Tao kembali dengan wajah yang lebih bersahabat dan melanjutkan apa yang sudah ia janjikan. Ia mengambil posisi paling nyaman untuk mengembalikan Amber. Ia meletakan kedua tangannya di kanan dan kiri sisi kepala Amber, ia terpejam berkonsentrasi mencapai entitas.
Kegelapan itu masih menutupi Amber. Seperti penutup mata yang tebal. Bukan hanya matanya, melainkan juga dirinya dengan beban yang menekan. Di bawah alam sadarnya yang sangat gelap, ia sulit membayangkan wajah siapa pun. Walaupun begitu ia terus berusaha mendorong kegelapan itu dan bertekad. Tapi tekad saja tidak cukup.
Sekian lama waktu berlalu dan kegelapan semakin mengimpitnya, dan ia bertanya-tanya dalam hati apakah semuanya sudah terlambat kemudian ia merasakan dirinya terpeleset-tak ada yang bisa ia jadikan pegangan, tidak dapat menolaknya dan membiarkan kegelapan itu menindihnya sepenuhnya. Ia melawan kegelapan disekelilingnya agar tidak mendekat dan menenggelamkannya ke dasar yang tak berujung.
Kemudian dari dalam kegelapan itu timbul suara-suara asing, suara itu memanggil namanya. Suaranya begitu nyata bagai bisikan.
Amber. Suara bergema itu seolah memenuhi kepala Amber.
Siapa itu?Tunjukan dirimu!
Walau kau dan aku terkoneksi, aku tidak dapat berubah menjadi objek tertentu, namun aku akan menolongmu menemukan jalan keluar,
Apa aku sudah mati?
Belum, belum saatnya, kembalilah Amber, orang-orang yang kau sayangi menunggumu, Chanyeol, Kai, Ayahmu.
Chanyeol. Kai. Dad,
Apakah semua baik - baik saja?
Tentu saja Amber, kau pasti tak sabar bertemu mereka bukan?
Dunia ini belum hancur karena ulah Irene?
Aku mohon, siapapun dirimu, tolong bantu aku keluar dari kegelapan ini.
Lihat cahaya merah disekelilingmu, hancurkan, gunakan keyakinanmu untuk keluar dari sana.
Cahaya merah itu.
Amber berkonsentrasi, mencari cahaya dibalik kegelapan gulita itu. Iya yakini bahwa ia bisa kembali dan akan melawan kegelapan ini. Kemudian dengan tekad itu. Kegelapan itu berubah menjadi ruangan yang dipenuhi kilau kemerahan samar terpancar mengelilinginya. Kilauan itu seperti semburat pada pancaran aurora. Setelah terlihat, rasanya ia berada di tempat yang tidak seharusnya. Amber mendekati kabut kemarahan itu. Disentuhnya kabut itu, teksturnya seperti air. Sensasinya meninggalkan rasa perasaan kebas pada ujung jari telunjuknya sesaat.
Kemudian ia dorong kabut itu, kabut itu terdorong dengan mudah, kabut itu elastis seperti karet. Ketika ia dorong, kabut merah yang mengelilinginya berkobar lebih terang daripada sebelumnya. Seperti pertahanan diri yang melihat adanya bahaya darinya. Semakin ia berusaha mendorong kabut itu semakin keras rasanya. Seolah-olah kabut itu tidak bereaksi lagi saat ini dengan gaya dorongnya.
Aku tidak bisa melakukannya,
Nosce te ipsum! Kenalilah dirimu. Rasakan kekuatan dan keyakinamu.Jangan berusaha terlalu keras atau kau akan mati jika mencobanya.
Bagaimana aku melakukannya?
Ikuti kata-kataku. Letakan tanganmu dipermukaan Force Field itu
Amber meletakan kedua tangannya dipermukaan kabut berkilauan itu.
Damnantquod non intellegunt. Principis obstamus. Sic transitos mundiyan.
