Chereads / Sang Diva : Terlahir kembali untuk balas dendam / Chapter 17 - Pertarungan Menembak dengan Atlet Nasional

Chapter 17 - Pertarungan Menembak dengan Atlet Nasional

Angin yang berhembus terasa agak lembap, dan memiliki sedikit aroma bunga. Yura bersandar di depan gudang jerami untuk menikmati udara yang sejuk dan segar. Ada teh hangat dan obat di samping meja kecil dekat gudang jerami itu.

Yura belum mulai syuting, jadi dia sedikit lebih santai. Setelah kejadian di dua hari pertama proses syuting, kru acara itu sangat memperhatikan kondisi fisik Yura.

Ketika Yura sakit, mata Dion akan mengarah ke sisi Yura, dan kemudian dia akan selalu mencemaskan gadis itu. Dion tidak pernah muncul di variety show sebelumnya, jadi para kru di acara itu tahu betapa sulitnya mengajak Dion untuk berpartisipasi dalam sebuah acara.

Sambil berdiri di pintu ruang tamu, Dion telah menatap Yura selama 20 menit. Saat Dion melihat Yura mengenakan kaos biru muda dan celana panjang linen berwarna hitam pagi ini, dia sengaja kembali dan mengganti pakaiannya dengan warna yang senada dengan baju yang dikenakan Yura.

Kebetulan Yura naik ke atas dan bertemu dengannya, keduanya berdiri berhadapan dan saling melihat bahwa warna dan gaya pakaian mereka hari ini serasi.

"Apakah kamu masih merasa tidak sehat?" tanya Dion pada Yura. Nada suara Dion menjadi canggung saat dia bangun di pagi hari.

"Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja sekarang, hanya sedikit lelah," kata Yura tanpa sadar menyentuh dahinya.

Demam sudah hilang, tapi rasa lemas dan kelelahan setelah demam benar-benar tidak nyaman. Setelah berbicara, Yura melirik pakaian Dion, dan diam-diam melihat kerah Dion yang belum dirapikan. Yura sudah menghabiskan banyak waktu di industri hiburan. Setiap acara dan variety show memiliki pusat perhatiannya sendiri. Sekarang, dia dan Dion jelas merupakan pusat perhatian di acara ini.

Yura mengulurkan tangannya untuk membantu Dion mengatur kerahnya. Dion biasanya menyukai beberapa dekorasi kecil di pakaiannya. Kancing kemejanya kali ini didekorasi dengan burung yang membuat kemejanya sangat hidup.

Dion memandang Yura yang mencondongkan tubuhnya sedikit lebih dekat karena fokus membantu dirinya untuk mengatur kerah bajunya. Alisnya jauh lebih lembut sekarang, mungkin dia tidak menyadarinya, tapi akhir-akhir ini Dion menjadi orang yang lebih tenang. Tidak seperti dulu lagi, Dion kini tidak menampilkan ketegangan di alisnya yang seolah sedetik berikutnya dia akan mengeluarkan pistol untuk menyerang siapa pun yang mengganggunya.

Dion sangat pintar. Dia mengetahui bahwa nilai jual dari pertunjukan ini adalah dia dan Yura, jadi dia tahu Yura akan dengan sengaja berinteraksi dengan dirinya saat menghadap kamera. Tapi jauh di lubuk hatinya, dia berharap Yura akan melakukan semua tindakannya kepada Dion secara alami.

Seperti sekarang, Dion berharap setiap pagi, Yura yang akan merapikan kemeja dan dasinya sebelum berangkat kerja.

"Apa kamu minum dengan sutradara tadi malam?" Yura bisa mencium bau samar alkohol di tubuhnya. Dia juga tahu bahwa sutradara acara ini suka mengajak para bintang tamu untuk minum di malam hari.

Ini bukan masalah besar, tapi Dion rentan alergi saat berada di tempat selain rumahnya sendiri.

"Aku tidak bisa tidur tadi malam. Kebetulan aku bertemu dengan sutradara dan minum dua gelas," kata Dion menjelaskan. Suara Dion hangat dan lembut. Nadanya juga terdengar sangat damai.

Dia kini seperti seseorang yang sedang diselidiki oleh pacarnya dengan serius.

"Apa kamu tidak tahu kalau kamu punya alergi?" Yura merapikan kerah bajunya dan melirik leher dan lengan Dion. Untung saja tidak ada kemerahan atau alergi di tubuh pria itu.

"Ya. Aku tahu itu," jawab Dion singkat.

Yura menatap Dion dan mendapati matanya yang berwarna pekat seperti tinta. Dia selalu memancarkan aura penuh kasih sayang saat berhadapan dengan Yura. Yura sedikit bingung saat itu, pipinya memerah.

Emosinya selalu tersembunyi dengan baik, tetapi setiap kali di depan Dion, Yura tidak bisa menyembunyikannya sama sekali. Yura takut Dion menyadari bahwa Yura ingin memilikinya, jadi dia segera mengalihkan tatapannya.

"Kalau begitu makan sesuatu yang ringan saja untuk hari ini," Yura menunduk, menarik tangannya dari kerah Dion.

