Chereads / Pelangi Kehidupan Mona / Chapter 30 - Kebahagiaan Kecil dari Kebaikan

Chapter 30 - Kebahagiaan Kecil dari Kebaikan

"Mona, jangan bermimpi. Bagaimana kamu bisa memberikannya secara cuma-cuma? Semua ini harus dipotong di akhir tahun. Setiap keluarga akan diberikan satu atau dua kilo daging. Tidak mungkin lebih, kecuali kamu membelinya. Kalaupun dijual, hanya orang-orang yang memiliki kupon yang boleh membelinya. Sementara nenek tidak memberikan kupon itu ketika kita pindah rumah. "

Rano sedikit khawatir. Ia takut karena kupon jatah keluarganya dimiliki nenek. Bagaimana nantinya keluarganya ingin membeli daging. Tentu akan jadi hal mustahil, bukan?

Melihat adik laki-lakinya terlihat sedikit sedih, dia menepuk tangan kecil Mingyuan, "No, kita akan tetap bisa makan daging, semuanya akan ada di sana, dan kita akan membangun rumah besar nanti."

Mendengar apa yang dikatakan Eka, Rano teringat uang yang mereka dapatkan dari menjual ginseng kemarin. Ia merasa jauh lebih baik ketika ingat keluarganya sudah punya uang.

Setelah melewati empat baris kandang babi, di depannya terdapat sebuah lubang persegi panjang besar yang terbuat dari semen dengan kedalaman lebih dari 20 meter dan panjang lebih dari 100 meter, banyak laki-laki di dalamnya yang bekerja dengan penuh semangat. Beberapa mengambil kotoran dengan sekop khusus. Ada sebuah lubang di sisi timur, lubang untuk mengeluarkan kotoran-kotoran itu.

Di dalam lubang, anak-anak menemukan sosok ayahnya.

"Ayah, kami di sini" Anak-anak mengangkat tangan mereka di dekat lubang.

Restu mendengar suara beberapa anaknya dari jauh, dan ketika dia melihat ke atas, dia menemukan anak-anaknya berdiri di samping lubang.

Sambil melempar sekop di tangannya, dia berlari dengan cepat, menarik anak itu menjauh dari lubang, "Kenapa kalian ada di sini? Di mana kakak tertuamu?".

"Ayah, Kak Eka sudah pulang, kita kesini untuk melihat-lihat. Sudah lama sekali kita tak kesini, bahkan Moba lupa tempat apa ini"..

"Kalau begitu segeralah pulang setelah ini. Hati-hati selama disini, Rena, awasi adik-adikmu. Ayah akan pergi bekerja dulu."

Mona melihat tetesan keringat menetes dari wajah ayahnya, dan buru-buru menyeka keringat dengan itu dengan tangannya. "Ayah, lap keringatmu. Jangan sampai keringatmu kering karena angin, kamu bisa sakit." .

Restu dengan penuh kasih sayang menyentuh wajah kecil anak-anak yang dingin, mengusap kepala kecil putranya, dan masuk kembali ke dalam lubang untuk melanjutkan bekerja.

Di sisi utara kandang babi, sebenarnya ada dua tumpukan besar, tumpukan jerami persegi panjang seperti pegunungan. Jerami itu merupakan batang jagung kering. Tumpukan itu tingginya kira-kira 60 meter. "Begitu banyak rumput, kita bisa ambil sebagai kayu bakar. Melihat begitu banyak batang, reaksi pertamanya adalah dia tidak perlu menyapu dan mengumpulkan, hanya perlu membawanya pulang."

Rano berkata dengan serius, "Mona, kita tidak bisa membawanya. Jerami ini sengaja dikumpulkan untuk memberi makan hewan ternak."

Rena memandangi Mona, tersenyum dan menjelaskan dengan sabar, "Mona, ini jatah untuk ternak. Kita harus mencari jerami sendiri dengan menyapu. Jika kita mengambilnya, hewan-hewan ternak itu tidak akan kenyang. "

Ketiga bersaudara itu lalu berjalan ke utara, melintasi tumpukan jerami ke utara, terdapat sebuah rumah kecil dengan tanah yang diratakan dengan semen. Sedangkan di sebelah utaranya adalah tanah terbuka.

Ketiga kakak beradik itu hampir saja pulang. Tapi, mereka mengurungkan niat untuk pulang karena mendengar keributan. Mereka tak tau suara ribut apa itu. Jadi, mereka memutuskan berlari ke sumber suara dan memastikan apa yang terjadi.

