Di sebuah ballroom hotel mewah salah satu milik Presiden Rusia terdekorasi dengan glamour. Kombinasi warna perak dan hitam tampak dominan menghiasi segala penjuru ruangan. Ditempat ini acara pernikahan Zeno dan Stesha dilangsungkan. Pesta yang niatnya hanya merayakan ulang tahun putri Presiden itu kini juga menjadi pesta perpisahan Stesha melepas masa lajang.
Tamu tidak dipenuhi oleh muda-mudi teman Stesha atau rekan Zeno melainkan pejabat negara dengan rentang usia 40-60 tahun yang paling dominan. Puluhan duta besar dalam maupun luar negeri yang menjadi tamu memberi selamat pada dua sejoli ini nyatanya membuat mereka hampir tak bisa bernapas.
Di sudut berbeda Edmon dan Pavlo tampak bersenda gurau bersama tamu yang datang memberi mereka selamat karena bisa menjadi besan. Dominic yang datang dari arah pintu masuk menuju Edmon, tak lupa menggandeng seorang wanita yang sudah tak lagi muda namun paras indahnya berhasil menutupi usia yang kini mungkin menginjak 50 tahun membuat atensi Edmon berpusat pada dua orang ini.
Helen Choi. Mantan istri Edmon Redomir.
Wajah cantiknya masih sama, siapa sangka jika diusianya yang menginjak setengah abad malah terlihat 20 tahun lebih muda. Berbeda dengan wajah Edmon yang sekarang menumbuhkan kumis serta janggut membuatnya terlihat lebih mengikuti usianya.
Kini hanya senyuman canggung yang bisa Edmon berikan untuk Helen. Bertahun-tahun tak berjumpa nyatanya tak bisa Edmon lupakan wanita yang pernah menjadi pendamping dirinya. Mungkin hanya komunikasi via telepon sebatas menanyakan kabar putra dan putri mereka yang menjadi pembahasan tanpa adanya pertemuan langsung seperti saat ini membuat Edmon salah tingkah.
"Sorry for not telling you before, Otets. That I brought mom here."
"Long time no see, Edmon."
"Long time no see, Helen."
Pavlo yang tau sekarang bukan ranahnya untuk ikut nimbrung dalam reuni keluarga Redomir memilih untuk undur diri menyambut tamu-tamu lainnya yang belum ia sambut.
Hanya percakapan ringan Edmon dan Helen yang terkesan canggung hingga akhirnya Helen ditemani Dominic memilih undur, membiarkan Edmon untuk menyambut tamu-tamu lain. Kedua orang ini melangkah ke arah sepasang pengantin yang terus berdiri di pusat ballroom memberi jabatan tangan untuk para tamu.
"Congratulation for My Sister dan My younger brother-in-law," ucap Dominic disertai kekehan geli dan pelukan selamat untuk keduanya.
Tidak hanya Dominic, Helen juga memberikan pelukan kasih sayang untuk putri yang sudah lama tak ditemuinya. Betapa erat pelukan Stesha menggambarkan betapa wanita itu merindukan ibunya.
"I miss you so much, Mom."
Ada tetesan air mata yang jatuh di bahu Helen yang mengenakan gaun back off shoulder, dan ia merasakannya membuat ia meregangkan pelukan kerinduan itu.
"Ini hari bahagiamu, kenapa kau menangis."
"Aku ingin ikut denganmu saja Mom ke Korea." Sontak saja Zeno dan Dominic menoleh.
"Lalu suami tampanmu ini mau kau kemanakan, sayang?"
Kekehan Helen disusul kekehan Dominic seperti menertawakan Zeno membuat pria itu hanya mampu menanggapinya dengan senyum yang dipaksa sedangkan Stesha mengerucut menyadari kebebasan dirinya telah dibatasi karena kehadiran Zeno.
Bukan Dominic jika mata elangnya tak menemukan sesuatu yang menarik. Menatap pakaian adiknya yang cukup sexy dengan belahan dada rendah, Dominic berbisik tepat ditelinga Zeno.
"Finally you will doing sex without safety devices."
Beruntung bisikan itu tidak sampai terdengar di telinga Stesha maupun Helen yang sibuk saling melepaskan rindu.
"Please attend your words, Dominic!"
Merasa puas dengan ekspresi kesal Zeno yang berhasil ia goda membuat pria itu malah tertawa.
"I'm so sorry, Zen."