Yura sebenarnya sudah terbiasa dengan adegan romantis dengan aktor lain, tapi saat menghadapi Dion, dia tidak bisa melakukan apa pun selain menahan malu.

Tiba-tiba terdengar sutradara sedang berlari setelah sarapan. Dia belum bercukur dan tercium bau alkohol yang samar dari napasnya.

"Yura, hari ini kami bermaksud untuk membuat interaksi antara kamu dengan para atlet, lalu membicarakan beberapa kehidupan dan pengalaman kalian masing-masing dalam beberapa tahun terakhir. Kemudian, kami akan membahas tema yang menginspirasi. Bagaimana menurutmu?" jelas sutradara pada Yura.

Sejak bergabung dengan acara tersebut, Yura hanya melakukan hal-hal yang sepele karena tema acara ini memang kehidupan sehari-hari yang sederhana. Namun, penjelasan sutradara barusan membuatnya sedikit terkejut, tapi dia mengangguk dengan cepat, "Baiklah. Aku mengerti maksudmu, pak."

Ketika Aldo dan Raka tiba di area syuting, adegan syuting pertama adalah Yura membawa mereka ke arena tembak. Jarak tembak agak kurang sesuai, dan kru acara itu tidak mengizinkan para bintang tamu untuk menggunakan peralatan menembak profesional, jadi mereka harus menyediakan sejumlah papan kayu dan pistol mainan yang diwarnai dengan cat merah sebagai alat penilaian untuk adegan pertama ini.

Raka adalah seorang atlet menembak. Saat melawan dengan Yura, tentu saja pertandingan itu menjadi sangat seru. Keduanya dengan tenang menembak dengan senjata yang digunakan oleh anak-anak itu, lalu membandingkan hasil mereka untuk mengetahui siapa pemenangnya.

Raka tidak berani santai, Yura adalah seorang publik figur senior dan seorang penyanyi profesional, jadi mungkin dia harus mengalah. Untuk sesaat, kedua orang itu justru menciptakan ketegangan di lapangan.

Di saat yang sama, para bintang tamu yang lain sedang mengerjakan sesuatu yang lain, Hana sibuk memotong sayuran di gudang jerami, Yunita berkonsentrasi pada merebus air, dan sesekali melihat interaksi antara Yura dan Raka, sementara Dion fokus pada menyeduh teh, dan semua gerakannya memancarkan pesona.

"Yura benar-benar luar biasa, dia tahu segalanya," kata Yunita tersenyum sembari melontarkan pujian pada Yura.

Tiba-tiba, saat mengingat pertarungan pedang dengan Dion barusan, Yura berkata, "Aku lebih baik dalam pertempuran jarak dekat."

Dion diam-diam mendengarkan percakapan antara Hana dan Yunita, matanya menerawang dan dia menatap Yura dari kejauhan dengan tenang.

Lukman terlihat sedang bercanda di sekitarnya. Sepertinya dia sangat menyukai Yura. Setiap kali dia melihat Yura, matanya tiba-tiba berbinar dan pupilnya membesar seperti orang yang sedang jatuh cinta.

Hasilnya keluar. Yang mengejutkan adalah bahwa hasil Yura tidak terlalu jauh tertinggal dari penembak profesional seperti Raka. Lukman bertepuk tangan pada Yura di sebelahnya dan tersenyum, "Apakah kamu menang, Yura?"

Yura tersenyum. Dia mengambil handuk yang diserahkan Lukman padanya dan menyeka keringat di tangannya, "Bagaimana aku bisa menang? Raka adalah atlet nasional yang profesional, sedangkan aku seorang amatir, jadi aku tidak bisa membandingkannya."

Lukman menoleh dan melihat Dion yang sepertinya sedang mengamati interaksi antara mereka berdua. Di saat yang sama, rintik hujan mulai turun dari langit, dan udara di lapangan mulai menjadi lembab.

Setelah menghabiskan sepanci sup daging kambing yang dibuat oleh Yunita dan Hana, semua orang dengan senang hati masuk ke ruang tamu untuk membicarakan kisah hidup dan cita-cita mereka. Syuting berjalan sangat lancar. Semua skenario sudah dijalankan, dan selebihnya hanya rutinitas sehari-hari.

Yura sedikit kedinginan. Kaos yang dia kenakan sedikit tipis, terlebih untuk dipakai kala hujan. Dia memeluk lengannya dan berencana naik ke atas untuk memakai jaket di kamarnya.

Begitu Yura memasuki ruangan, dia mendengar suara Dion mengikuti. Yura duduk di tempat tidur dan menelan obat penurun demam dengan air hangat.

"Apakah ada skenario untuk adegan selanjutnya?" tanya Dion. Dia duduk di sampingnya, dengan jarak kurang dari setengah meter.

"Aku harus melakukan adegan seolah sedang pergi kencan buta nanti dan mungkin harus menghadapi beberapa adegan lain yang masih tersisa," jelas Yura. Dia berlutut, mengeluarkan jaket putih tebal dari kopernya. Kemudian, dia mengulurkan tangannya untuk mengikat rambutnya.

"Siapa yang mengizinkanmu pergi kencan buta?" nada suara Dion dingin.