Chereads / Sang Diva : Terlahir kembali untuk balas dendam / Chapter 19 - “Aku akan menunggumu selamanya”

Chapter 19 - “Aku akan menunggumu selamanya”

Saat senja, sekelompok tamu tak diundang tiba-tiba mendatangi halaman kecil di lokasi syuting sekaligus tempat tinggal para kru dan bintang tamu. Mereka berdiri tegak dan tampak menakutkan. Di depannya, Yura berdiri dengan kaki yang sedikit tegang karena ketakutan.

Ketika dia melihat pemimpin di depannya dengan jelas, Yura berusaha untuk memberikan tatapan tajam padanya.

"Seseorang sedang mengincarmu, nona," kata pria itu merendahkan suaranya.

"Targetnya adalah aku?" tanya Yura sekadar memastikan. Dia sebenarnya sudah menyadari apa yang sedang terjadi saat ini.

"Saya tidak yakin, tapi..." pemimpin kelompok itu tidak melanjutkan kalimatnya

Ketika Yura mendengar ini, dia segera mengayunkan tangannya untuk memintanya melanjutkan perkataannya. Dia melirik ke arah para kru dan bintang tamu yang jelas-jelas tercengang karena kedatangan sekelompok orang itu.

"Aku akan tetap di sini dulu, aku akan pergi denganmu besok pagi," kata Yura dengan nada yang tegas.

Jalanan licin saat larut malam, jadi sangat berbahaya bagi mereka untuk bepergian. Selain itu, Yura tidak mengenal sekelompok orang ini, jadi dia takut menimbulkan kecurigaan yang tidak perlu. Dia berpikir akan lebih baik jika semuanya dibicarakan besok.

Sekelompok orang ini akhirnya patuh. Lagipula mereka diberi perintah untuk menunggu dan menjemput Yura, lalu pergi.

Listrik padam pada malam hari, dan terjadi badai petir. Yura bersandar di sudut tempat tidur dengan kaki meringkuk. Hari sudah gelap lagi. Dia melihat ke luar jendela, merasa sedikit tertekan.

Lukman dan Dion menuju ke arah tangga pada saat yang sama. Mereka tidak bisa berkata-kata dan hanya saling menatap satu sama lain, lalu Lukman memutuskan untuk berbalik dan pergi.

Dion tahu bahwa Yura takut pada kegelapan, dan Lukman juga tahu bahwa Yura memiliki fobia kegelapan. Keduanya ingin bertanya kepada Yura apakah dia baik-baik saja. Tetapi, karena melihat Dion, akhirnya Lukman memilih untuk pergi.

"Buka pintu," suara dingin Dion menembus pintu kamar Yura dengan mudah. Suaranya menandakan bahwa amarahnya belum mereda.

Yura turun dari tempat tidur tanpa alas kaki dan membuka pintu. Dalam kegelapan, matanya masih sangat cerah.

"Aku baik-baik saja," Yura berbicara lebih dulu. Dia memang mengatakan tidak ada masalah, tapi nada bicaranya terdengar seperti orang yang tertekan.

Dion awalnya hanya ingin melihat Yura dan pergi, tetapi ketika dia mendengar suaranya, dia memutuskan membuka pintu dan masuk. Dia meletakkan lilin yang ada di tangannya di atas meja kopi di samping tempat tidur, lalu dia mengeluarkan korek api untuk menyalakan lilin itu.

Yura menatap kosong ke arah Dion yang sedang menyalakan lilin. Dia menutup pintu, tapi membiarkannya sedikit terbuka agar cahaya dari luar bisa masuk ke kamarnya. Lalu, Yura pergi tidur dan meringkuk di sisi tempat tidurnya.

"Apa kamu akan pergi lagi?" Dion duduk di sisi ranjang, suaranya agak serak.

Yura menjawab dengan malas, "Ini tidak seperti yang kamu kira."

Sepertinya Yura masih ingin menjelaskan sesuatu, tetapi dia tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Lebih baik tidak memberitahu Dion untuk saat ini.

Yura melihat siluet Dion di bawah cahaya lilin. Dia jauh lebih kurus dan fitur wajahnya lebih tegas karena cahaya yang minim. Dibandingkan dengan saat Yura melihatnya saat pertama kali, sampai saat ini wajah Dion tidak berubah dan masih awet muda.

Yura tidak ingin mengakui bahwa perubahan Dion adalah karena kesalahan dirinya sendiri. Bahkan jika itu fakta, dia masih tidak percaya bahwa akan ada seseorang yang akan mencintainya sampai saat ini. Dia sudah meremehkan hidup dan mati, tapi Dion berbeda.

Dion hanya ingin Yura mengatakan pada dirinya sendiri bahwa dia akan berada di sisinya dan tidak akan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dion hanya ingin mengatakan pada Yura bahwa tidak akan ada bahaya selama mereka bersama.