"Oh iya, aku punya hadiah pernikahan untuk kalian berdua. Aku telah menaruh hadiah di koper yang akan kalian gunakan untuk berbulan madu."
Kembali meninggalkan Zeno dan Stesha dengan satu pesan dari Dominic menjadi penutup juga perbincangan ibu dan anak yang awalnya tidak ingin berpisah.
Kini Zeno dan Stesha yang tampak bak pangeran tampan dan putri yang cantik kembali menebar senyum untuk para tamu. Bukan setelan tuxedo melainkan seragam pilot yang dikenakan Zeno, seragam kebanggaan yang menemaninya selama beberapa tahun terakhir. Seragam ini juga yang Zeno pilih untuk menjadi penyempurna penampilan pada moment spesial pernikahannya sendiri. Sedangkan Stesha tampak cantik dengan gaun tanpa lengan dan belahan dada rendah juga ekor sepanjang 3 meter. Kesan mewah itu benar-benar terpancar ketika seorang Stesha Cyzerine Redomir yang memakainya.
"Kapan acara sialan ini akan selesai. Aku lelah sekali," gerutu Stesha.
Berkali-kali Stesha nyaris jatuh karena stiletto dengan warna senada yang sedikit lebih tinggi dari biasanya juga gaun panjang membuatnya sulit bergerak bebas. Terlebih memakai pakaian tak nyaman itu juga harus ia imbangi dengan menjabat tangan para tamu secara bergiliran selama berjam-jam. Mungkin saja Stesha akan pingsan jika saja tak ada Zeno disampingnya yang menyokong tubuh kelelahan itu dengan lengannya.
"Bertahanlah acara akan segera selesai."
Jika saja ia tidak membutuhkan Zeno hingga acara berakhir sudah ia tepis lengan yang merengkuhnya posesif. Namun aneh Stesha rasakan ketika rengkuhan posesif itu justru memberi sengatan seperti listrik berskala tinggi yang menjalar keseluruh tubuh. Dan ajaibnya semua perasaan aneh itu terjadi hanya karena sentuhan dari seorang Zeno Zigfrids.
***
Lega kini penderitaan Stesha berakhir. Wanita itu kembali ke kamar hotel untuk beristirahat. Bukan untuk benar-benar istirahat karena puncak acara ada pada malam hari.
Pesta dansa.
Dimana dua bintang utama malam ini menunjukkan keromantisan mereka pada panggung dansa yang sudah disediakan dan akan diikuti oleh pasangan lainnya.
Berganti pakaian menjadi lebih santai dengan kaos hitam dan balutan jas senada, Zeno bercermin merapikan tatanannya. Dilihatnya dari pantulan cermin Stesha tengah berbaring tanpa mengganti pakaiannya.
"Wake up, Ste."
Mengguncangkan pelan tubuh yang tengah berbaring masih dengan gaun pernikahan menjuntai sepanjang 3 meter.
"Aku lelah, kau saja yang turun untuk berdansa. Cari wanita di luar sana yang mau menjadi pasangan dansamu Zen."
"Cepat kau ganti pakaianmu, atau kau ingin aku membantumu berganti pakaian?"
"Tidak perlu karena aku tidak akan mengikuti pesta dansa itu."
"Atau kau ingin pilihan ketiga? Kau hanya perlu diam dan aku sendiri yang akan mengganti pakaianmu."
Sontak saja Stesha yang memejamkan mata seketika membuka mata lebar dan menegakkan tubuh sembari menyilangkan tangan berniat menutupi tubuh.
"Why Otets is having this fucking dance party. When this marriage has disgusted me."
"Your Otets wants to make this wedding party unforgettable for us. He wants make us happy."
"Not us. Just you. Not me."
"Whatever. Sekarang kau ingin ganti mengganti bajumu sendiri atau aku yang menggantikannya?"
Stesha acuh, kembali berbaring tak mengindahkan ucapan Zeno yang setengah kesal karena mengabaikannya. Beberapa menit Zeno hanya mengamati wanitanya yang tengah berbaring hingga kesabaran Zeno sudah menipis dan tidak bisa menunggu lebih lama. Mendekat, Zeno menggulingkan tubuh wanita itu menjadi tengkurap membelakanginya. Menurunkan resleting gaun secara paksa hingga terlihat punggung polos Stesha.
"Apa yang kau lakukan Zeno!"
"Mengganti pakaianmu."
Stesha memberontak, menahan lengan Zeno yang terus melucutinya.
