Awal bermulanya hari, seperti biasa. Matahari dari ufuk timur yang muncul perlahan, berbarengan dengan tetes embun dari daun-daun dan rerumputan. Pak tarno pun berangkat ke sawah miliknya ditemani ibu julaeha, disusul anak tercintanya "kama kanaka", yang beranjak tumbuh menjadi anak periang, serta sangat cerdas.
Senyum sapa menyertai pak tarno, dari orang-orang yang dilawati pak tarno dan keluarganya menuju ke sawah. Namun, ditengah jalan tiba-tiba pak tarno di cegat oleh beberapa warga, yang mengajak pak tarno berangkat bersama ke sawah.
Ternyata, disitu terjadi sebuah obrolan.
"Gimana pak, tawaran kami?" tanya salah seorang petani yang berjalan berbarengan dengan pak tarno.
"Tawaran apa?, kalo mau bagi-bagi bibit gratis ya saya mau, sini sini." canda pak tarno menjawab.
Jadi, tempo hari para warga berkumpul dan bersepakat untuk mengangkat pak tarno menjadi lurah di desa subur makmur. Menggantikan pak tedjo yang memang sudah tua, dan dianggap sudah tidak layak memimpin desa tersebut. Tetapi, disini ada penolakan dari anak-anak pak tedjo yang memang menginginkan jabatan sebagai lurah. Mereka berpikir, kalo penerus lurah yang berhak ya anak-anak dari pak tedjo. Mengetahui hal tersebut, pak tarno selalu menolak walaupun warga selalu membujuk dirinya. Baginya, cukup menjadi petani biasa, yang walau tidak berpangkat tapi bisa bahagia. Masalah membantu orang, baginya cukup jika ia merasa lebih maka ia akan membantu orang lain.
Tak lama, sampailah pak tarno di saung miliknya. Pak tarno sampai terlebih dahulu dibandingkan warga yang mengajaknya berangat bersama tadi. Dengan wajah penuh semangat bekerjalah pak tarno, dibantu istri dan anak kesayangannya.
Hari semakin siang, dan waktu menunjukan tengah hari. Dimana waktunya untuk beribadah dan istirahat makan. Semua dilakukan pak tarno dan keluarga di saung yang berdiri tengah sawah miliknya.
Tetapi, saat selesai ibadah dan makan. Tiba-tiba istri pak tarno menjerit waktu mencuci piring dibelakang saung. Ada seekor ular besar yang melingkar dibawah saung pak tarno. Pak tarno segera mencari sabit dan mencoba mengusir ular tersebut. Dan disini mulailah keanehan terjadi. Kama kanaka kecil seolah-olah bicara dan ular itu pun pergi. Pak tarno kembali menyarungkan sabitnya dan bertanya kepada anaknya.
"kama, apa yang kamu lakukan nak?" Tanya pak tarno penuh keheranan.
"dia(ular itu) gak jahat kok pak, cuman numpang berteduh dari teriknya matahari" jawab kama polos.
"terus, kemana dia nak?" Tanya pak tarno lagi.
"aku cuma bilang pak, kalo kamu lapar itu ditengah sawah ada tikus, kamu makan, tapi setelah itu kamu pergi, kamu buat ibuku takut" jawab kama lagi.
"terus?"
"katanya dia mau kehutan pak, dan munta maaf bukan bermaksud menakuti ibu".
"subhanallah…." ucap pak tarno dan istri berbarengan.
Merasa khawatir, Bu julaeha pun menasehati kama supaya tidak menceritakan hal itu kepada siapapun kecuali bapak dan ibunya mengenai kama yang bisa bicara dengan ular. Tapi ternyata, bukan Cuma ular, kama kecil pun bisa berbicara dengan binatang lainnya, dan dari situ ia memiliki banyak teman dari kalangan binatang.
Sang elang, adalah salah satu teman kama kanaka, ia senantiasa menemani kama pergi kemanapun. Bahkan ketika kama disawah, ia akan bertengger diatas saung milik pak tarno. Begitulah sampai kama beranjak dewasa dan elang itu pergi dengan sendirinya.
Sang elang pernah berbicara kepada kama kanaka kecil, bahwa diatas awan ada sebuah negeri yang dihuni oleh raja yang amat tamak dan kejam. Elang berpesan kepada kama, kalau kama sudah dewasa nanti, ia akan ditakdirkan menumpas kejahatan raja tersebut. Dari situ kama selalu berpikir dan merenung, bagaimana aku menumpas sebuah kejahatan, sedang aku tak pandai ilmu beladiri dan bermain pedang.
Hari terus berganti sampai kama mulai menginjak remaja, dan sang elang sudah tidak ada didekatnya. Elang pergi tanpa sepengetahuan kama, dan ia tak meninggalkan pesan kemana ia akan pergi.
***