Usai mencuci tangan Dylan kembali menuju wanita yang tengah menggendong keponakannya itu. Tampak keponakannya tidak lagi memejamkan mata. Ia malah seperti asyik bergurau dengan wanita itu dalam gendongannya.
Dylan memperhatikan bagaimana wanita itu menggendong keponakannya. Meski masih muda, ia terlihat lihai. Tidak terlihat kaku sama sekali. Ia sudah terlihat cocok untuk menjadi seorang ibu.
Hush, apa yang tengah dipikirkannya. Ia segera mengusap wajahnya dan membuang jauh pemikiran konyolnya itu. Ia kemudian memgambil sang keponakan dari gendongan wanita itu.
"Suka banget sih mendominasi Davin. Loe nggak bosen tiap hari kesini main sama Davin...," ujar Dylan kemudian memecah keheningan diantara keduanya. Ia kini tengah menggendong keponakan gembulnya.
"Emang gak boleh, Kak Di aja yang ibunya nggak keberatan tuh aku sering ajak main Davin. Kenapa Kakak yang sewot...," ujarnya masih sibuk dengan Davin karena jari tangan wanita itu di buat mainan oleh Davin dan digenggam erat.
"Ck... ya loe kan bisa main sono sama temen-temen loe atau apa kek. Nggak setiap hari kesini juga....," ucap Dylan ketus.
"Kenapa sih, Kak Dylan bosen liat wajah Lavina ? Kalau bosen ya nggak usah di lihat. Lagipula Kak Di, juga jarang-jarang pulang, jadi ya jarang-jarang juga ketemu Davin dan main sama Davin...," ujar wanita pemilik nama Lavina itu.
"Makanya cepet nikah sono, biar punya anak sendiri nggak sibuk mainin anak orang...," ucap Dylan.
"Ck...nggak salah tuh, harusnya pernyataan itu buat Kakak sendiri. Lagipula nggak usah nyuruh Lavina nikah deh, tanpa Kakak suruh Lav juga bakal segera nikah dalam waktu dekat...," ujar Lavina.
Deg. Dylan yang mendengar pernyataan dari Lavina terkejut. Bukan tanpa alasan kan wanita itu tiba-tiba berkata seperti itu. Apa Lavina benar-benar sudah berhenti mengejarnya dan memutuskan untuk menikah dalam waktu dekat?
Bukan tidak myngkin hal itu akan terjadi. Lavina gadis yang cantik meski bertubuh mungil. Rambutnya indah bergelombang, kulitnya putih, dan ia memiliki lesung di kedua pipinya yang selalu tampak manis ketika tersenyum.
Ck, lagi-lagi pemikiran konyol itu datang lagi, gumam Dylan.
"Emang ada cowok yang mau nikahin loe...," ujar Dylan mencoba untuk menyembunyikan rasa penasarannya di balik pertanyaam itu.
"Banyaklah, Lav nggak perlu repot. Tinggal pilih aja mereka para lelaki nggak akan ada yang nolak..," ujar Lavina dengan percaya diri.
"Ck...pede, buktinya gue nolak loe...," ujar Dylan kemudian. Ups...sepertinya ia salah bicara. Setelah mengatakan hal itu ia melihat raut wajah murung Lavina. Matanya tak seceria tadi, seakan ada air mata yang menggenang disana dan menunggu akan jatuh.
"Lav lulang dulu, latihan hari buat jadi mama selesai. Lavina pamit Kak...," ujar Lavina kemudian. Ia mengucapkan kata pamitnya itu tanpa melihat wajah Dylan. Ia langsung pergi begitu saja. Sementara Dylan menatap kepergian Lavina dengan perasaan bersalah.
Ia keluar dari kamar menuju ruang keluarga untuk mencari Lavina, kemungkinan wanita itu berada disana. Tapi, tak ada wanita mungil itu disana, yang didapatinya hanya sorot wajah penuh tanya dan sedikit amarah dari keluarganya.
"Kamu apain Lavina Bang...?" tanya Mama Diana pada Dylan. Dylan hanya menggaruk rambutnya kasar dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya masih menggendong Davino.
"Nggak diapa-apain kok ma...," ujar Dylan kemudian.
"Nggak mungkin dia pulang dengan wajah sedih kayal gitu kalau nggak abang apa-apain..," ucap Mama Diana lagi.