Chereads / G.X New Impact / Chapter 7 - COFFEE

Chapter 7 - COFFEE

***

"Kak Tania, apa kakak akan baik-baik saja?"

"Aku tidak tau pasti, tapi dengan kecepatan seperti itu mungkin kakakmu akan baik-baik saja."

"Kakak sepertinya terlihat kewalahan, Kak Tania apa yang harus kita lakukan?!"

"Tidak ada yang bisa yang kita lakukan, kita hanya bisa menunggu keajaiban datang."

"Kenapa kau tidak membantunya kak, bukannya Kak Tania juga pengguna Gen-X?!"

"Maafkan aku Lilith, tapi aku tidak mau menggunakan monster itu lagi."

***

Pergerakan Zero sangatlah berbeda, walaupun pola yang ia gunakan masih sama tapi aku merasa kalau gerakannya jauh lebih kaku dibandingkan waktu itu. Ada apa dengannya?

Setelah beberapa menit dia berhenti bergerak dan hanya berdiri.

"Ada denganmu Zero? Ini tidak seperti dirimu yang biasa!"

Dia mulai bergerak lagi, tapi dia hanya berjalan biasa kearahku tapi di setiap langkahnya aku merasakan tekanan energi yang semakin besar, bahkan tanah saja tidak mampu menahannya.

"Sepertinya aku terjebak di kondisi yang tidak menyenangkan ya."

Dia bersiap memukulku, aku bisa melihatnya dari posisi kuda-kudanya. Hati dan pikiranku meminta tubuhku untuk bergerak tapi sayangnya aku tidak bisa bergerak sama sekali, tubuhku terpaku. Karena sangat takut aku menutup mata dan pasrah dengan semua keadaan, aku bisa mendengar dengan jelas suara benturan yang sangat keras. Saat membuka mata ada seseorang berjas putih berdiri tepat didepanku.

"Ya ampun Snow, aku memintamu belajar tapi kau malah bersenang-senang disini."

"Tree!"

Sulit dipercaya Tree menahan pukulannya hanya dengan tangan kosong, padahal suara dentuman tadi sangat keras.

"Woi... berani sekali kau memukuli muridku. Aku pastikan kau tidak akan bisa merasakan nikmatnya bernafas lagi!"

Tree terlihat sangat marah, berulang kali Zero mencoba melepaskan tangannya tapi tidak berhasil.

"Snow, perhatikan! Beginilah cara memanggil portal dengan baik dan benar!"

Tree membuka genggamannya, Zero langsung melompat menjauh, ini pertama kalinya aku melihat Tree terlihat sangat serius.

Tiba-tiba aku merasakan energy yang sangat besar, lebih besar dari energinya Zero. Perasaan ini, jangan-jangan ini energinya Tree!

"In the name of my queen, Dryad. I swear I will always maintain the balance of nature in this world, cure all diseases, defend the truth, and destroy all evil in this world. I'm ready to give all my soul to you, my queen. Therefore lend me all your strength, come in my hand the power of my queen!"

Kalimat itu, aku tidak paham apa maksudnya. Tapi setelah mengucapkan kalimat itu, muncul sebuah portal besar berwarna hijau terang, dan energi yang dikeluarkannya sangat besar bahkan membentuk sebuah pohon besar, dari portal itu keluar sebuah Sickle yang sangat besar. Aku tidak pernah membayangkan ada energi sebesar ini, Tree kau benar-benar hebat!

"Setelah sekian lama akhirnya aku bisa memanggilmu, my queen. Sekarang mari kita lihat berapa lama kau bisa menahan kekuatan alam ini!"

Tree menyerangnya tanpa henti, suara percikan besi antara Sickle dan Iron Gloves yang terdengar beruntun dan sangat keras. Meskipun dengan senjata sebesar itu gerakan Tree masih sangat lincah, keseimbangan yang luar biasa.

Mereka terus-menerus melancarkan serangan beruntun selama kurang lebih 20 menit, stamina mereka sangat banyak, ini pertarungan terlama yang pernah kulihat. Namun Tree terlihat sedikit melambat, apa mungkin dia sudah kewalahan.

"Kau hebat juga ya bisa menahan seranganku selama itu. Ah sial, aku ingin sekali merokok sekarang!"

Aku tidak tau harus melakukan apa saat ini, aku hanya akan mengganggunya kalau ikut bertarung. Tapi jika aku tidak membantunya, Tree bisa kehabisan seluruh tenaganya. Sial aku kehabisan akal.

Saat kami lengah Zero berlari menuju tempat persembunyiaan Tania dan Lilith. Tidak! Aku terlalu banyak berfikir! Sial!