Amber menirukan apa yang suara misterius itu katakan dengan tersendat-sendat. Lalu suara misterius itu menyuruhnya mengulanginya sekali lagi. Tiba-tiba Force Field itu bergetar seolah-olah ada sesuatu yang menghantamnya. Kemudian Force Field itu pecah dan runtuh. Amber menunduk melindungi kepalanya dari pecahan kaca. Kemudian kegelapan itu datang kembali. Tapi kegelapan itu kini tak berarti apa-apa.
"Mantranya sudah terangkat," bisik Tao.
Kemudian, walaupun jantungnya belum berdetak, mendadak Amber bisa merasakan sesuatu. Seseorang menyentuh tangannya dan ia benar - benar dapat merasakan tangan orang lain yang menggenggamnya. Dan dalam genggaman tangannya, ada sesuatu yang amat sangat hangat. Titik panas di tangannya terasa begitu nyata. Tangan itu menggenggamnya erat.
"Lebih baik kita biarkan Tao mengerjakan tugasnya" ajak Luhan. "Ayo!"
"Tidak, aku di sini saja," jawab Chanyeol bersikeras.
Lalu Kai walau kakinya enggan melangkah terpaksalah ia meninggalkan Amber keluar ruangan mengikuti Luhan. Sekarang diruangan itu tinggal Tao, Chanyeol dan Lay yang diminta untuk mengurangi sakitnya.
Sentuhan itu memberikan efek aneh membuat dadanya menggelepar seperti burung yang sedang mengepakkan sayapnya. Tepat di sanalah jantungnya berada yang kini mulai berdetak. Seiring dengan degupan jantungnya. Kemudian ia pun menarik nafas panjang untuk pertama kalinya.
"Jantungnya mulai berdetak," Lay memberitahu.
Tangan Chanyeol meremas jari-jari Amber dengan gemetar.
Amber merasakan jari-jarinya gemetaran, seseorang yang memegang tangannya, meremasnya dengan lembut. Sementara ia sedang susah payah berusaha menyesuaikan diri dengan tubuhnya yang terasa asing karena kembali ke raga.
"Amber," bisik Chanyeol.
Lalu perasaan hangat melanda permukaan wajahnya.
Amber berusaha menggerakkan bibir ketika suara itu memanggilnya. Tapi ia tak sanggup menggerakkan bibirnya dan mengubah gelembung-gelembung udara menjadi bisikan di lidahnya.
Chanyeol berlutut, memeluknya dengan melingkarkan sebelah tangannya di atas perut Amber. Tubuh panas itu kini memeluknya, menguburkannya ke dalam kehangatan yang mendamaikan. Kulitnya yang hangat sangat pas dengan tekstur suaranya yang berat.
Suhu tubuhnya persis sama, Jadi mungkin inikah neraka. Aku tidak peduli. Aku akan menerimanya. Aku merindukanmu Chanyeol
Dekapan erat yang penuh kenangan hangat kekasihnya dapat memberikan aliran statis ke jantungnya. Amber semakin berjuang melawan kegelapan. Kemudian rasa sakit baru menghunjam dadanya seiring degupan jantungnya.
Sakit ini mula-mula seperti ada yang menindih dan membungkam mulutnya dengan kasar. Lalu sesuatu yang lebih tajam seperti mengoyak jantungnya dan menariknya dengan paksa, siksaan ini sungguh tidak masuk akal. Amber merasakan jantungnya yang seperti ditarik paksa, jantungnya berdetak tapi meninggalkan rasa yang menyakitkan. Kemudian sakit itu pergi begitu saja meninggalkan jejak kegelapan yang sama.
Ia masih merasa tersesat di dalam tubuhnya sendiri yang gelap. Ia yakin telah membuka mata lebar-lebar berusaha menemukan cahaya sekecil apapun. Tapi semuanya gelap. Seolah-olah kelopak matanya terjahit permanen hingga ia tidak bisa melihat cahaya dari balik pelupuk matanya. Kegelapan itu mengalihkan dan mengubahnya menjadi gelombang siksaan.
