Chereads / Unexpected Past / Chapter 1 - Kabar Baru

Unexpected Past

Leony_Ackerman
  • --
    chs / week
  • --
    NOT RATINGS
  • 143.4k
    Views
Synopsis

Chapter 1 - Kabar Baru

Matahari menyinari kota cerah di bagian bumi Kerajaan Ellenia. Kerajaan ini merupakan salah satu dari bagian Superior Kingdom. Superior Kingdom merupakan kerajaan yang memiliki cakupan wilayah yang besar, kekuatan magis yang besar, prajurit tangguh, dan raja ataupun ratu yang cerdas lagi cakap.

Hiruk pikuk manusia sekarang tidak hanya semata tentang pekerjaan, asmara, ataupun hal sederhana seperti sudah sampai atau tidak pesan holo berisi gombalan manis kepada calok kekasih. Ah, kalau kalian tidak mengerti maksudnya. Jadi para remaja atau sepasang kekasih memang punya rutinitas berkirim pesan holo (pesan berupa hologram kita) melalui sebuah teknologi bernama holo faks. ya mirip seperti kita berkirim pesan lewat smartphone.

Di dunia sekarang ini manusia juga bersaing dalam hal menakjubkan seperti kekuatan magis dan hal-hal ghaib lainnya.

Bisakah apel yang jatuh ke atas kepala seseorang lansia mengenai lansia tersebut?

Kalau melirik dasar hukum dari ilmuwan jenius Issac Newton pastilah jawabannya adalah iya. Namun lain lagi kalau mengalaminya di sini.

Sekarang seorang nenek tua yang berdiri di bawah pohon apel merah dikejutkan dengan seorang gadis muda yang berseru seraya berlari ke arah nenek tersebut.

"Nenek...awas!" seru seorang gadis bersurai raven.

Apa yang terjadi selanjutnya? tentu saja apel itu melayang. Dengan piawai nenek tersebut memainkan apel tersebut layaknya seorang akrobat yang handal. Sambil merapal mantra magisnya beliau menjatuhkan apel tersebut tepat di atas telapak tangannya. Mendekati gadis raven tersebut seraya tersenyum.

"Terima kasih, kau memang anak gadis yang baik. Ambillah apel ini."

Bak kisah drama putri snow white, nenek tua bertudung itu tersenyum dan menatap harap agar si gadis muda ini mau menerima apel yang ada ditangan keriput beliau itu.

Si gadis raven tadi masih menatap nenek itu takjub. Bukan, bukan karena ia tak terbiasa. Namun karena ia selalu saja terkesima dengan apa yang dilakukan nenek renta baik hati tersenyum tersebut.

Gadis raven itu tersadar dan mengambil apel di tangan nenek tersebut. Kasihan juga kalau tangan lemah itu terlalu lama terangkat dengan membawa satu apel sebesar kepalan tangan orang dewasa terlalu lama.

"Maaf Nek, dan terima kasih untuk apelnya," ujar gadis tersebut seraya tersenyum.

Namun gadis tersebut tiba-tiba bersedekap lalu berkata, "Aku iri dengan Nenek Louvinna."

Alis dari dahi berkerut nenek itu tambah berkerut, menandakan nenek tersebut tidak paham dengan apa yang gadis raven itu maksud.

"Kekuatan magismu sangatlah hebat. Dan di umur yang sudah terlampau tua seperti ini Nenek masih bisa dengan piawai merapal mantra dan menggunakan kekuatan magismu Nek." Gadis raven tersebut menunduk dan memainkan jemari tangannya.

"Kau iri padaku? lebih baik kau menyimpan rasa itu dan membandingkannya nanti ketika kau sudah menggapai cita-citamu. Kau masih muda, soal kekuatan magismu itu kau hanya perlu terus melatihnya. Jangan sia-siakan masa muda mu hanya untuk iri pada orang lain." Nenek tersebut menghela nafas dan duduk di salah satu bangku kayu di dekatnya.