Aku mencoba menyusulnya, namun Zero sudah melepaskan pukulannya tepat di tembok tempat mereka bersembunyi, aku hanya bisa terpaku sambil mendengarkan suara runtuhannya. Gagal! Aku gagal! Apa aku terlalu lemah? Aku tidak sanggup melindungi satu-satunya keluargaku! Aku sudah tidak bisa hidup lagi! Ah... aku ingin mati saja.

"Apa-apan itu, aku merasa kecewa karena mendengar kata-kata pengecut itu dari pikiranmu."

Suara ini?

"Ini aku, bukankah aku sudah berjanji untuk menjaga adikmu dari berbagai macam bahaya, lagipula putriku juga ada disini, aku tidak bisa tinggal diam."

Night? Apa itu kau?

"Hah! Kau ini terlalu banyak berfikir ya Snow. Angkat wajahmu! Dan lihat siapa orang yang sedang melindungi adikmu ini!"

"Night?!"

Dia sudah kembali, Night dia benar-benar sudah kembali! Dia sedang memegang Lilith dan Tania, disekeliling mereka ada semacam medan gaya yang melindungi mereka dari runtuhan tembok itu. Night memukul pelan Zero sampai terpental lumayan jauh, dia menggandeng mereka berdua ke arahku.

"Kakak jangan memasang wajah seperti itu, lihat aku baik-baik saja."

Aku tidak sanggup berkata-kata lagi, kakiku masih gemetar hebat. Aku langsung memeluk mereka berdua erat-erat, cukup kali ini saja aku melihat kejadian mengerikan ini. Aku tidak mau mengalami ini lagi.

"Snow kau jaga mereka berdua, aku akan membantu Tree."

"Baik."

Aku tidak boleh gemetaran terus, keselamatan Lilith dan Tania ada di tanganku. Aku harus melindungi mereka.

***

"Yo Tree! Tampaknya kau kewalahan ya."

"Kau lama sekali Night, kau bawa rokok tidak?"

"Astaga, padahal ini saat-saat genting tapi kau malah ingin merokok."

"Berisik! Padahal kau tau sendiri aku tidak bisa mengatur pernafasanku tanpa rokok."

"Hahaha, dasar manusia pohon. Ini aku ada satu, Ayo cepat kita selesaikan ini, aku ingin segera pulang."

"Terserah apa katamu, tapi setelah ini aku ingin meminta penjelasan darimu."

"Iya-iya, ayo kita lakukan seperti dulu Tree!"

"Ya. Kali ini dia salah memilih lawan, ayo kota habisi dia Nigt!"

***

Mereka terlihat sangat bersemangat, dan entah kenapa setelah merokok Tree terlihat lebih segar, aku benar-benar tidak tau apa yang terjadi saat ini.

Night dan Tree menyerang Zero dari 2 arah, mereka bertarung seperti sudah terbiasa melakukan ini berdua. Zero sampai dibuat kewalahan dengan serangan beruntun mereka.

Saat aku terlalu fokus melihat pertarungan mereka, Tania tiba-tiba saja muntah darah.

"Tania! Kau baik-baik saja?!"

"Aku baik-baik saja, ini karena guncangan energi yang dibuat papa dan paman terlalu besar. Meskipun aku juga pengguna Gen-X tapi tubuhku jauh lebih lemah dari pada pengguna Gen-X lainnya."

Yang dikatakan Tania memang benar, guncangan energi mereka berdua sangat kuat. jantungku bahkan berkali-kali bergetar dibuatnya, mereka sangat luar biasa.

***

"Night, ada yang aneh dengan anak ini."

"Yah, kau benar. Dia seperti es, suhu tubuhnya seperti mayat."

"Mungkinkah dia?"

"Kita harus memastikannya dulu, Tree bersiaplah!"

"Oke!"

***

Night dan Tree terlihat sangat serius, mereka berhenti sejenak dan mengambil kuda-kuda. Tatapan mereka sangat serius seperti ingin membunuhnya. Tunggu dulu! Bagaimana kalau mereka benar-benar ingin membunuhnya? Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi, karena aku sudah berjanji untuk membunuhnya.

Aku terlambat, mereka bergerak terlalu cepat sampai aku tidak bisa melihat serangan mereka. Dan yang kulihat sekarang adalah tubuh Zero terbelah jadi 3, tapi tidak setetespun darah keluar dari potongan tubunya.

"Night ini..."

"Ya, kecurigaanmu terbukti Tree. Dia bukan manusia."