"Saat aku memberimu pilihan kau tidak memilih keduanya, jadi kupikir kau ingin pilihan ketiga. Dan aku tidak pernah main-main dengan ucapanku Ste."
"Stop it Zeno!"
Zeno bergeming. Mengabaikan Stesha yang lebih dulu mengabaikannya.
"Okey, aku akan mengganti pakaianku."
Zeno tersenyum kemenangan, berhenti dari aktivitas yang membawanya pada tubuh mulus stesha yang hanya berbalut underware. Bangkit dari ranjang, Zeno kembali menata penampilannya di depan cermin, sedangkan Stesha menggerutu dengan bibir menggumamkan sumpah serapah untuk Zeno.
Kedua pasang manik itu bersibobrok lewat pantulan kaca cermin sembari Stesha yang melilitkan tubuhnya dengan selimut untuk pergi ke kamar mandi. Untuk pertama kalinya Zeno menemukan Stesha yang tampak menggemaskan bukan Stesha yang berwajah arogan seperti biasanya hingga kekehan geli Zeno menjadi bukti paling otentik.
***
Senyum palsu Stesha berikan kala menatap Zeno yang saat ini menjadi pasangan dansanya. Alunan musik jazz dari seorang violin yang menjadi iringan pasangan ini tak membuat wanita ini senang kala Zeno meletakkan lengannya pada pinggangnya. Biarlah ini menjadi yang terakhir bagi Stesha menebar senyum palsu dihadapan semua orang atas pernikahannya bersama kapten pilot ini.
"Kau senang berhasil membawaku ke pesta dansa ini?"
"Bukankah itu sudah tergambarkan dari wajahku Ste?" Zeno tersenyum manis.
Dua orang yang sedang berdansa di tengah-tengah hanya fokus pada dunianya tanpa melihat tamu yang terus memandang mereka sebagai pusat perhatian. Tiba-tiba terpikir dalam benak Stesha untuk menanyakan hal tentang perjodohan yang menurutnya tidak ia sukai. Ia ingin tau alasan Zeno.
"Apa yang membuatmu menerima perjodohan ini?"
"Karena kau cantik?"
"Basi. Jika tidak karena cantik, pasti jawabanmu adalah menurut apa kata orang tua," cibir Stesha.
"Kau sendiri? Kutebak kau menerima ini karena tidak ingin mengecewakan para tetua."
Zeno tersenyum kemenangan. Ia selalu punya cara untuk memutar kalimat Stesha membuat wanita itu terdiam. Menarik Stesha satu langkah lebih dekat, Zeno memiringkan kepalanya untuk melihat Stesha yang menatapnya tak suka. Wajah yang tidak pernah jemu untuk Zeno pandang.
Sekian detik tidak ada yang mereka lakukan selain saling memandang. Setelahnya hal yang sama Stesha lakukan pada Zeno ketika pria itu tidak berhenti tersenyum. Senyuman yang Stesha artikan seperti mengejek. Sangat menyebalkan menurutnya.
Mengeratkan kalungan lengan di leher itu hingga keduanya hanya menyisakan jarak beberapa inci. Secara tak terduga, Stesha mencium Zeno hingga riuh tepuk tangan berkumandang menyaksikan keduanya yang terlihat romantis. Melepaskan tautan bibir itu ternyata tak semudah Stesha kira kala Zeno malah menekan tengkuknya memperdalam ciuman. Ciuman mendominasi yang membuat Stesha kewalahan, hampir tak memberi kesempatan wanita itu untuk bernapas jika saja ciuman lebih lama.
Predikat 'Good Kisser' benar-benar dimiliki Zeno.
Setelah merasa puas, Zeno menyudahi tautan mereka. Dilihatnya Stesha menghirup udara dalam-dalam, menyimpan stok udara itu untuk paru-paru yang kehabisan napas. Berbeda dengan Stesha yang napasnya tersenggal, Zeno dapat mengatur pernapasannya dengan baik meskipun di dalam sana jantungnya berpacu lebih cepat. Kini Zeno membersihkan coretan lipstick merah bata yang sudah tak lagi berada pada tempatnya dengan ibu jari.
"Terima kasih untuk ciuman tak terduganya, bibirmu manis juga lembut seperti marshmallow."
Ciuman yang berniat menjadi ajang balas dendam karena Zeno yang memutarbalikkan kata-katanya hingga membuatnya terdiam karena malu kembali pada Stesha layaknya boomerang.
To Be Continued
***