Natalia menggeliat pelan ketika merasakan setitik cahaya memasuki celah di kamarnya. Dengan malas, dia membuka mata dan menatap ke arah jendela yang sedikit terbuka. Namun, dia hanya berdecak kecil dan memilih menarik kembali selimut, berusaha menutupi tubuhnya dari sinar matahari.
Hening. Natalia hanya diam, memilih kembali melanjutkan tidurnya. Namun, baru beberapa detik dia memejamkan mata, dering ponsel kembali terdengar. Seketika, Natalia yang sejak tadi berusaha tertidur kembali langsung membuka selimut kasar dan menatap nakas di dekatnya kesal.
"Astaga, kenapa semua orang tidak pernah membiarkanku tidur dengan tenang," gerutu Natalia dengan raut wajah masam. Hingga dia mengulurkan tangan dan mengambil ponsel di nakas. Dia mulai melihat nama yang tertera di layar dan membuang napas kasar.
"Astaga, kenapa kamu yang mengganggu, Sha," keluh Natalia. Namun, jemarinya mulai menggeser tombol layar dan mendekatkan ponsel di telinga.
"Hal …."
"Pagi, Natalia," sapa Shasa dengan suara melengking.
Natalia yang mendengar hal tersebut langsung menjauhkan ponsel dan berdecak kecil. Rasanya malas mendengar suara Shasa yang begitu memekakan telinga. Hingga dia merasa situasi mulai aman, membuatnya kembali mendekatkan ponsel dan membuang napas lirih.
"Ada apa, Sha?" tanya Natalia dengan malas.
"Kamu belum bangun, Talia?" Shasa malah balik bertanya dan langsung mendapat gumaman dari arah Natalia.
"Astaga, apa kamu lupa hari ini hari apa?" tanya Shasa kembali heboh.
"Aku tidak lupa sama sekali, Sha. Ini hari senin," jawab Natalia santai.
"Dan itu artinya apa?" tanya Shasa.
Natalia yang mendengar langsung diam dengan kening berkerut dalam. Pasalnya, dia merasa jika hari ini tidak ada yang spesial sama sekali.
"Hari ini kamu harus datang pagi ke kantor Arav untuk memberikan bab awal cerita kamu, Nat. Sedangkan siang nanti, Arav sudah pergi untuk beberapa hari dan itu akan menghambat tugas kamu. Belum lagi, beberapa hari ini kamu akan ada ujian, tidak mungkinkan kamu akan melakukannya dengan pikiran yang masih kacau begini?" jelas Shasa.
Seketika, Natalia yang mendengar membelalakan mata lebar. "Astaga, kenapa kamu tidak menghubungiku dari tadi," sahut Natalia mulai gusar. Dengan cepat, dia membuka selimut dan berlari ke kamar mandi. Namun, baru beberapa langkah dia pergi, langkahnya kembali terhenti dengan raut wajah berpikir.
"Sha, ada hal yang mau aku tanyakan dengan kamu," ucap Natalia terdengar serius.
"Katakan saja, aku pasti akan menjawab selagi bisa," sahut Shasa cepat.
"Dari mana kamu tahu kalau pak Arav akan pergi hari ini. Sedangkan aku tidak memberitahumu sama sekali. Sha, kamu tidak menyadap telfonku, kan?" celetuk Natalia dengan raut wajah cemas.
Shasa yang mendengar langsung berdecak kecil. "Jangan berpikir aneh-aneh, Nat. Jelas-jelas aku tahu karena kamu semalam cerita," jawab Shasa cepat.
"Sudahlah, lebih baik sekarang kamu mandi dan segera ke kantor Arav. Aku akan tutup telfonnya."
Natalia yang mendengar baru membuka mulut dan siap mengatakan sesuatu, tetapi terhenti karena Shasa yang lebih dulu mematikan panggilan. Membuatnya membuang napas kasar dengan kening berkerut dalam.
"Apa sekarang aku juga memiliki kebiasaan menelfon saat tidur?" tanya Natalia dengan diri sendiri.
Sedangkan di tempat lain, Shasa membuang napas kasar dan menyandarkan tubuh dengan punggung sofa. "Untung aku tidak ketahuan," gumam Shasa dengan napas lega.
"Ketahuan apa?"
