"Lo ada masalah? Uncle berbicara ke gue, dan ya. Apa lo memperkosa Tania, Al?" tanya Bastian dengan baik-baik karena dia sangat terkejut mendengar dair papa Aldi jika Aldi memperkosa Tania entah dengan keadaan mabuk atau memang dia mencintainya.
Aldi menundukkan kepalanya, dia menganggukan kepalanya pelan dan tidak menjawab dengan suara. "Maaf, gue selalu memojokkan lo. Dan ya, gue juga enggak bisa membantu lo sama ini,"
"Gue selalu merugikan lo dan enggak bisa memberi lo arahan, jalan terbaik atau penerangan sedikitpun. Maaf Al," ucap Bastian membuat Aldi terdiam dan menghela nafasnya berat.
"Lo benar, gue mencintai Salsha dan gue terlalu khalaf soal Tania," Bastian terkekeh mendengar bagaimana Aldi masih bisa menghindari kesalahannya sendiri. Salahnya hanya, bagaimana bisaa Aldi terus mengatakan hal semacam lelucon seperti ini saat dia melakukan kesalahannya sendiri seperti ini? Bukankah sangat menyebalkan.
"Al, apa lo mencintai Tania Al?" tanya Bastian menanyakan perasaan Aldi untuk Tania yang sebenarnya dia tahu jika Tania sudah pergi menjauh dsri Tania sejak saat itu.
"Apa gue harus mencintai Tania yang sudah merusak hubungan gue dan Salsha yang awalnya baik-baik aja? Bas, dia yang bersalah. Dan dia yang merugikan hubungan gue dengan Salsha, lo bahkan bisa melihatnya sendiri," jelas Aldi pada Bastian jika dia sangat dirugikan dengan datangnya Tania di dalam hidupnya tanpa banyak bicara lagi.
Penjelasan saja sangat membuatnya muak, Aldi lelah berdebat dengan sepupunya sendiri.
"Al, apa lo masih enggak bisa mengakui kesalahan lo sendiri?" tanya Bastian pada Aldi yang menatapnya menaikan satu alisnya bingung. "Lo yang membuka pintu masalah lo sendiri,"
"Al, bukankah lo yang memberi banyak harapan buat Tania di awal. Kenapa lo menyudutkan Tania terys. Sebenarnya lo juga bersalah soal ini," sambung Bastian membuat Aldi menghela nafasnya berat.
"Lo benar, tapi gue gagal," jawab Aldi menghela nafasnya berat. "Bas, apa gue sangat merugikan Tania? Gue sedikit merasa khawatir sekarang, gue juga sedikit menyesal," sambung Aldi membuat Bastian terkekeh.
"Lebih baik terlambat daripada enggak menyadari kesalahan lo sendiri, gue mengapresiasinya saat lo terlambat, tapi saat lo enggak menyadarinya. Gue akan sangat kecewa," Aldi tersenyum tipis ke arah Bastian menyesali sesuatu.
"Lo merasakannya?" Aldi menganggukan kepala saat Bastian menjawab pertanyaan darinya.
"Percuma lo meminta maaf Al," ucap Bastian memotong saat Aldi akan berbicara. Namun, Aldi menelan ludahnya sukar. "Kesalahannya bukan karena gue yang gila atau memberi lo harapan,"
"Akan tetapi, lo dan dia juga. Jangan menyalahkan diri lo sendiri, lo akan lelah. Jadi lebih baik, nikmati aja hari-hari lo sekarang. Iqbal pergi, Kania juga. Lo masih memiliki Salsha untuk memperbaiki hubungan lo dengannya. Lakukan saja, Iqbal pergi menjauh mengaku kalah,"
"Enggak ada masalah lain kan? Usahakan yang pernah lo sia-siakan saja sekarang," ucap Bastian kembali memberi Aldi sedikit nasihat agar Aldi tidak lagi kesalahan jalan dengan mengambil dua lagi.
Aldi menghela nafasnya berat, dia tidak bisa berpikir jernih atau yang lain. Yang lebih serius dari itu adalah.
"Gue menbutuhkan Salsha? Maksud lo hanya Salsha? Apa gue bisa?" tanya Aldi dengan wajah polos membuat Bastian memukul keras kepala sepupunya serius dengan tidak banyak bicara melainkan.
"Pergi dari dunia ini kalau lo mau poligami, lo pikir punya dua enggak membuat lo lelah? Belajar dari pengalaman lo sendiri dasar bodoh!" kesal Bastian tidak habis pikir dengan apa yang ada di kepala sepupunya dengan serius.
