Chapter 12 - 12°

Malam hari menyapa, kini sudah jam 12 malam dan Haneul masih menunggu hujan itu tiba. Kalau dilihat dari langit sih harusnya akan hujan.

"Ayo lah hujann, biar gw bisa main-main di bumi ini yang terakhir sebelum gw mati. Ayo dong hujan gw gak mau nunda-nunda mati lagi" kata anak itu dengan tatapan penuh harapan ke luar jendela.

Dan saat itu juga atap Haneul berbunyi seperti suara hujan tetapi hanya sekali dua kali bunyinya.

Haneul hanya diam, fokus pada suara itu sampai suaranya menjadi semakin sering datang juga jendelanya mulai terkena air hujan.

Haneul melebarkan matanya tak percaya, doanya dikabulkan!

Haneul akan menunggu hujan itu deras, baru mengirim pesan pada Mark dan pergi ke jembatan.

Jam 1 malam, hujan sudah deras seperti hari kemarin.

Haneul segera mengirim pesan foto itu padanya, dengan penutup 'terimakasih buat semuanya, gw bersyukur banget bisa punya temen kayak lu. Sekali lagi, makasih ya'

Kemudian Haneul langsung mematikan ponsel itu total, menyimpannya dalam laci lalu keluar dari rumah lewat jendela dan mengendap-endap sampai ia terlepas dan menjauh dari rumahnya itu.

Lalu ternyata berhasil! Haneul tersenyum lebar, lalu meludahi rumah itu "Bye bitch" kemudian pergi berjalan dengan payung hitamnya.

Perasaan Haneul benar-benar senang, berjalan dibawah hujan lebih menyenangkan daripada hanya menatapnya dari kamar. Apalagi sekarang tidak ada sama sekali suara kendaraan, suara orang-orang, keberadaan orang-orang.

Hanya ada suara alam dan dirinya yang sedang berjalan bahkan sampai sambil lompat-lompat dan menari-nari.

Haneul juga tak henti tersenyum dari sejak awal.

Semua perasaan sedihnya, sakitnya, pedihnya itu hilang seketika.

Sampai akhirnya ia sampai di jembatan itu, ia terdiam mematung sebelum berjalan ke jembatan itu.

Haneul memejamkan matanya, menghirup nafas panjang dan membuangnya dengan rileks. Lalu kembali ia membuka matanya.

"Sudah Haneul, mau sampai kapan dibatalin terus? Kamu juga sudah bersenang-senang dengan alam barusan" batinnya.

Bukan, bukan halusinasi atau bisikan-bisikan hantu lagi kok. Kali ini memang murni batinnya sendiri yang berbicara.

Haneul tadi sudah makan obat itu banyak sebelum perjalanan makanya aman saja Haneul sedari tadi tentang penyakitnya.

Haneul maju selangkah demi selangkah dan kini ia sudah tepat dibawah lampu jalan.

Haneul melepaskan payung itu perlahan, menaruhnya di jalan dan membiarkan air hujan membasahi tubuhnya.

"AKHHHHH!!!!!" teriak Haneul dengan air mata yang sudah tercampur dengan air hujan.

Ia terus menangis bahkan lebih parah lagi karena otaknya yang tiba-tiba memutar semua memori pahit dari hidup wanita itu.

Perlahan Haneul jongkok, menunduk dan memeluk kedua kakinya dengan tangisan yang hebat.

"AKHHHHHHHH!!!!!" teriaknya lagi menumpahkan semua rasa sakit dan amarah yang selama ini hanya ia diamkan, bahkan ia meninju jalan jembatan ini hingga tak sadar tangannya sekarang ikut berdarah karena meninju jalan yang kasar.

"Puas lo semua? PUAS DONG! UDAH BERHASIL BIKIN GW MATI KARENA TANGAN GW SENDIRI HAHAHAHAHA!" sahutnya sembari menyeret kepalan tangannya di aspal, membuat luka itu semakin besar dan meneteskan darah.

Haneul hanya ingin menumpahkan semua amarah dan emosinya, memang begini caranya kalau ia tidak mau menyakiti orang lain. Akhirannya ia akan menyakiti dirinya sendiri.

Agar tidak berlama-lama lagi, Haneul bangkit dari jongkoknya, berbalik menghadap sungai dari jembatan itu dan tersenyum.

"Hai air"

Ia mulai naik pada pagar jembatan dan akhirnya kini ia berdiri sempurna di atas pagar jembatan itu.

