"Aku fikir kau benar-benar pintar," ucap Lyosha. "Latihan ini bukan semata-mata untuk meningkatkan kekuatan. Namun untuk menstabilkan energi magis kalian. Karena inti hubungan antara kekuatan fisik dengan sumber kekuatan magis itu berasal dari pernafasan. Yah walau memang ada dari beberapa teknik, jenis, dan bentuk serangan magis tidak bersumber dari situ. Tapi kalau kalian ingin mencapai keseimbangan antara energi magis dengan fisik kalian maka latihan ini perlu kalian lakukan. Ingat! ini bukan hanya tentang kekuatan saja. Mengerti?" sambung Lyosha.
Liana dan Lysander menatap satu sama lain dan berfikir. Lalu tiba-tiba mereka berdua melotot dan ber-oh ria dengan hebohnya. Bahkan saking senangnya Lysander bertepuk tangan untuk mengapresiasi Liana dan dirinya sendiri.
'Aku sering dikatai bodoh olehnya. Tapi dalam beberapa hal dia lebih bodoh daripada aku,' batin Lyosha tak percaya.
"Bisa sebutkan apa maksud dari perkataanku tadi?" tanya Lyosha sambil berkacak pinggang.
"Tujuan latihan ini selain untuk melatih kekuatan pernafasan kami, namun juga untuk mengatur pernafasan kami agar memiliki pola yang lebih teratur..." gantung Lysander.
"Dan seirama dengan alur energi magis yang ada di tubuh kami serta menyetarakan kuantitas dan frekuensinya," sambung Liana.
Lyosha tersenyum lega. Ya, lega karena anak didik dadakannya ini mengerti akan latihan mereka dan juga dia tidak perlu repot-repot menjelaskan sampai mulutnya berbusa.
Lalu sesi latihan itu dilanjutkan. Liana dan Lysander lebih berkonsentrasi sekarang. Nenek Louvinna mengintip dari balik dinding, Nenek Louvinna tersenyum melohat semangat jiwa muda yang tertanam pada Liana, Lysander, dan Lyosha berkobar.
Liana dan Lysander mengambil nafas kembali, tidak hanya menarik nafas sembarang. Namun berusaha mengatur kuantitas udara yang diambil, memfokuskan aliran energi dengan udara yang diambil. Semakin mereka memfokuskan tenaga dan pernafasan mereka, dada mereka terasa sakit dan sesak. Namun mereka tetap berusaha meniup terus lalu menarik nafas kembali. Sangat fokus, bahkan Lyosha sudah menghabiskan tiga toples kudapan yang entah dari mana tersedia di sampingnya.
"Dari mana datangnya semua kudapan ini?" monolog Lyosha bingung.
'Jangan-jangan rumah ini didiami oleh roh penasaran,' batin Lyosha.
'Lyosha sangat suka kudapan itu rupanya. Untung di rumah ini banyak simpanan kudapan,' batin Nenek Louvinna senang.
Rupanya Nenek Louvinna sengaja menerbangkan kudapan-kudapan itu ke dekat Lyosha.
Setelah beberapa jam terlarut dalam latihan, Lyosha memicingkan dan menajamkan indra penglihatannya. Rupanya kantung minuman yang ditiup Liana dan Lysander berlubang. Masih kecil, namun karena mereka berdua tetap fokus akhirnya lubang yang dihasilkan pada kantung tersebut membesar.
Lyosha menyudahi latihan itu. Dengan leganya Liana dan Lysander menghentikan aktivitas tiup meniup tersebut. Mereka berdua langsung terbaring dan memegangi dada mereka. Rasanya dada mereka seperti terbakar.
"Bagaimana? menyenangkan? mau lanjut? aku membawa 6 kantung yang bisa kalian tiup sekarang," sahut Lyosha.
Lysander mendelik, Liana memasang ekspresi horor. Sebenarnya dalam benak mereka berdua masih berkobar semangat berlatih. Namun kesadaran, akal sehat, serta organ-organ di tubuh mereka berteriak memohon ampunan agar tidak disiksa lagi hari ini.
"Kau gila? ini sudah mau malam." Lysander langsung menjawab agar mencegah Lyosha berlaku seenak jidatnya.
"Benar kata Lysander, tapi tergantung pada Kak Lyosha mau bagaimana. Karena kau yang mengajari kami," jawab Liana. Yang langsung disambut petir menggelegar dalam benak Lysander.
