Happy Reading and Enjoy~
Dirinya dan Arthur tentu saja berbeda, kedua orangtua Arthur masih hidup dan rukun. Jika anak yang berada di dalam kandungan Ara benar-benar anak dari Arthur, ia tidak bisa membayangkan bagaimana Lucas Dobson bertindak dalam hal ini.
"Bagaimana kau tau anak di dalam kandungannya itu milikmu?"
Pasalnya beberapa bulan yang lalu, A
ra memilih menikah dengan terburu-buru. Meskipun, pernikahan itu luar biasa mewah, tetapi ia bisa merasakan tidak ada kemewahan yang melekat pada diri Ara.
Sepanjang proses pernikahan Ara terlihat gelisah.
Keluarga mereka sudah mengenal baik calon Ara, Alexander Raiford. Lelaki miskin pemalas yang sialnya sahabat gadis itu.
Tentunya hanya Arthur yang merasa keberatan dengan pernikahan itu, Alex hanya sebatas sahabat. Ia berfikir pernikahan Ara untuk menghindari masalah yang terjadi pada malam yang mereka lewati bersama.
"Ara datang menemuiku hari ini. Oh, demi Tuhan ... dia menangis di depan rumahku seperti orang bodoh."
"Bagaimana dengan Alex?"
Wajah Arthur menegang, matanya yang sayu berkobar.
"Jangan bicarakan bajingan itu, seharusnya aku sudah bisa menebak jika mereka menikah tanpa cinta. Ara kabur darinya untuk menemuiku, dan kupastikan dia tidak peduli. Akhh! Ini semua salahku."
Allard menepuk punggung Arthur pelan.
"Tidak ada yang salah, kau dan dia sama-sama mabuk saat itu."
Ia menerawang, lalu menyeringai ketika wajah Luna terlintas.
"Tidak perlu memusingkan hal yang sudah terjadi. Ara sudah menikah, dan orang-orang berpikir anak yang dikandungnya milik Alex bukan milikmu. Soal dosamu dan dia ... kau tau aku juga melakukan dosa yang sama."
Arthur menghela napas pelan. "Tidak semudah itu. Anak itu darah dagingku."
"Kau dan Ara dari darah daging dan lubang yang sama," sahutnya sinis.
Allard kembali menuang wiski lalu meneguknya hingga kandas.
"Di dunia ini banyak hal yang kau inginkan tidak terjadi, tetapi kau tidak bisa mengubahnya dan tetap terjadi. Sekuat apa pun dirimu, sekaya apa pun, ada beberapa hal yang tidak bisa kita beli dengan uang dan kekuasaan."
"Ara ingin menggugurkan kandungan itu." Arthur tersenyum pahit.
"Aku marah, tapi juga tidak bisa memaksanya. Wajah anak itu juga akan mirip dengan kami, aku tidak bisa membayangkan jika ada kembaran ketiga dari wajah kami."
"Lebih baik anak itu digugurkan." Allard mengangguk setuju. "Sebelum bayi itu tumbuh lebih besar."
Kembali Allard menepuk punggungnya seolah menguatkan, meminum wiskinya lagi. Mereka akan mabuk bersama hari ini.
"Jangan bersedih seperti itu, kau bisa menanamkan benihmu dan membuat anak sebanyak-banyaknya. Aku tidak ingin kau jadi kolot untuk membuat dirimu tampak bodoh, Arthur. Karena selama ini, kau masih temanku yang paling pintar."
Arthur tertawa sinis.
"Kurasa kau benar, tapi aku tetap saja tidak bisa menerimanya." Ia menghela napas pelan sebelum melanjutkan, "Mungkin karena itu benih pertamaku, yah, aku menjadi sangat antusias."
***
Arthur melangkahkan kakinya memasuki apartemen mewah miliknya. Dan Nathalie menunggu di sana sembari tersenyum kikuk, gadis itu meremas kedua tangannya dengan gugup.
Seolah ingin menyampaikan sesuatu, tetapi tertahan.
Wajah gadis itu tampak cemas, ia berdiri dengan gelisah. Seolah-olah lantai tempatnya berpijak bisa melahapnya bulat-bulat.
Kepalanya terasa pusing setelah menghabiskan malam di kelab dengan keadaan mabuk. Arthur menyeret langkahnya ke sofa.
Membaringkan tubuhnya di sana sembari mendesah senang akibat uap letih yang menguar.
