"Jadi kau bekerja di sini?" Yuju mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Verse padanya.
Mereka berdua duduk di luar supermarket saling bersampingan dengan sebotol minuman yang berada di tangan Verse.
"Boleh aku tanya sesuatu padamu?" tanya Verse.
"Tentu, silahkan."
"Apa kau memiliki hubungan dengan tuan Jae?" Yuju memiringkan kepalanya bingung mendengarkan pertanyaan Verse.
Sebenarnya Verse juga tidak enak bertanya seperti ini kepada Yuju, apalagi mereka tidak saling kenal bahkan baru bertemu sekali itu pun karena Jae. Tapi ia sangat penasaran apa hubungan Jae dan Yuju.
"Eoh, aku tidak memiliki hubungan apapun dengan Jae."
"Kau serius? tapi kalian terlihat dekat."
Yuju tertawa kecil "Haha... waktu itu bahkan baru yang kedua kalinya aku bertemu dengannya."
Verse membulatkan matanya "Benarkah!? aku kira kau dekat dengan nya. Ia terlihat berbeda saat berbicara dengan mu."
Yuju menggeleng "Tidak kau salah sangka." Yuju terdiam sejenak "Hmm... menurut mu Jae itu orang yang seperti apa?"
Raut wajah Verse terlihat berfikir, apa sebegitu rumitnya hanya untuk menjelaskan seperti apa pria itu?
"Tuan Jae dia pendiam... tidak banyak bicara, kadang dia terlihat dingin dan seperti tidak ingin di ganggu oleh siapapun."
Jadi benar firasatnya bahwa Jae seperti yang dia bayangkan tadi malam.
"A-apa... a-apa dia punya kekasih?" tanya Yuju dengan terbata-bata.
Verse menoleh kearah Yuju "Kenapa? kau menyukai tuan Jae?"
Blush...
Wajah Yuju memerah seketika dan dengan panik melambaikan tangannya "T-tidak.. t-tidak aku tidak menyukainya!"
Verse terkekeh "Tapi dari yang kulihat saat tuan Jae berbicara padamu ia terlihat berbeda, ia terlihat lebih hidup."
Yuju menunduk apa sebegitu pendiam nya Jae itu?
"Yuju..."
Yuju mendongak "Yes?"
"Aku mohon padamu untuk selalu menemani nya, ia selalu terlihat kesepian di mata ku. tuan Jae orang yang baik." ucap Verse dengan kedua mata yang menatap Yuju.
...
Suara bentakan nyaring memenuhi kantor polisi yang tidak cukup besar itu dan bentakan itu di tujukan kepada seorang pria yang telah tertunduk.
"Bukan nya sudah ku bilang untuk tidak ikut campur!?" bentak pria paruh baya itu dengan bertolak pinggang.
Grey hanya terdiam tidak mengeluarkan suara sedikitpun.
Pria paruh baya yang mengenakan seragam yang sama dengannya itu menghembuskan nafasnya kasar "Kau harus ingat bahwa kau itu hanya polisi biasa bukan polisi khusus atau pun detektif yang bisa menyelesaikan semua kasus dengan seenaknya!"
Grey mengepalkan tangannya. Ia tidak tahan lagi dengan omong kosong dan hinaan yang selalu ia dapatkan. Bukankah itu merupakan tugas polisi yang sebenarnya?
Brak...
Grey berdiri dengan kasar "Baiklah jika seperti itu aku akan berhenti! untuk apa aku menjadi seorang polisi tetapi tidak bisa melakukan apapun! untuk apa!?"
Grey keluar dari kantor polisi itu dengan langkah lebar penuh dengan emosi, Kyle yang melihat Grey pergi segara mengejar temannya.
"Grey! Grey! kau ingin kemana!?" teriak Kyle mengejar setiap langkah Grey.
Sedangkan Grey tidak menghiraukan teriakan temannya dan masih dengan hati yang penuh amarah.
"Sialan! fuck!" umpat Grey berulang kali.
Tepukan di pundaknya menghentikan langkahnya "Grey! tenanglah terlebih dahulu."
Grey berbalik menyingkirkan tangan itu pada pundaknya dengan kasar "TENANG!? SETELAH BARU SAJA MEMPERMALUKAN KU!?"
Kyle menghela nafas, ia sangat tau perasaan temannya itu. Grey merupakan seseorang yang selalu ingin membantu dan juga sangat baik. Ia juga paham bahwa Grey sangat ingin mencoba menolong memecahkan kasus dan masalah yang belum terselesaikan.
Grey selalu bercerita pada dirinya jika menjadi polisi sudah menjadi cita-cita nya sebelum sang ayah meninggal dunia. Ia ingin mewujudkan mimpi ayah nya yang ingin melihatnya menjadi seseorang yang berguna.
"Grey, tenangkan dirimu... semua tidak akan berubah jika kau menanggapinya dengan emosi."
Grey membuang wajahnya nafasnya memburu, ia mulai berusaha menenangkan hati dan pikirannya yang terbakar.
"Ayo... kita kesana, tenangkan dirimu."
Disinilah mereka duduk di sebuah taman dengan Kyle yang memberikan sekaleng kopi pada Grey.
"Terima kasih." ucap Grey singkat.
"Grey, aku paham ini bukan yang pertama kalinya kau dilakukan seperti ini. Tapi kau juga perlu ingat kalau aku pun selalu di perlakukan sama dengan mu."
Grey tertunduk mengingat semuanya, Kyle benar... ia melupakan fakta itu yang membuat nya emosi dan egois.
"Aku... aku hanya kecewa." cicit Grey.