Seketika, Shasa yang mendengar menatap ke asal suara. Namun, ketika melihat Daniel yang berdiri di belakangnya, Shasa hanya berdecak kecil dan kembali menatap layar televisi. Hingga Daniel duduk di dekat Shasa dan menatap layar televisi lekat.
"Kamu masih berhubungan dengan pria kurang ajar itu, Sha?" tanya Daniel tetap tenang, tidak terlihat emosi sama sekali di raut wajahnya.
Shasa yang merasa tidak suka dengan ucapan saudaranya langsung menatap ke arah Daniel dengan tatapan serius. "Jangan campuri urusanku, Daniel. Aku sudah besar dan aku tahu harus berbuat apa. Jadi, jangan urusi urusanku dan urus saja urusanmu sendiri," sahut Shasa dengan tegas.
Daniel yang mendengar menatap ke arah Shasa dan mengulas senyum tipis. "Aku hanya memperingatkan saja supaya kamu tidak menyesal nantinya, Sha."
"Dan aku tidak butuh peringatan kamu sama sekali," sahut Shasa dengan raut wajah kesal. Hingga dia memilih bangkit dan menuju ke arah kamar, meninggalkan Daniel yang masih tetap fokus dengan televisi.
*****
"Astaga, kenapa aku bisa lupa kalau hari ini harus ke kantor Arav," gerutu Natalia dengan tatapan kesal. Dengan cepat, dia meraih ponsel di nakas dan memasukan ke dalam tas. Tidak lupa, dia melangkah ke arah ke arah meja belajar dan memasukan naskah yang sudah di print.
Natalia kembali melangkah ke arah pintu kamar dan keluar dengan tergesa. Kali ini, kakinya beralih melangkah ke arah dapur dan membuka lemari pendingin. Tangannya segera meraih kotak susu dan kembali menutupnya.
"Astaga, aku bahkan tidak sempat sarapan," gerutu Natalia sembari menusuk minumannya.
Dengan tenang, Natalia melangkah keluar apartemen dengan mulut yang masih menyeruput minuman, sesekali menatap ke arah jam tangan yang sudah menunjukkan pukul tujuh. Natalia mulai melangkah pelan ketika melihat pintu lift terbuka. Hingga dia berada di dalam lift dan membuang napas kasar.
"Untung masih sempat," ucap Natalia lega.
Hening. Natalia hanya diam dan menatap pintu besi di depannya lekat. Rasanya tidak sabar untuk segera keluar dari tempat tersebut. Hingga pintu lift terbuka, membuat Natalia segera melangkah keluar. Dia mulai melangkah keluar dan berlari cepat. Sebisa mungkin, dia tidak ingin terlambat datang ke tempat Arav.
Natalia mulai keluar dari bangunan apartemen dan bersiap untuk menuju ke arah jalanan. Namun, niatnya terhenti ketika sebuah mobil berhenti di depannya, membuat Natalia berdecak kecil.
Astaga, siapa lagi yang mengganggu jalanku, batin Natalia dengan tatapan kesal. Sampai sang pemilik mobil membuka pintu dan keluar, membuat Natalia yang melihat langsung mendengus lirih.
"Pagi, Sayang," sapa Daniel dengan senyum lebar.
Natalia yang mendengar hanya diam dan menatap Daniel lekat. "Kenapa kamu di sini pagi-pagi, Daniel?" tanya Natalia dengan raut wajah serius.
"Aku mau berangkat kerja. Berhubung aku dengar kalau pacarku bangun kesiangan dan mau menemui Arav, jadi aku ke sini dan berniat mengantar," jawab Daniel dengan tenang.
Natalia hanya diam dan menatap Daniel lekat.
"Kamu mau aku antar atau kamu mau menunggu angkutan umum dan Arav pergi?" tanya Daniel ketika Natalia hanya diam dan menatapnya serius.
Natalia yang mendengar membuang napas kasar dan mengulas senyum lebar. "Aku ikut kamu," putus Natalia, masih cukup waras dan mampu memilih keputusan yang tepat.
Daniel langsung mengulas senyum lebar ketika mendengar keputusan Natalia. Dengan semangat, dia mulai melangkah masuk dan menutup pintu. Bibirnya mengulas senyum lebar ke arah Natalia dan membuang napas kasar.
"Ayo kita berangkat," ucap Daniel semangat, membuat Natalia yang melihat ikut tersenyum lebar.
*****