Ia merentangkan tangannya, menyuruh Nathalie mendekat. Tanpa ragu gadis itu melangkah mendekatinya lalu duduk di pangkuannya.
"Katakan padaku apa yang ingin kau sampaikan tadi?"
Bahkan suaranya terdengar letih, tetapi tak bisa menutupi nada lembut di kalimatnya.
"A-ara memintamu da-datang untuk menemuinya d-di tempat b-biasa."
Nathalie terdiam, menelan ludah dengan susah payah. "D-dia marah dan m-menangis."
Arthur membelai rambut Nathalie yang halus dengan gerakan lembut. Gadis itu belum terbiasa membuka diri, meskipun sudah bisa berbicara dengan normal, tetapi kalimatnya masih terputus-putus.
Ia menangkup kedua pipi Nathalie dengan sayang.
"Apa Ara marah padamu? Berteriak atau mengancammu?"
Gadis itu menggeleng kuat-kuat. "D-dia mengajariku me-memasak sand-sandwich untuk sarapan tadi."
Arthur terkekeh, tentunya membuat roti isi yang bernama sandwich itu tidaklah susah. Akan tetapi, hal itu menjadi kemajuan dan kebanggan bagi Nathalie.
Dengan gemas ia mengacak rambut gadis kecilnya, membuat rambut itu menjadi berantakan.
"Aku akan pergi menemui Ara."
Arthur terdiam, mempelajari ekspresi Nathalie melalui kedua bola matanya yang membesar dan ... gelisah.
Ia melingkarkan tangannya di punggung gadis itu, memeluknya dengan erat tetapi tidak menyakiti.
"Tidak akan lama, kau bisa menungguku di kamar tanpa membuka jendela. Atau kau ingin ikut bersamaku, hem?"
"Ku-kurasa menunggu disini le-lebih baik."
Arthur mencium dahinya pelan, tampak puas dengan pilihan gadis itu.
"Pintar. Nanti setelah pulang aku akan mengajakmu ke tempat yang kau suka."
"Nggak mau!" Buru-buru Nathalie menggeleng, wajahnya tampak pucat.
"A-aku tidak ingin p-pergi. Jangan ... jangan usir aku."
"Tidak ada yang ingin mengusirmu dari sini, sayang. Aku akan membuatmu senang."
Gadis itu tetap menggeleng dengan ekspresi wajah yang semakin memucat, tubuhnya mendadak bergetar, sorot matanya ketakutan.
Arthur menghela napas perlahan, ia semakin mengeratkan pelukannya.
Mendorong tubuh gadis itu agar lebih merapat ke arahnya, menyandarkan pipi Nathalie ke dadanya. Sebelah tangannya mengusap-usap punggung Nathalie untuk menenangkannya.
"Sstt, tenanglah, ini aku, Arthur. Tidak ada yang ingin menyakitimu sekarang, tenang kucing mungilku."
Meskipun sudah berbulan-bulan Nathalie keluar dari tempat itu, Arthur tetap tidak bisa menghilangkan kenangan buruk dari gadis kecilnya.
Seberapa kuat ia berusaha, tetapi perlahan gadis itu mulai berubah. Dan semakin parah karena hanya mempercayai dirinya dan juga Ara.
Saat dirasakan tubuh Nathalie kembali melemas, Arthur menggendongnya ke kamar dan meletakkan gadis itu di atas ranjang.
"Kau sudah sarapan, kan? Nanti aku akan membawakanmu makan siang. Jika kau lapar ambil saja di freezer apapun yang kau mau."
Ia menyelimuti Nathalie, membungkuk untuk melayangkan kecupan lembut di dahi dan pipinya.
Lalu melangkah keluar sebelum menutup semua sumber cahaya yang ada, sehingga membuat kamar itu luar biasa gelap.
Jika orang lain akan merasa ketakutan dan sesak berada di dalam kegelapan, tetapi tidak sama halnya dengan Nathalie yang merasa aman.
Di dunia ini, ada banyak hal yang tidak bisa dijelaskan.
Bersambung...
Kalau kalian-kalian mau lihat visual Allard dan Luna, bisa intip igku: Mesir_Kuno8181
Kalau ada waktu jangan lupa follow juga gengs.
Satu lagi gengs, yang mau tau kisah orangtua Arthur bisa intip Clara Prison. Tapi, hanya bisa dibaca di aplikasi Dreame/Innovel.
Salam kecut, penulis amatir dari remahan upil.