuju area parkir, dengan lihainya pemuda berbadan gagah menghentikan motor kesayangannya di tempat biasanya, aura ketampanan pria itu terasa ketika membuka helm full face-nya rambut yang terlihat acak-acakan terlihat cool, pemuda itu lalu menata rambut hitamnya yang berantakan.
Setelah itu pemuda itu berjalan dengan menyampirkan tas ranselnya disebelah bahunya. Terlihat keren.
Para gadis yang menatapnya seperti hewan yang kelaparan, disaat pemuda tinggi berhidung mancung, yang berjalan dari area parkir menuju gedung fakultas, pemuda itu hanya membalasnya dengan senyum tipis melihat orang-orang yang menatapnya.
Hosst...hosst...hossstt...
Seketika pemuda itu menoleh kebelakang, setelah melihat seseorang dengan nafas ngos-ngosan mendekatinya.
"Okelah...lari pagi bukan ide yang buruk. Kau ada kemajuan." Berhenti sesaat, lalu berjalan pelan beriringan.
"Kau tuli ya? Aku mengejarmu dari persimpangan parkiran, sampai kesini tapi kau tidak ada respon" Tukasnya sambil mengatur nafasnya.
"Oh...ya...aku kira kau sedang olah raga pagi." Sambil terkekeh menunjukkan gigi kelincinya.
"Kurasa kau tak akan kuliah lagi, Jun."
"Sebenarnya itu keinginanku, hanya saja Pak Tua itu, menyuruhku kembali. Awalnya aku tak menggubris permintaannya. Namun dia selalu mengancamku, jadi aku tak bisa berkutik. Ya...apa boleh buat. Lagipula aku juga bosen, tidak ada kerjaan." Sembari berjalan melalui lorong gedung sesekali menggoda gadis cantik yang melewatinya.
Tyo hanya mengangguk mendengar pernyataan dari sahabatnya itu. Entahlah sebenarnya apa tujuan hidup dari Juna Septian Nanendra, sahabatnya itu karena ditelisik lebih dalam dia dari keluarga amat sangat berkecukupan atau bisa disebut orang darah biru. Tapi, sepertinya Juna tidak berpengaruh akan hal itu. Dalam pikiran Juna, hanya main, bersenang-senang, main, bersenang-senang dan wanita.
Dan itu sangat berbanding terbalik dengan kehidupan Setyo Agung yang harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhannya karena dia hidup dikalangan keluarga tidak mampu. Mungkin Tyo tetap bersyukur akan hidupnya setidaknya dia masih dapat perhatian penuh dari orang tuanya berbeda dengan Juna, kelihatannya.
Tyo senyum tipis dan menggeleng pelan saat melihat perilakuaannya yang menggoda gadis-gadis yang melewatinya.
"Ternyata kebiasaanmu masih sama saja." gumamnya.
"Aku hanya memuji ciptaan tuhan. Apa itu salah, huh?." Jawabnya Tyo hanya memutar matanya dan berdeheman, percuma saja berbicara pada Jungkook rasanya.
Namun saat akan berjalan menuju tangga.
"Junaaaaaa…!!
Terdengar teriakan dari suara gadis.
Tak hanya Juna, Tyo pun ikut berbalik melihat sosok gadis yang memanggilnya dari arah belakangnya menuju arah suara itu.
"Aku kangen sama kamu, Jun...aku kira kau tidak akan kembali." Ucapnya manja sambil menyenderkan pada bahu Juna.
Sebenarnya Juna pemuda pengagum kaum hawa, apalagi jika bertubuh semapai nan rumawan apalagi dia tidak segan-segan untuk mengajak mereka bermain one night stand atau mungkin Juna kerap kali menyewa beberapa jalang untuk menemani malamnya yang dingin. Hhmm~jangan heran dengan sikap Juna, karena hidupnya hanya 'bersenang-senang'.
Tapi entah kenapa dia merasah risih dengan salah satu gadis disampingnya ini, asal kalian tahu hubungan mereka sebelumnya adalah sepasang kekasih namun setelahnya mereka putus lebih tepatnya Juna yang memutuskan hubungan mereka. Ya—Juna tidak suka akan ikatan terlalu lama.
Tapi sepertinya gadis ini masih berharap pada Juna terlihat sekali dengan sikapnya sekarang. Gadis itu masih menyederkan tubuhnya nyaman di lengan Juna.
Juna mencoba melepaskan rangkulannya dari tangannya. "Lepas." Nadanya datar lalu pergi tanpa menggubrisnya.