"Gue manusia normal,"
•••
Seseorang menarik perhatian Rio sejak tadi, tidak banyak. Dari beberapa kali dia tidak banyak bicara dan menjadi dominan dia paling diam dari yang lainnya. Menunsukan kepalanya tidak serius namun mengundang Rio untuk mendatanginya.
Dia baru saja selesai mengantarkan Casa (Pacar Rio) untuk les setiap weekend, tidak menganggai itu adalah masalah besar Rio mendatanginya.
"Lo baik-baik aja?" Perempuan itu menganggukan kepalanya pelan dan kembali menundukan kepalanya pelan. "Lo sakit?" Rio sedikit khawatir karena sepetinya sejak tadi perempuan itu tidak banyak bicara dengan pakaian rapi namun lusuh saat dia berhasil melihatnya.
"Ah," teriak Rio saat dia berusaha mengelus seseorang itu untuk mrmastikan apakah dia masih hidup atau tidak. Dan ya, begitu Rio mengekus, perempuan itu memelintir tangannya cukup cepat. "Bangsat lepas sialan, gue cuma khawatir," teriak Rio saat dia berhasil jika itu adalah Tania, adik krlasnya.
"Lo, ada apa?" tanya Rio yang mengambil duduk di kursi depan Tania dengan berusaha menunggu pacarnya dan duduk dikursi yang sama untuk bernicara pada adik eklasnya baik-baik.
"Baik-baik aja," jawab Tania tidak memperpanjang masalah yang lain dan memilih diam tidak menjelaskannya. "Apa lo udah makan? Wajah lo terlihat sangat lusuh dan," Rio menatap wajah Tania, penampilannya dan semuanya.
"Bukankah lo sangat terlihat kalau lo kabur dari rumah?" Tania tertawa mendengarnya, dia menggelengkan kepalanya pelan dan tidak menjawabnya dengan serius.
"Gue hanya sedang bermain," ucap Tania memperjelas jika ini hanya lelucon hidupnya. "Gue akan kembali ke rumah besok, gue lagi melakukan lelucon setiap tanggal satu april," jelasnya membuat Rio memutar bola matanya malas.
"Apa lo lapar?" tanya Rio melihat bagaimana wajah pucat adik kelasnya bukanlah seperti lelucon baginya. "Lapar? Gue baru aja selesai makan," jawab Tania kembali berbohong.
Jika kemarin adalah Tania yang kaya, sekarang adalah Tania yang miskin. Dia berniat cepat kabur dari rumahnya sendiri dari adiknya. Dan ya, saat dia berjasil meningalkan Kania di rumahnya sendiri.
Tania kehilangan dompetnya, ini adalah hari sialnya. Tapi jika dia pulang ke rumahnya, yang adiknya katakan memang benar. Dia manja, tidak seperti Kania yang bisa hidup sendiri.
Walaupun sebenarnya hidup yang selama ini Kania jalani adalah hidup mewah, uang dia dapatkan dari Tania dengan jelas.
Dan juga, sekarang keadaan Tania berbeda dengan Kania sejak itu.
"Tapi repson tubuh lo berbeda dari apa yang lo katakan, ternyata benar. Manusia adalah mahluk paling munafik di dunia," Tania terkekeh mendengarnya.
"Sejujurnya gue kabur dari rumah, dan ya. Gue kehilangan dompet gue," jawab Tania mengatakannya langsung pada Rio walaupun sebenarnya baik Rio ataupun Tania. Keduanya sama sekali tidak sama-sama tidak dekat dan bertentangan.
Dulu, Rio sangat memihak pada Salsha dan Iqbal. Dan begitupun Bastian yang sebaliknya.
"Gue punya apartemen, apa lo mau tinggal di sana. Kebetulan apartemen itu memang enggak selalu gue dan mama papa gue pakai. Berhubung uang penyewaannya akan lunas tiga bulan lagi dan akan menjadi apartemen gue permanen. Lo bisa tanggal di sana, tapi itu masih milik gue,"
"Apa lo mau?" tanya Rio berusaha membantu Tania yang sedang sangat kesusahan. "Jangan membayarnya apapun, lo bisa kuliah juga di sana," sambung Rio memberi fasilitas baik untuk Tania katena dia merasa sangat kasihan.
"Gue akan merepotkan lo nanti, gue menolaknya," jawab Tania tidak setuju, Rio menghela nafasnya berat. "Gue akan membelikan makan siang buat lo, jangan menolaknya, tolong terima saja. Kalau lo mau tawaran baik dari gue, lo bisa memikirkannya lagi,"
"Semua pintu gue terbuka buat lo,"