Dengan mengendap-endap Nico perlahan mendekati Meilana yang menangis di bangku taman. "Dekati atau tidak ya? Tapi kasihan sama Bapak tadi," ujar Nico dalam hati. Ia menarik nafasnya dan menghembuskannya perlahan. Dengan berani pula ia berjalan mendekati Meilana dari belakang.
"Hei ... kamu kenapa?" tanya Nico hati-hati. Meilana mendongakkan kepalanya dan melihat Nico. Air matanya terus mengalir tanpa henti sedikitpun, kalau bisa disumbat sudah disumbat oleh Nico dari tadi.
Meilana begitu terpesona dengan ketampanan Nico, yang wajahnya sebelas dua belas dengan Steve. Nico sendiri merasa tidak enak diperhatikan lekat-lekat oleh orang asing. Ia melambaikan tangannya di depan wajah Meilana.
"Hai ... kamu kenapa? Apa kamu sehat?" tanya Nico menatapnya polos. Meilana tersadar pun langsung memalingkan wajahnya dari Nico. "Tinggalkan aku sendiri, menjauhlah dariku," usir Meilana.
"Bolehkan aku duduk disebelahmu?" tanya Nico.