"Juna sayaaang….!!" Rengeknya. "Apa kau tidak merindukan tubuhku, hmm…" Tidak ada sahutan. "Junaaaa….!!" Gadis itu merengek sembari menghentakkan kakinya.
Gadis itu sepertinya tak gentar untuk mendapat perhatiaan Juna karena sedari tadi gadis itu terus memanggil namanya meski tidak dapat sahutan apapun dari Juna sehingga dia dapat perhatian mahasiswa yang melewatinya.
"Apa sih lihat-lihat…??!!" Sewotnya.
Namun sia-sia saja akan sikap dan perkataannya, buktinya sekarang Juna benar-benar mengabaikannya pemuda itu berjalan semakin menjauh darinya.
Tyo yang sedari tadi diam memperhatikan sikap keduanya hanya menggeleng pelan.
"Sudahlah...Jen" Bisik Tyo sembari terseyum tipis sambil menepuk bahunya, lalu meninggalkannya menyusul Juna yang terlihat semakin menjauh.
Ucapan Tyo tak digubris oleh Jenita Ayu si gadis semampai bermata kucing pengagum berat Juna atau mungkin terobsesi, entahlah. Lihatlah tatapan Jeni masih menatap punggung Jungkook yang semakin menjauh.
"Aku masih mencintaimu...kook. Aku tak akan melepaskanmu. Ingat itu.." gumamnya pelan sambil menggetakan kakinya.
***
Kedua sahabat itu yang sedang mengobrol dan bergurau hingga tak terlalu memperhatikan arah depan jalannya, hingga Juna tak sengaja menabrak seorang gadis yang berjalan berlawanan arah.
Bruuukkkk....
Badan gadis itu terjatuh kalah akan badan tegap Juna yang lebih besar darinya.
Juna membungkuk mengulurkan kedua tangannya membantu gadis yang di tabraknya. "Kau tidak apa-apa?" Memegang kedua lengan gadis itu membantunya berdiri.
Namun sebaliknya gadis itu malah menepis kasar kedua tangan pemuda itu. "Aku bisa bangun sendiri." Katanya ketus, lalu gadis itu pergi meninggalkan kedua pemuda yang terlihat tercengung atas sikap gadis itu, lebih tepatnya Juna yang terlihat shock Tyo yang memang paham akan sikap gadis tadi hanya diam saja.
Juna masih membeo. Seharusnya bukan sikap seperti itu yang dia dapat, apalagi Juna si pemuda tampan, gadis mana yang tak tertarik akan presensinya. Tapi—kelihatannya gadis tadi bersikap sebaliknya. Gadis aneh.
"Oh...astaga....!Apa dia punya masalah denganku. Ketus sekali gadis itu...siapa dia? Bisa-bisanya pria setampan ini, diacuhkannya." Juna masih menatap punggung gadis itu yang semakin menjauh.
Tyo hanya senyum tipis terlihat di wajah Juna yang shock. "Dia Alisa teman SMA-ku dulu, memang sikapnya seperti itu jika berhubungan dengan seorang pria." Ikut melihat punggung gadis yang mulai menghilang saat berada di tikungan.
"Oh~dia teman SMA-mu. Apa dia menyukai sesama jenis?" Menatap sahabatnya dengan mengernyitkan kedua matanya, karena terkejut.
"Jaga bicaramu!! Dia gadis normal. Mungkin dia alergi dengan pemuda sepertimu!!"
Juna terkekeh mendengarnya.
"Jangan bilang, jika kau menyukainya?" Juna terkekeh menggoda.
Mata Tyo membola, mendengar pernyataan Juna, memalingkan mukanya berlalu pergi, perlakuan aneh itu membuat Juna semakin menggodanya.
Berlari kecil menyusul Tyo meninggalkannya. "Hei...Tyo!! Seleramu aneh sekali, tapi sepertinya kalian memang pasangan yang cocok." Godanya, sambil berjalan mundur untuk menatap Tyo dengan suara terkekeh.
Tyo tak menghiraukan ucapan Juba dia menundukan kepalanya, menyembunyikan wajahnya raut mukanya.
***
Keduanya sudah sampai saja diruang kelasnya terdengar jelas sekali suara gaduh dibalik pintu itu namun sesaat menjadi tenang ketika pintu itu sedikit terbuka dan melebar, hingga suara gemuruh itu kembali ternyata terkecoh ternyata presensinya adalah kedua pemuda tampan di balik pintu yang terbuka itu.
Keduanya pun hanya senyum cengingisan dari kedua melihat respon dari teman-temannya. Setelahnya mereka berjalan santai menuju bangku yang masih kosong lalu mendudukkan bokongnya.