Yura perlahan pindah ke sisi Dion. Dia menatapnya dengan tatapan yang sangat lembut. "Aku akan segera kembali," Yura berbisik.

Ujung hidungnya penuh dengan wangi tubuhnya yang harum, dan jari-jarinya memberikan sentuhan lembut di kulit Dion. Semakin dia seperti ini, semakin ketakutan Dion dibuatnya, seolah-olah dia akan kehilangan Yura di detik berikutnya.

Hujan di luar jendela yang disertai guntur tak kunjung reda. Yura menggenggam bahu Dion tanpa sadar. Dion yang melihat gerakan kecilnya itu segera berdiri dan menutup jendela.

Di bawah cahaya redup, sosok Dion tampak sangat ramping dan indah. "Dion, aku selalu ingin bertanya." Yura menatap Dion dalam, alisnya turun menandakan dia sedikit ragu-ragu, "Kenapa aku? Kenapa bukan orang lain?"

Ada banyak artis cantik yang tak terhitung jumlahnya di industri hiburan. Bahkan ketika Dion berada dalam krisis ekonomi, dengan wajahnya yang terlalu tampan itu, masih banyak wanita terkenal yang ingin mendekatinya. Terlebih lagi, dia sangat populer sekarang, dan ada banyak wanita di sekitarnya. Tapi, mengapa dia masih memaksakan diri untuk mencintai dan menunggu Yura.

Dion berhenti sejenak. Dia tersenyum pada dirinya sendiri, seolah dia menertawakan dirinya sendiri. Setelah itu, dia menyeka tetesan hujan di tepi tempat tidur dan berbalik. Dion adalah pria yang sangat pintar, namun dia tahu dia menjadi gila dalam cinta. Di saat seperti itu, gadis yang dia cintai justru mengabaikan cintanya.

Bagaimana dengan bintang film populer? Bagaimana dengan membangun raksasa bisnis?

Di matanya, kedua hal itu adalah sesuatu yang tidak diinginkannya. Kedua hal itu tidak lebih indah daripada cinta dan kasih sayangnya pada Yura. Ini adalah pertama kalinya Yura menanyakan tentang perasaan Dion secara langsung. Hati Dion terhenyak seperti danau yang tiba-tiba dilempari batu.

"Aku juga bertanya-tanya kenapa itu kamu," Dion duduk di sisi tempat tidur dan menatap mata Yura dengan emosi yang kompleks di dalam matanya.

Suaranya parau tapi tetap tegas. Suara seperti itulah yang menurut Yura terasa memabukkan, terutama dalam ruangan yang redup. "Aku memilihmu, jadi apa yang bisa aku lakukan?" lanjut Dion.

Tangan Yura ditarik oleh Dion dan diletakkan ke dadanya. Yura bisa merasakan jantung yang berdetak kencang di bawah telapak tangannya. Ternyata saat ini Dion sangat berdebar. Yura tidak berani menatap Dion karena dia tahu dia pasti akan tenggelam ketika dia menatap matanya.

"Tidak peduli berapa tahun kamu ingin aku menunggumu karena aku akan menunggu selamanya," Dion memeluknya dan berkata dengan hangat.

Dion memiliki aroma yang unik di tubuhnya, saat Yura bersamanya, dia selalu merasa nyaman tanpa bisa dijelaskan. Yura ingin menolak pelukannya. Jari-jarinya terlihat ragu-ragu di pinggang Dion, tetapi setelah cukup lama, dia masih meletakkannya di sana.

"Aku tidak ingin membuatmu menunggu," Yura menjawab, nadanya sedikit sedih.

"Aku akan tetap menunggumu apa pun yang terjadi." Dion menyentuh rambutnya yang panjang, meletakkan tangannya di pinggangnya, matanya menatap Yura dengan lembut, "Aku tahu kamu takut menyakitiku. Tidak peduli dari sudut pandang mana pun, kamu pasti berpikir bahwa menjalin hubungan denganku bukanlah pilihan terbaik."

Dion tidak percaya bahwa Yura tidak memiliki perasaan padanya, jadi dia tahu apa yang sebenarnya ada di lubuk hati gadis itu. Dunia orang dewasa memang selalu rumit. Setiap orang dewasa harus selalu mempertimbangkan baik dan buruk dari setiap hal untuk masa depan mereka dan orang-orang di sekitar mereka.

Yura dan Dion bukan anak-anak lagi, dan mereka tidak lagi hanya memikirkan tentang cinta. Mungkin hubungan mereka akan berjalan lebih mulus saat mereka lebih muda di mana mereka hanya mendengarkan tentang cinta, tetapi sekarang berbeda. Setiap langkah seperti berjalan di atas es tipis, mereka harus berhati-hati dan waspada. Kisah cinta putus asa dalam novel dan dongeng memang menipu.

Yura mendongak untuk menatap mata Dion. Kini dia bisa melihat rahang pria di depannya yang tajam dan maskulin, serta fitur wajahnya yang terpahat sempurna.