Gadis tersebut menatap nenek tua itu sejenak lalu mengangguk seolah paham. Dia mengambil pisau dari dalam rumah dan kembali. Tolonglah kalian jangan berfikiran negatif, gadis itu hanya berniat untuk mengupas apel. Ini bukanlah kisah legenda Jack the Ripper.

Mereka kini berlarut dalam diam. Hanya ada suara desiran angin, serta bunyi pisau yang dengan anggunnya menyayat kulit segar apel merah ditangan gadis raven itu. Mereka duduk di tengah taman kecil samping rumah Nenek Louvinna. Suara kicauan burung Halezio (burung ini berwarna hazelnut, sifatnya pun sangat ramah dan baik. Sangat suka membawakan buah-buah kecil untuk pemiliknya, ataupun orang di sekitar. Sesuai dengan nama Zio yang artinya baik hati.) menambah adem nya suasana.

"Oh iya Edian..."

"Liana nek, bukan Edian."

"Oh maaf, maksudku Liana...tolong buatkan aku teh. Maaf kalau nenek tua ini suka menyuruh mu ini itu."

"Jangan begitu Nek, yang kulakukan sekarang tidak seberapa dengan yang nenek lakukan dulu."

Ingatan nenek Louvinna nampaknya buruk. Setiap hari ada saja nenek Louvinna salah menyebut nama cucu angkatnya tersebut. Ya, nenek Louvinna dan Liana sebenarnya tidak memiliki hubungan darah. Namun dengan kebaikan hatinya, Nenek Louvinna merawat Liana kecil yang terlunta-lunta dulu. Hingga sekarang mereka tinggal bersama. Mereka saling menyayangi persis seperti keluarga kandung. Mereka berdua tinggal di rumah sederhana milik Nenek Louvinna yang diberi nama Pondok Melingkar (Coil Cottage). Terletak di pelosok bagian selatan Kerajaan Ellenia. Sekitar 8 kilometer dari pusat kota bumi Kerajaan Ellenia.

Liana sekarang sudah berumur 15 tahun, 7 tahun sudah ia dan Nenek Louvinna tinggal bersama. Liana kala berumur 8 tahun ditemukan Nenek Louvinna tengah menggigil di musim dingin seraya meringkuk kedinginan dalam tidurnya. Liana ditemukan Nenek Louvinna di sebuah Neo Orama.

Neo Orama merupakan sebuah wilayah dengan energi magis yang cukup kuat. Di sana banyak flora fauna endemik yang menarik, unik, dan kadang-kadang berbahaya. Selain itu, Neo Orama terkadang menyimpan suatu cendramata atau barang berharga yang bisa menunjang kekuatan energi magis yang tinggi. Dan tempat Liana di temukan itu bernama Tanah Intacta. Nenek Louvinna sendiri yang menamai tempat itu, karena ia sendiri yang menemukannya. Sampai sekarang tempat itu belum dijamah siapapun (terkecuali Nenek Louvinna dan Liana).

Sekarang Liana tumbuh menjadi gadis yang cantik dan menggemaskan. Rambut raven seleher dengan poni menutup mata kirinya, dengan wajah tirus serta manik mata gelapnya yang berkilau. Kulit putih bersih dengan tinggi badan 168 cm membuat dia terlihat tinggi semampai. Sebenarnya nama itu (Liana) sedikit berkontradiksi dengan fisik Liana. Karena Liana memiliki rambut gelap, padahal arti dari namanya adalah pirang. Liana masih belum tahu kenapa Nenek Louvinna menamainya Liana.

"Ini nek, teh nya. Kalau nenek ingin apel, apelnya sudah aku kupas dan potong di piring itu," ujar Liana seraya meletakkan teh di atas meja kecil di samping Nenek Louvinna.

"Terima kasih Juno." Nenek itu menyeruput tehnya dengan senang.

Liana menghela nafas, kalau dihitung-hitung sudah terlalu banyak kalinya ia mengingatkan neneknya kalau beliau salah sebut nama cucunya tersebut. Namun dia masih heran sampai sekarang kenapa neneknya selalu menyebut nama lelaki, bukannya perempuan. Batin Liana berdebat dengan fikirannya. Apakah ia terlalu mirip lelaki, atau neneknya ini terlalu banyak memiliki mantan kekasih kala muda dulu.