Juna memperhatikan suasana disekitarnya, suara gemuruh tawa canda mahasiswa dan mahasiswi yang seharusnya adik tingkatnya, namun sekarang menjadi satu angkatan.
Ya—Juna sempat putus kuliah berapa tahun. Memang badung, dia.
"Ternyata—Apa aku melewatkan sesuatu, melihat pertumbuhan adik kelas sangat cepat." Melihat beberapa gadis dengan pakaian yang cukup menggoda dengan baju press body dan rok mininya.
"Kau mau mendengar usulku, seharusnya kau pindah di fakultas kedokteran saja, karena pengamatanmu tentang tubuh manusia sangat baik."
"Usul yang bagus, akan aku pikirkan nanti." Responnya sambil menganggukan kepalanya.
Tak lama, beberapa gadis memasuki ruang kelasnya tak lain Jeni dia berjalan sambil melambaikan tangan pada Juna namun Juna seketika memalingkan kepalanya lalu beberapa temannya setelahnya dibelakang mereka ada gadis berjalan sedikit menunduk. Dia gadis aneh yang disebut Juna tadi dan sempat bertabrakan dengannya.
Alisa berjalan kearah Juna yang tepatnya menuju bangku kosong, selisih dua bangku didepan Juna namun bersebrangan. Seketika, Juna menyikut lengan Tyo yang sibuk dengan bukunya yang berada di sampingnya, lalu menujukkan dengan dagunya kearah depan.
"Cewek incaranmu datang." Bisiknya.
Tyo menatap arah yang di maksud Juna, melihat presensi gadis yang dibicarakan Juna tadi.
Setelah itu Tyo menundukkan kembali, melanjutkan aktifitas membacanya.
"Kau bisa menggoda semua gadis di kampus ini, bahkan mengajak one night stand, tapi jangan harap dengan gadis yang satu itu."
Mendengar itu, Juna menatap penuh Tyo, menaikan kedua alisnya.
"Kau takut kalah saingan ya??...hahahahaaa..."
Tyo menatap Juna dengan wajah datar.
"Bukan begitu, tapi itu kenyataan." Mengalihkan kembali pandangannya melihat bukunya dimeja dan membolak balikan lembaran kertas.
Juna berpaling menatap Alisa jauh dari belakang punggung, yang terlihat sedikit dari arah samping.
"Tapi, dia memang terlihat manis, juga ya…."
Tyo membola seketika. "Aku bilang jangan mengodanya, dia gadis baik-baik, tak akan bisa kau menaklukannya."
"Oh, ya...coba kita lihat saja...dia belum tahu permainanku." Godanya
"Terserah!!" Memalingkan wajahnya kembali menatap bukunya.
Seketika Juna tertawa puas menatap perubahan wajah Tyo karena sukses membuatnya terlihat meraju.
Sesaat suasana menjadi tenang melihat presensi pria paruh baya berjalan dari arah pintu menuju meja yang terpampang di depan membelakangi whiteboard.
"Selamat pagi semuanya..." sapa dosen.
Tatapannya berhenti seketika melihat sosok pemuda yamg tidak asing baginya.
"Kau kembali lagi, Juna."
"Ya pak, karena aku merindukanmu, Pak Roy." Juna mengedipkan matanya menggoda.
"Aku harap, kali ini kau benar-benar untuk belajar." Mengalihkan pandangannya ke semua mahasiswa. "Baiklah. Kita lanjutkan materi yang tertunda kemarin." Lanjutnya.
Suasana tenang, terlihat pandangannya menatap kedepan, fokus dengan mendengar penjelasan dosen, lepas dari suara gaduh yang terdengar sebelumnya.
Tapi tidak berlaku pada sosok lelaki tampan, yang terlihat tenang, menumpuhkan kepalanya di kedua tangan sebagai bantalan kepalanya di meja. Ya...dia memang terlihat tenang, namun di alam yang berbeda. Alam mimpi. Sehingga, teriakan seorang dosenpun tak terdengar.
"JUNAA…!!"
Dengan ancang-ancang sebuah penghapus papan sudah di tangan sang dosen, untuk menikungnya jika panggilannya tidak lagi di gubrisnya, sampai tangan Tyo menyikutnya guna membangunkannya seketika Juna terbangun bersamaan dengan penghapus yang sudah melayang kearahnya, namun ternyata respon Juna lebih cepat, dan akhirnya benda itu mendarat pada kepala Tyo. Ups...suara itu yang keluar dari mulut Juna bersamaan dengan Pak dosen menutup mulutnya karena salah sasaran.