Lyosha terkekeh, "Baiklah, latihan hari ini disudahi dulu. Tapi besok dan besok dan besoknya lagi, latihan yang kalian hadapi akan bertambah tingkat kesulitannya."
"Baiklah, dan...terima kasih atas latihannya hari ini," ujar Liana dan Lysander bersamaan.
"Sama-sama, tidak ada siapa yang mengajari dan siapa yang diajari di sini. Karena aku hanya berbagi apa yang aku tahu. Intinya di sini siapa yang lebih dulu belajar. Itu saja," ujar Lyosha bijak.
Liana mengerjapkan mata, Lyosha amat berwibawa dikala momen-momen seperti ini. Aura kedewasaannya membuat Liana kagum. Lalu Liana, Lysander, dan Lyosha memutuskan untuk memasak makan malam.
*****
Nenek Louvinna tertawa renyah melihat keadaan dapur yang semakin ramai sekarang ini. Lyosha memang hobi membantu Nenek Louvinna memasak, dan Lysander tidak enak kalau ia tidak membantu. Dan Liana tentunya pasti ikut memasak makan malam.
"Kenapa kalian berdua tidak tinggal di sini saja bersama kami selagi menunggu masuk tes seleksi Tummulotary Academy?" tanya Nenek Louvinna.
Sebenarnya tak hanya kali ini Nenek Louvinna mengajak Lysander dan Lyosha tinggal di Coil Cottage. Namun duo oranye ini selalu saja menolak. Tentu mereka merasa tidak enak kalau semakin banyak merepotkan di sini. Namun baik Nenek Louvinna maupun Liana tidak ada yang merasa direpotkan, malah mereka sangat senang kalau Lyosha dan Lysander tinggal serumah dengan mereka.
"Kalian berdua sudah seperti keluarga kami di sini. Malah lebih baik kalian tinggal di sini dari pada di penginapan seperti itu," ujar Liana membujuk kembali Lyosha dan Lysander.
"Tapi---"
"Tidak ada tapi-tapian, aku kali ini memaksa!" seru Liana dan menatap tajam duo oranye. "Kami berdua pun sudah amat banyak dibantu oleh kalian berdua. Jadi untuk apa kalian merasa memberatkan dan merepotkan tinggal di sini?" sambung Liana.
Lyosha memutar sendok di tangannya. Lysander melirik Lyosha dari sudut matanya.
"Baiklah. Dan...terima kasih atas kebaikan kalian memperbolehkan kami tinggal di sini," ucap Lyosha seraya menatap Nenek Louvinna dan Liana.
"Sama-sama, apa kalian ingin langsung pindah malam ini? aku akan membantu kalian mengemasi barang kalian," ujar Liana.
"Bisa juga kalau begitu. Kebetulan tempat penginapan yang kami sewa itu memberlakukan sistem bayar ketika sudah menginap melewati jam 12 malam. Sebenarnya itu menguntungkan kami...kalau tidak mereka hitung perjam sewa kamarnya itu," ujar Lysander.
Liana memandang heran, tarif sewanya dihitung perjam? apa tidak salah?
"Mungkin karena status kami inilah yang membuat mereka memberatkan tarif sewa kamar tersebut. tch, dasar orang-orang rasis! aku sangat muak melihat mereka," gerutu Lyosha.
Selesai makan malam Liana, Lysander, dan Lyosha pergi ke tempat di mana Lyosha dan Lysander menginap. Mereka dengan santainya membawa barang-barang mereka melewati resepsionis penginapan. Resepsionis menatap tidak suka pada Liana, Lyosha dan Lysander yang sudah menghilang dibalik pintu keluar penginapan.
'Dasar para Orph yang menyebalkan. Seharusnya mereka tidak datang ke sini,' batin resepsionis tersebut tidak suka.
Yang disebut-sebut malah dengan senangnya meninggalkan tempat tersebut. Namun jauh di dalam lubuk hati Liana, ia amat ingin mengubah sistem dan pandangan masyarakat luas tentang para Orph. Seharusnya Orph itu didekati, diberi sambutan hangat layaknya teman atau saudara, Orph memiliki nasib yang kurang beruntung dibandingkan dengan orang-orang yang jelas asal-usul keluarganya. Apalagi untuk anak-anak yang harus terpaksa menghidupi diri mereka sendiri, tanpa kasih sayang dan perlindungan di lingkungan yang keras. Bahkan kita tidak tahu berapa banyak anak-anak yang terlantar di luar sana. Di tambah dengan biaya ini itu yang ditetapkan pemerintahan kerajaan yang memberatkan para orang tua untuk mengadopsi Orph membuat para orang tua enggan mengadopsi anak-anak berstatus Orph.