"Bagaimana dengan Tummulotary Academy?" ujar nenek Lovinna tiba-tiba.

Liana tersadar dari lamunannya. Ia nampak bingung dan sedih memikirkan jawaban pertanyaan neneknya tersebut.

"Kurasa Tummulotary Academy bukan tujuan cocok untukku Nek, ya...Nenek tahu sendiri kan maksudku?" Liana menatap neneknya dengan wajah getir.

"Status? bukankah sekarang aturan tentang Orph itu dilonggarkan?" Nenek Louvinna balas menatap Liana penuh selidik.

Liana tentunya terkejut. Karena aturan tentang Orph bukanlah hal yang mudah untuk diutak-atik dan diubah. Bicara soal itu, Orph adalah sebutan untuk anak yatim piatu yang tidak jelas marga keluarganya. Di beberapa kerajaan seperti Ellenia juga ditetapkan peraturan bahwa orang tua yang ingin mengadopsi Orph harus membayar pajak yang besar pada administrasi kependudukan kerajaan. Tentunya hal itu membuat banyak orang mengurungkan niat untuk mengadopsi Orph. Ditambah dengan pandangan bahwa Orph adalah manusia berkasta rendah yang dipandang menyedihkan. Hal tersebut menambah kesengsaraan para anak kurang beruntung penyandang status Orph tersebut.

Liana dengar selama ini Tummulotary Academy-akademi kekuatan magis nomer satu di Kerajaan Ellenia-menerapkan larangan bagi kaum Orph untuk mendaftarkan diri di sekolah kekuatan magis tersebut. Apa Nenek Louvinna tengah melindur?

"Dari mana nenek tahu kabar itu?" tanya Liana.

"Aku tahu dari Lully si tukang bunga keliling," jawab Nenek Louvinna dengan santainya.

"Astaga, nama beliau itu Poppy nek, buka Lully. Bicara soal itu, aturan bagaimana yang dilonggarkan nek?" tanya Liana lagi dengan wajah penasaran.

"Kau menguji ingatan nenek berusia 89 tahun cucuku. Kata Poppy, Tummulotary Academy akan memperbolehkan para Orph mendaftar dan menjadi peserta didik di sana dengan persyaratan bahwa mereka harus menjalani segenap tes dahulu." Nenek Louvinna menyeruput teh lagi lalu membenarkan kacamata oval berframe ungunya tersebut.

Liana yang mendengar hal tersebut tentunya melonjak gembira, ia langsung memeluk Nenek Louvinna. Mulai dari sekarang ia bertekad untuk bisa lulus tes Tummulotary Academy sesulit apapun tes tersebut. Namun suatu pertanyaan kini bertambah di benak Liana. Bagaimana bisa tukang bunga keliling seperti Aunty Poppy mengetahui kabar tersebut? tapi mungkin saja beliau (Aunty Poppy) mengetahuinya dari mulut ke mulut. Maklum saja, Aunty Poppy berjualan bunga keliling setiap hari menelusuri luasnya kerajaan Ellenia. Tapi apa benar kabar tersebut merupakan sebuah fakta? atau hanya rumor dan berita burung belaka? tapi apapun itu pasti kabar tersebut juga sudah meluas kemana-mana sekarang.

Malam telah tiba, tak henti-hentinya Liana memikirkan tentang peraturan baru di Tummulotary Academy tersebut. Ini merupakan kesempatan emas baginya. Kapan lagi coba seorang Orph bisa menjadi peserta didik di sekolah ilmu magis megah dan berkualitas seperti itu. Liana memperkirakan kalau besok atau lusa kabar ini pasti akan menggemparkan seluruh pelosok bumi Kerajaan Ellenia. Dan tidak terkecuali timbulnya protes dari golongan bangsawan karena tidak terima para Orph juga menjadi peserta didik di sekolah tersebut. Tapi Liana tidak ingin memusingkan masalah itu dulu, dia sekarang sedang memikirkan bentuk tes apa saja yang akan ia hadapi untuk masuk ke Tummulotary Academy.