Rasa sakit itu terus datang. Tapi kali ini membingungkannya dan lebih menyakitkan. Sakitanya terasa nyata sekali. Amber tidak mengerti, ia tidak bisa mencerna apa yang sedang terjadi padanya. Tubuhnya berusaha keras menolak rasa sakit yang sulit ditampik itu, rasanya jiwanya seperti tersedot lagi dan lagi ke dalam kegelapan yang penuh kesakitan, ia tidak yakin dimana ia berada, ini lebih berupa ruang penyiksaan baginya.
Amber membiarkan kegelapan itu menenggelamkannya ke bawah, ke bawah, ke tempat penuh kesakitan, penuh kelelahan, penuh kekhawatiran, dan penuh ketakutan. Tubuhnya serasa sedang berada di dua dunia yang berbeda. Tapi ini lain, rasanya seperti ada yang berusaha memisahkan tubuhnya menjadi dua hidup-hidup. Merasakan bagian-bagian tubuhnya serasa terpilin, terentak, remuk, teriris dan terkoyak. Sakitnya luar biasa. Amber menjerit, berteriak, menggeliat-geliat, menendang-nendang.
"Kau menyakitinya, Tao" jerit Chanyeol pada Tao.
Chanyeol memegangi kedua lengan Amber dan Lay memegangi kaki Amber yang menendang-nendang tak karuan. Tubuhnya melengkung kaku dalam posisi aneh yang tidak natural
"Memang begini efeknya..."
"Lay... " geram Chanyeol seraya memerintahkan.
Amber mendengar suara itu, ia tahu betul bagaimana matanya berkilat bila pemilik suara itu menggunakan nada tersebut.
"Aku sedang berusaha mengurangi rasa sakitnya, tapi ia masih kesakitan,"
Chanyeol menggertakan giginya. "Bertahanlah Amber, kau pasti kuat"
Jeritan Amber semakin menjadi-jadi. Para Force di luar ruangan mengejang mendengar jeritan Amber. Mereka membayangkan siksaan nyata yang terjadi pada Amber. Kai berusaha melawan dorongan untuk menghambur ke ruang perawatan.
Setiap jeritan yang keluar dari mulutnya membuat Chanyeol tersiksa hinga membuatnya menahan nafas. Rasanya ingin sekali ia menggantikan penderitaan kekasihnya, memberikan dan melakukan apapun agar kekasihanya tidak kesakitan dan menghentikan siksaan ini.
Tapi tidak ada pilihan lain untuk menghentikan penyiksaannya. Ini konsekuensinya, bila ia ingin kekasihnya kembali ia harus siap menyaksikan penderitaan kekasihnya, menyaksikan jiwanya yang terbakar yang dipaksa kembali melawan realita.Walau jeritan itu pertanda bagus, bagus bahwa ia telah kembali.
Dan untuk jangka waktu yang entah kapan akan berakhir, hanya itulah yang Amber rasakan. Siksaan yang menyakitkan, jeritannya yang seperti memohon-mohon agar kematian tidak menjemputnya. Chanyeol terus meringis karena tidak tega melihatnya. Itu adalah momen penuh kesakitan yang membuatnya nyeri.
Lalu Amber melihat terdapat ruang kosong di depannya. Ruangan itu tidak memiliki ujung sama sekali, seolah-olah ruangan itu menyertai siksaanya yang tak berujung. Ia tahu ini saatnya untuk menyerah.
Tepat pada saat ia berusaha bertahan menahan sakit. Tiga hal penting yang ia sadari pada saat bersamaan ditengah-tengah penyiksaan itu, seolah-olah waktu diulang dari awal lagi. Amber bisa merasakan kembali tubuhnya, tapi ia belum bisa merasakan hal-hal yang seharusnya ia rasakan selain rasa panas di pergelangan tangannya seperti gelang panas dan pikiran berangsur-angsur berfungsi, itu merupakan pertanda pertama baginya.
Amber mulai menyadarinya ketika ia bisa merasakan tubuh dan jari-jarinya mengepal erat hingga kukunya menekan keras telapak tangannya. Namun dibalik kesadaraannya itu membuat siksaa itu terasa bertambah parah, terasa nyata-faktanya, ia mendapati bahwa ternyata ia bisa berpikir di tengah rasa sakit itu.