"Apa maksudmu Night?"

"Dengarkan ini Snow, yang kita hadapi tadi bukanlah manusia, melainkan boneka yang di beri transfer energi dari penggunanya. Coba kau buka saja topengnya!"

Boneka? Tidak mungkin, tapi jika itu benar maka wajar kalau dia tidak mengeluarkan darah sehabis ditebas tadi. Untuk memastikan aku membuka topengnya, dan benar apa yang di katakan Night, dia hanyalah boneka.

"Tapi bagaimana sebuah boneka memiliki kekuatan sedahsyat itu?"

"Bukannya sudah kubilang, di tubuh boneka ini dialiri energi dari penggunanya. Dengan kata lain ada pengguna Gen-X yang mengendalikannya dari jauh. Jika energi yang diberikan besar maka akan semakin kuat boneka ini, begitu juga sebaliknya. Meskipun boneka ini kuat tapi kekuatan boneka seperti ini tidak pernah bisa melebihi penggunanya."

Aku mengerti sekarang, tapi untuk apa Zero mengendalikan boneka ini untuk menyerang kami? Bukannya dengan menghadapi kami langsung akan lebih mudah, tapi dia malah memilih menggunakan boneka. Jika perkataan Night benar, maka kekuatan Zero lebih dari ini.

"Baiklah, sekarang ayo kita pulang. Tree, aku minta tolong lakukan pemeriksaan pada boneka ini."

"Night! Lagi-lagi kau seenaknya sendiri! Ah! Terserah! Baiklah akan kulakukan. Tapi traktir aku minum-minum malam ini."

"Tentu saja teman lama."

Night mengantar kami pulang, Tania terpaksa digendong karena kondisi tubuhnya yang lemah. Mereka mengantar kami sampai di halte bus.

"Snow, terimakasih karena telah menjaga putriku. Tubuhnya memang sangat lemah sejak dulu."

"Tidak, Aku yang seharusnya berterimakasih disini. Berkatmu Lilith selamat, aku tidak akan melupakan jasamu."

"Hei! Kau berlebihan. Ingat ini, Aku tidak akan pernah meminta imbalan dari orang yang kutolong. Apalagi kalian ini adalah anggotaku yang berharga, aku tidak bisa diam saja kalau kalian dalam bahaya."

Kau benar-benar orang yang baik Night.

"Ini sudah dekat dengan apartemen, terimakasih Night. Kalau bergitu sampai jumpa."

"Sampai jumpa, jaga diri kalian baik-baik."

***

Sepanjang perjalan pulang, aku selalu menggandeng tangan Lilith. Adikku ini membalas genggaman tanganku dengan memeluk lenganku.

Meskipun aku ini seorang pria, tapi kalau menyangkut orang-orang yang kucintai aku menjadi sangat lemah, terlebih Lilith adalah satju-satunya keluargaku. Mentalku bisa langsung jatuh karena tidak tahan dengan kejadian buruk yang bisa mengancam nyawanya, memikirkannya saja membuat hatiku sakit.

Begitu sampai, kami melihat Jasmine yang sedang tertidur didepan pintu apartemen. Mungkinkah dia menunggu kami dari tadi? Karena khawatir, Lilith membangunkannya.

Entah kenapa ketika melihat adikku membangunkannya hatiku langsung pulih kembali, eksperesi kesal Lilith karena Jasmine susah dibangunkan membuatku tertawa kecil.

"Kak Jasmine bangun! Nanti kakak sakit kalau tidur di luar."

"Eh! Lilith? Kalian sudah kembali ya. Maaf ya aku ketiduran."

"Kenapa kakak tidur di sini?"

"Eee... sebenarnya aku belanja terlalu banyak bahan makanan, jadi aku berfikir membuatkan kalian makan malam, karena mungkin kalian kecapean setelah bermain di taman hiburan."

Dasar, inilah kenapa aku tidak pernah bisa menemukan hal mencurigakan darinya. Dia adalah perumpuan terbaik yang pernah kukenal, aku tidak peduli lagi dia ini ada di pihak musuh atau di pihak kami. Jasmine tetaplah Jasmine, dan dia adalah teman terbaik yang pernah kumiliki.

***

"Apa?! Kalian diserang orang tidak dikenal?! Lilith kau tidak apa-apa kan?"

"Aku baik-baik saja kok kak Jasmine, malah sebaiknya kak Jasmine menanyakan keadaan kakakku juga."

"Ah! Maafkan aku Snow!"

"Kau tidak perlu seheboh itu, aku baik-baik saja walaupun ada beberapa luka kecil."