"Pasti akan ada cara lain, kita berdua akan membongkar dan menyelesaikan kasus ini." Grey menoleh menatap Kyle.
"Kau yakin?" Kyle mengangguk.
"Tentu! kita berdua adalah polisi yang hebat dan pintar." ucap Kyle percaya diri yang membuat Grey tertawa kecil.
"Tapi bagaimana jika pekerjaan kita yang menjadi taruhannya?"
Kyle tersenyum tipis "Aku bahkan rela mempertaruhkan nya untuk membuktikan kepada mereka semua."
Ia sangat beruntung mendapatkan teman yang selalu mendukung dan berada di sisinya di saat-saat seperti ini.
"Baiklah, Kyle you are the best friend that i ever have."
"Ohh.. come on! did you just realize it? where have you been all this time?" ujar Kyle dengan dramatis.
"Silly Kyle..." ejek Grey.
...
Tok..tok..tok..
Ketukan pada pintu ruangan miliknya sedikit mengganggu aktifitas nya yang sedang sibuk menatap layar laptop dengan logo bergambarkan apel pada belakang laptop itu.
"Masuk!"
Krek...
Pintu itu terbuka menampakkan Verse yang masuk perlahan dan menutup kembali pintu itu.
"Maaf tuan Jae, aku terlambat."
"Hmmm..." jawab Jae dengan gumaman.
Verse kemudian melangkah duduk di kursi yang berada di hadapan meja Jae seperti biasanya. Dan menunggu hingga Jae menyelesaikan semua pekerjaan nya yang tidak ada habis-habisnya.
Tapi Jae tidak pernah mengeluh atau pun terlihat letih sedikit pun, dan itu membuat Verse kagum pada sosok di depannya itu.
"Kau darimana?"
Verse tersentak kecil "A-ah.. aku hanya singgah sebentar membeli sesuatu tuan."
Seperti biasanya keheningan menyelimuti keduanya hanya suara ketika keyboard yang menemani hening nya ruangan CEO ini, yang larut dengan pekerjaannya.
"T-tuan Jae."
Jae mengalihkan perhatian dari laptop milik nya "Ada apa?"
Verse gugup setengah mati ingin mengatakan ini kepada Jae, tangannya meremas celana bahan yang ia kenakan.
Verse menelan ludahnya gugup "A-apakah bisa jika aku meminta gaji ku sekarang t-tuan?"
Verse serasa ingin lompat saja ia sungguh tidak enak mengatakan ini pada Jae. Tapi kalau di pikir-pikir itu sudah hak nya kan menerima gaji dari pria tampan itu.
"Kenapa? apa kau punya utang?"
Verse menggeleng dengan cepat. Utang? ia tidak pernah memiliki utang seumur hidupnya dan ia bersyukur akan hal itu.
"Ibu ku sedang sakit tuan, aku membutuhkan uang untuk membelikannya obat." ucap Verse pelan, entahlah ia sedikit malu mengucapkan ini kepada Jae.
Jae melipat tangannya di depan dada "Tidak bisa. ini terlalu cepat dari tanggal yang sudah ku tetap kan."
Verse menunduk dan menghela nafas. Ia sudah tau pasti akan begini apalagi Jae orang yang tidak suka melanggar peraturan yang sudah ia tetapkan sendiri.
"B-baiklah tuan maafkan saya."
Jae kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya yang terhenti seperti semula.
Sedangkan Verse otak nya berfikir bagaimana ia harus mendapatkan uang untuk ibu nya, dan dia pun sangat anti dengan yang namanya utang.
Kini Jae dan Verse telah berjalan keluar dari gedung pencakar langit milik Jae. Jae memasukkan tangannya ke dalam kantung celana dan berjalan di depan Verse.
"Tuan Jae, aku ingin kesana sebentar." Jae mengangguk. Dan berjalan duluan ke mobil hitam mewahnya yang terparkir di depan sana.
Jae duduk di dalam mobil menyandarkan kepalanya dan menutup matanya sejenak, namun ia kembali membuka matanya dan mengeluarkan ponsel miliknya.
ia terlihat membuka dan mengetikkan sesuatu pada ponsel nya.
...
Disinilah Verse berdiri di hadapan sebuah mesin ATM yang berada di depannya.
Ia mengeluarkan dompet miliknya dan mencari kartu plastik persegi yang biasa kau gunakan untuk mengambil uang.
Verse memasukkan kartu nya ke mesin ATM itu lalu memasukkan pin nya dan mulai menekan layar ATM yang menampilkan berbagai macam options.
Dan pilihan untuk menampilkan berapa nominal uang yang ia memiliki menjadi pilihan hanya. Layar biru itu sedang loading, mungkin sedang menghitung berada jumlah uang yang ia miliki.
"Hah... mari kita lihat berada sisa uang yang aku miliki, maafkan aku bu untuk sementara aku hanya bisa membelikan obat sa---"
"EOH!? OH MY GOD!" teriak Verse kaget.
Matanya membulat melihat nominal angka yang terpampang pada layar ATM itu. bahkan deretan angka itu lebih banyak dari yang seharusnya.
Ada apa ini? kenapa tiba-tiba jadi begini? apa dia baru saja memenangkan sesuatu atau mendapatkan hadiah? terserahlah apapun itu!
Ia sangat senang dan bersyukur. itu berarti ia dapat membawa ibunya ke rumah sakit untuk memeriksakan keadaan nya.
"Astaga! darimana uang in--" ucap Verse tidak habis pikir, tiba-tiba saja ia teringat sesuatu yang membuatnya membulat kan mata.
"TUAN JAE!"