Rumah yang menjadi kediaman bagi pasutri, kini tidak dilengkapi dari salah satunya, karena sang mantan, akan pergi bersama sebuah koper yang ia genggam.
Sepuluh tahun adalah waktu yang cukup lama dalam dunia pernikahan. Namun dalam bentuk kesetiaan, itu terbilang muda.
Menjadi setia pun percuma, karena dia-pria brengsek-itu mengkhianati cintanya, hanya karena sepucuk bunga yang telah layu.
Kini, sang mantan suami mengejarnya, dan mengatakan hal yang tidak membuahkan hasil sama sekali.
"Tania, kumohon ... kita bisa rujuk kembali bukan? Dan membuat hubungan ini kembali bersemi, aku janji, janji akan menjaganya selalu."
Bohong! Tania tak ingin mengulanginya lagi, karena sekali berbuat akan terulang kembali, dan tak mungkin pula ia akan memelihara kemaksiatan dalam rumah tangga, karena itu telah mengotori hubungan yang suci dan meleceti yang namanya sumpah setia.
"Maaf Sean, waktuku tidak banyak lagi untuk berbincang denganmu, semuanya telah jelas ketika kita telah resmi bercerai, jadi ... biarkan aku tenang dan bahagia dalam mencari dekapan yang baru, karena diriku tidak sudi didekap dengan sayap yang berduri, rasanya amat sakit, sampai-sampai ... air mata tak bisa menetes lagi, terima kasih."