Jasmine mulai berkaca-kaca lagi, dia berlari mengambil kotak pertolongan pertama milikku dan memeriksa luka-lukaku.

"Bagaimana bisa kau bilang luka sebanyak ini adalah luka kecil!"

Dia terlihat marah, tapi tetap saja tingkah paniknya ini membuatku tidak bisa menahan diri untuk tertawa.

"Snow! Kenapa kau malah tertawa?!"

"Maaf, aku hanya tidak bisa menahan tawaku saat melihat wajah marahmu yang sangat lucu."

"Ya ampun! Kau membuatku semakin marah!!"

"Maafkan aku Jasmine, tapi aku sangat berterimakasih karena sudah mengkhawatirkan kami."

Dia hanya memalingkan wajah, aku tau dia sedang sangat malu sekarang, itu terlihat dari pipi dan telinganya yang memerah. Sungguh aku tidak bisa berhenti tertawa.

***

Malam semakin larut, aku berencana mengantar Jasmine pulang tapi ada kebetulan yang sangat hebat sedang terjadi di luar. Saat membuka pintu, ternyata diluar sedang hujan badai. Aku tidak bisa mengantarnya karena kami tidak punya mantel untuk mengantarnya tanpa basah, kalau pakai payung akan sia-sia.

"Bagaimana kalau kak Jasmine menginap disini?"

Aku dan Jasmine terkejut bersamaan, kami tidak menyangka kalau ide itu akan keluar dari pikiran adikku yang polos. Kami berdua langsung tertunduk malu, Lilith terlihat bingung dengan tingkah kami.

"Ada apa kak? Apa kak Jasmine tidak mau menginap disini?"

"T... tentu saja aku mau, terimakasih Lilith aku sangat senang."

"Eh, tapi kami hanya punya 2 kamar. Bagaimana ya?"

"Lilith, kakak bisa tidur di luar. Kalian tidurlah di kamar."

"Tapi Snow, kamu perlu istirahat."

"Aku baik-baik saja kok."

***

Waktu tidur akhirnya tiba, Lilith masuk ke kamarnya dan Jasmine tidur dikamarku. Aku jadi sangat canggung dan itu membuatku tidak bisa tidur selama beberapa jam.

"Ah! tidak bisa tidur!"

Aku berjalan mencari apakah masih ada bubuk kopi yang tersisa, bagi sebagian orang kebiasaan meminum kopi supaya cepat tidur itu aneh, biasanya masyarakat normal akan meminum segelas susu hangat sebelum tidur. Tapi itu tidak berlaku untukku, entah kenapa secangkir kopi bisa membuatku merasa lebih tenang, kopi memang yang terbaik.

"Snow?"

Aku terkejut saat mendengar suara itu, sempat kukira itu adalah penyusup tapi untungnya itu hanya Jasmine. Tunggu dulu, apa yang dilakukannya tengah malam begini?

"Snow, sedang apa kau disini?"

"Aku hanya tidak bisa tidur, kau sendiri?"

"Aku habis dari kamar mandi tadi, hei... apa itu kopi espresso?"

"Eh, ya."

"Boleh aku minum kopi denganmu?"

Ternyata bukan hanya aku saja yang tidak bisa tidur, ternyata dia juga tidak bisa tidur karena gugup. Dia bilang ini kali pertamanya menginap di rumah temannya, terlebih lagi sekarang dia tidur di kamar laki-laki.

"Kau tau Snow, kata-katamu di pesan itu membuatku senang. Apa kau serius?"

"Tentu saja, aku hampir melupakanmu karena Lilith sangat bersemangat. Aku benar-benar minta maaf karena lupa mengajakmu."

"Tidak masalah, aku akan menantikan hari itu. Dan yang lebih penting lagi kita bisa menghabiskan waktu berdua begini saja sudah cukup membuatku senang."

Kami terdiam sejenak, rasa gelisah yang sedari tadi menghantuiku perlahan mulai menghilang, dia memang hebat kalau urusan mencairkan suasana.

"Kalau begitu aku mau kembali tidur, terimakasih kopinya."

Dia berjalan terburu-buru menuju kamar, mungkin dia sudah mengantuk lagi. Aku memanggilnya dan dia langsung membalikkan badannya, dan sepertinya yang membuatnya terburu-buru bukan karena mengantuk tapi karena dia sedang malu, terlihat jelas dari raut wajahnya.

"Selamat malam Jasmine."

"Um ya, selamat malam Snow."

Mungkin aku akan bergadang malam ini.

"Kopi malam ini terasa lebih enak dari biasanya"