Sebenarnya, ini sedikit menakutkan baginya karena sangat tinggi. Tapi mau ditunda sampai kapan lagi? Semakin ditunda semakin sakit mental dan batin Haneul.

Agar tak takut ia memejamkan matanya kuat-kuat, lalu merentangkan kedua tangannya perlahan, mengambil nafas panjang dan bersiap menjatuhkan dirinya ke air.

Tubuhnya sudah setengah melayang untuk terjun ke air, tapi ia malah tertarik ke belakang dan jatuh tidak mengenai jalan tetapi diatas tubuh orang.

Tubuh Lee Mark.

Lelaki itu bangun dan menidurkan kepala Haneul di pahanya.

"Haneul? Haneul lo ngapain lo gila ya?!" histeris orang itu dan Haneul hanya menjawabnya dengan pelan.

Mark benar-benar panik dengan sejuta pertanyaan, apa yang Haneul lakukan? Kenapa wajahnya ada luka lebam dan plester juga? Kenapa tubuh tangan kakinya juga ada bagian yang lebam? Apa karena ini makanya ia tidak masuk sekolah? Tapi siapa dan mengapa orang melalukan itu pada perempuan?

"K-k-kok lu bisa disini? A-a-awas jangan nunda gw l-l-agi" dan Haneul terhenti berbicara dengan tangannya sudah tergeletak tak berdaya di atas jalan.

"Haneul? HANEUL?!" panik orang itu kemudian langsung menggendong Haneul ke mobilnya dan membawanya ke rumah.

Mark membawanya dengan kecepatan tinggi padahal ia tidak biasa begini. Tapi ia begini karena panik juga untuk keselamatan Haneul sendiri. Dirinya juga masih kaget melihat Haneul melakukan itu. Ia tidak menyangka sama sekali, ini pertama kalinya juga ia melihat orang melakukan percobaan bunuh diri.

"Dia beneran gakpapa pah?" tanya Mark sekali lagi memastikan pada sang ayah.

Dan sang ayah mengangguk, "Iya nakk udah berapa kali kamu tanya ini, tenang aja dia itu cuma pingsan. Besok juga bangun"

"Terus dia beneran tidur disini?" tanya Mark lagi.

"Ya terus mau dimana? Di kamar bibi gak mungkin, di kamar kakak juga ga gudang apalagi. Ya cuma tempat kamu paling bisa buat di tidurin kasurnya juga besar, emang kenapa? Mikir macem-macem kamu ya?"

Mark langsung menjawab dengan panik, "Hah enggak apa-apaan emang aku mikir apaan?" balasnya tetapi kepalanya sudah dipukul pelan dengan suntikan dari ayah.

"Awas sampe kamu macem-macem ya sama dia, papa bakal usir kamu dari rumah ini. Benar gak bohong papa loh" ancamnya.

"Iyaa pahh lagian aku mau ngapain si papahnya aja yang mikir macem-macem" balas anak itu lagi.

"Ya udah sana tidur besok sekolah" lalu papa menutup kamar Mark dan pergi.

Mark menghela nafas, lalu menatap perempuan malang itu yang masih tertidur lelap dengan baju tidur miliknya sendiri.

Baju tidur warna biru langit, baju tidur favorit Mark.

Jangan berpikir tidak-tidak, yang mengeringkan tubuh dan mengganti baju Haneul itu bibinya bukan Mark.

Mark yang tadi duduk di pinggir kasur berdiri dan berjalan menjadi tiduran disamping Haneul. Bahkan sampai saat ini ia masih setia menatap Haneul.

Sebenarnya, dari awal mereka bertemu Mark juga sudah sempat menaksir perempuan ini.  Tapi ia sadar ia sudah punya Mina jadi ia tidak bisa memperjuangkan Haneul.

Tapi mulai sekarang, Mark akan memperjuangkan Haneul, Mark yang akan menjadi pendamping Haneul.

Jelas alasannya karena Mina sendiri selingkuh dari Mark, ya. Mark sudah membaca pesan dari Haneul.

Mark memang sudah mencurigai Mina dari awal, tapi karena tidak pernah mendapat bukti yang jelas jadi Mark selalu diam saja pura-pura tidak tahu apalagi Mark pasti akan kalah berdebat karena perempuan itu jago dalam berdebat.

Mark beralih menatap tangan Haneul yang diperban, diingat-ingat Mark ngilu sendiri melihat tangannya ketika di jalan tadi karena darah banyak bercucuran terus menerus dengan jumlah yang terbilang banyak.

Mark mengambil tangan itu, mengelusnya sangat lembut dan menciumnya dengan tulus.

"Cepat sembuh baby"