Lalu kenapa tidak dibiarkan saja? maksudnya membiarkan saja mengadopsi anak-anak Orph tanpa izin pemerintah begitu. Ya, bisa saja. Namun ketika hendak menyekolahkan akan ditolak, karena tidak ada identitas dan kejelasan dari anak tersebut. Sungguh dunia yang rumit dan kejam.
Kembali pada tiga sekawan sekarang. Lyosha mengajak Liana dan Lysander untuk berhenti dulu sejenak. Ia ingin membelikan minuman hangat untuk Liana dan Lysander. Lalu mereka menunggu dan duduk di salah satu bangku taman. Untungnya fasilitas umum di bumi Kerajaan Ellenia dikelola baik oleh pemerintah. Bangku taman, halte, stasiun kereta bubuk cepat, perpustakaan, dan lain-lain dilengkapi dengan penghangat. Ini semua sudah dikembangkan khusus menggunakan tenaga magis yang didapat dari hasil mengelola panas matahari. Hasilnya lalu disimpan pada penyimpanan khusus yang langsung disalurkan ke tempat-tempat yang dituju. Dan dengan begitu orang-orang tidak perlu merasa terlalu dingin ketika berada di tempat-tempat tertentu tadi.
Liana kadang terfikir sesuatu. Dia merasa kalau Lysander dan Lyosha tidak seperti saudara yang sudah lama bersama. Hanya perasaan Liana saja sebenarnya, namun karena ia orang yang tidak bisa menyimpan rasa penasaran jadinya ia selalu terfikirkan akan hal tersebut. Itu sangat mengganggu Liana. Dan sekarang nampaknya waktu yang pas, karena beberapa hari ini saat Lysander pergi ke rumahnya Lyosha selalu ikut. Jadi pada waktu itu Liana tidak enak menanyakan hal tersebut. Takut membuat Lyosha tersinggung. Karena menurut Liana, Lyosha itu orang yang mudah tersinggung dan tempra nya mudah naik.
"Lysander," panggil Liana.
"Hm? ada apa?" Lysander menoleh ke arah Liana. Kini ia dan Liana tengah duduk di bangku taman.
"Sebenarnya sudah dari kemarin-kemarin itu aku ingin menanyakan sesuatu padamu. Tapi aku tidak enak pada Lyosha." Liana memainkan ujung bajunya.
"Ya? tanyakan saja, kenapa merasa tidak enak begitu?" tanya Lysander. Sekarang malah Lysander yang penasaran tentang isi pertanyaan Liana.
Sampai sini dapat kita simpulkan kalau Lysander sebenarnya tidak mempunyai kekuatan magis untuk membaca fikiran orang lain. Jadi bagi kalian yang menebak kalau Lysander punya kelebihan seperti itu, itu sebenarnya keliru.
"Kau dan Lyosha seperti tidak begitu lama saling mengenal, padahal kalian itu saudara. Ya, walau ku akui kau mengenal Lyosha lebih dari pada orang lain," ujar Liana mengutarakan isi hatinya. "Apa itu benar?"
"Kau begitu memperhatikan kami rupanya," ujar Lysander. Lalu ia menarik nafas lalu berkata, "Pemikiranmu itu kurang lebih benar adanya."
"Maksudmu? jadi kalian benar-benar tidak begitu mengenali satu sama lain? atau bagaimana?" tanya Liana bertubi-tubi.
"Bukan begitu, maksudku kami memang sering tidak bersama." Lysander menimpali. "Karena dulu kami kurang akur, kami kebanyakannya jadi menyendiri satu sama lain."
"Kenapa kalia kurang akur? maaf aku terlalu banyak ingin tahu," ujar Liana.
"Karena perbedaan sifat dan karakter kami yang jauh. Kau sendiri melihatnya bukan? aku dulu melihat Lyosha seperti perempuan menyebalkan yang senang mengganggu, bahkan mempunyai sikap yang aneh," jawab Lysander. Dia menumpu kaki kanannya ke kaki kirinya agar lebih rileks.
"Iya, kalian punya sifat dan karakter yang jauh berbeda," ujar Liana mengiyakan Lysander.
"Memangnya aku tidak berfikiran kalau kau itu menyebalkan hah?!" Seru Lyosha dari belakang. Tentu saja Liana dan Lysander terkejut.
"HEE? KAK LYOSHA..." ujar Liana dan Lysander bersamaan.