Mereka tak paham apa yang terjadi. Tapi mereka melihat sekelompok orang mengejar babi. Salah satunya sudah berhasil menggendong babi.

Rano dengan bersemangat meraih tangan Rana, "Kakak, kita akan ikut antre daging babi, ayo kita pulang dan segera ambil baskom"

Ini adalah pertama kalinya Mona melihat penangkapan babi seperti ini. Jadi, ia sangat ingin tahu, "Kakak, kamu pulang untuk mengambil baskom, aku akan melihat di sini."

Rena tidak khawatir meninggalkan adiknya di sini sendirian. Tapi, ia tetap harus berpesan pada dua adiknya itu. "No, kamu dan adik lihatnya dari sini saja. Kakak pulang dan ambil baskom. Hati-hati dan jangan mendekati kerumunan."

Rano mengangguk, menyatakan bahwa dia mengerti.Dia sangat senang karena akan mendapatkan bagian daging. Mereka mengantre dengan penuh kegembiraan.

Ketiganya mengantre di tengah-tengah barisan pekerja ladang. Seorang kepala produksi berdiri di depan kandang dan mulai berkata "Dengarkan baik-baik. Semua orang harus kembali lagi kesini nanti pada jam 1 siang. Semuanya akan mendapatkan daging. Jadi, bersenang-senanglah dan lupakan semua masalah sejenak", kepala tim produksi itu kemudian mengikuti ucapannya dengan tawa.

Seorang pria tua di bawahnya juga bercanda "Pak, jika Anda tidak memiliki cukup daging, saya akan memotong sepotong daging Anda dan memberikannya kepada orang-orang."

Kepala tim produksi itu tidak merasa kesal, dia masih berkata sambil tersenyum, "Oke, Paman, jika kamu merasa kulitku bisa ditembus dengan pisaumu itu, ayo sembelihlah."

Para pekerja yang mengantri terhibur oleh dialog antara kedua orang tersebut. Rano berada di antrean dan Mona sedang menonton bagaimana cara menyembelih babi. Keahlian penyembelih babi mereka sangat bagus. Setelah beberapa saat, kulit babi itu dicukur. Setelah kulit babi bebas dari bulunya, daging, kepala, dan kukunya dimasukkan ke dalam air panas.

Segera daging babi itu kemudian dibagi-bagi, sepotong demi sepotong, tetapi tidak ada timbangan untuk menimbang setiap bagian daging babi. Anehnya, Mona benar-benar tidak dapat melihat perbedaan antara potongan daging. Meskipun begitu, semua orang tetap senang menerimanya tanpa cemburu. Jika ada yang ,melihat tetangganya tidak datang, mereka akan dengan senang hari memintakan jatah tetangganya dan membawakannya.

Ketika Rena datang dengan baskom di tangannya, tiba giliran mereka. Mona mengamati. Potongan daging di keluarganya ada yang terlalu besar, dan ada yang lebih kecil. Orang-orang saat ini suka daging dengan banyak lemak sehingga mereka bisa pulang dan memanggangnya. Jika memanggang daging tanpa lemak, maka akan butuh minyak untuk memasaknya. Inilah mengapa daging tanpa lemak di masa ini justru lebih murah.

Tiga kakak beradik itu pulang dengan bahagia. Mereka membawa 3 potong daging bagian mereka. 3 potong daging ini cukup untuk mengubah menu makanan mereka di siang hari.

Dari kejauhan, Ida melihat anak-anak memegang baskom di tangannya dan dia menebak dengan samar, "Sepertinya aku harus kesana. Mungkin saja ada daging juga untuk makan siang keluargaku hari ini."

Kalau soal daging, mata perempuan itu membelalak penuh semangat. Setiap hari tidak ada daging atau ikan di rumahnya. Jadi, melihat daging mentah saja perutnya sudah lapar.

Dewi melihat baskom di tangan anak-anak, dan menampakkan senyum di wajahnya tidak pernah pudar, "Anak-anak ibu pulang."

Melihat Ibunya sudah kembali, anak-anak dengan senang hati berlari dan mengangkat baskom di tangan mereka. "Bu, ada banyak daging, mari kita goreng dan makan siang hari." Rano bertingkah seperti bayi kelaparan di depan Dewi..