Waktu serasa terhenti sejenak di antara mereka. Kanaya memperhatikan tautan tangannya dengan Keenan. Begitu pula dengan Keenan.
Merasa canggung, keduanya sepakat, tanpa terucap, melepas gandengan tangannya. Kemudian berjalan bersisian hingga pintu gerbang sekolah, tanpa berbicara sepatah kata apapun. Kanaya menundukkan kepalanya dalam. Mukanya terasa panas.
Tidak jauh berbeda dengan Keenan, wajahnya semerah buah tomat. Tetapi, ia masih berani mencuri-curi pandang ke arah perempuan di sebelahnya.
Sepertinya, gejolak perasaan yang timbul di antara mereka, datang terlalu dini. Membuatnya bingung menentukan sikap.
Keheningan tetap berlanjut, selama perjalanan dari gerbang sekolah menuju halte angkutan umum. Keenan membiarkan Kanaya naik terlebih dahulu, yang memilih duduk di pojok kursi angkutan umum. Dan Keenan duduk tepat di sebelah kiri Kanaya.