Amber telah mengetahui ada sesuatu yang jauh lebih penting daripada semua siksaan ini. Kenyataan yang berusaha ia sadari perlahan-lahan datang bagai cahaya yang datang perlahan dari kejauhan. Tapi satu yang pasti, sesuatu yang sepertinya berjalan sebagaimana seharusnya. Namun, hal yang paling ia ingat adalah senyuman ada di mana-mana. Senyuman orang-orang yang ia sayangi, Chanyeol, Kai dan Daniel.
Chanyeol. Chanyeol, Hidupku dan hidupnya bagaikan terjalin menjadi satu. Namun Aku sudah tak sanggup lagi dengan penyiksaan ini, tapi aku ingin berada terus disampingnya. Aku tak mau meninggalkan setengah dariku. Bukankah satu-satunya yang ia minta dariku hanyalah agar aku tetap bersamanya. Aku harus berjuang.
Kai, pelabuhanku yang lain-yang sudah berulang kali mengucapkan selamat berpisah padanya tapi selalu kembali setiap kali aku membutuhkannya. Kai yang entah sudah berapa kali kusakiti hatinya. Akankah aku menyakiti hatinya lagi, kali ini yang terparah. Dan dimana dia sekarang? Apakah dia ada disisiku?
Ketiga Aku ingat mengapa aku rela menjalani sakit yang luar biasa ini. Aku ingat bahwa, walaupun rasanya mustahil sekarang, ada sesuatu yang pantas diperjuangkan dengan menahan siksaan ini. Berjuang keras menahan sakit dengan menjerit dan geliat-geliat kesakitan Aku pasti kembali untuk mereka, Chanyeol, Kai, Ayah.
"Sudah berhenti,"
"Dia akan baik-baik saja kan?" Ujar suara berat itu. Embusan napasnya terasa di kulit Amber, terasa panas membara.
Amber tahu ada kesedihan dalam suara Chanyeol yang berusaha ia lawan karena tak tega melihat penderitaan Amber.
Perlahan, amat perlahan, pikirannya mulai menembus dinding sakit. Rasa sakit itu perlahan memudar, seolah-olah ada yang memberikannya morfin, walaupun tangan itu masih terasa panas mencengkeramnya kuat-kuat. Rasanya Melelahkan sekali melawan rasa sakitnya.
"Dia selamat" Luhan berkata dengan setengah melamun. Semua orang bergemuruh menatap pintu ruang perawatan.
Di dalam angan Amber ruangan sunyi senyap, tidak ada suara apa-apa selain debar jantungnya yang bertalu-talu. Perlahan Amber bisa mendengar kupingnya yang berdenging dan detak jantungnya sendiri yang seperti berpacu menghitung waktu. Ia masih bisa merasakan bagian pergelangan tangannya ditekan oleh gelang panas itu. Panas itu bukannya menghanguskan malah semakin menguatkan kenangannya bersama Chanyeol, seolah-olah mereka benar-benar terikat. Namun panas itu semakin lama semakin menjadi-jadi. Panas itu seolah-olah akan menghangsukan tangannya. Mengingatkan pada pertahanan dirinya akan jebol
"Amber? Kau bisa mendengarku?"
Amber bisa mendengarnya dengan jelas, hingga rasanya ingin sekali membuka mulut untuk menjawab dan berhenti membuatnya khawatir.
"Apakah ia baik-baik saja sekarang?"
Suara itu terdengar sangat menderita. Suara beratnya terdengar memilukan.
Apakah ia merasa semenderita aku. Tidak, kau tidak perlu menderita bersamaku.
"Dia akan pulih," Lay meyakinkan Chanyeol.
"Dia pasti masih kesakitan." Bisiknya tercekat.
"Dia sudah pulih, semua sudah kembali seperti sediakala," Tao mengusap-usap punggung Chanyeol.
"Amber, aku cinta padamu. Amber, maafkan aku," Suara Chanyeol teredam; pecah saat mengucapkan kata maaf.
Amber ingin sekali menjawabnya, tapi bibirnya masih belum bisa mengikuti perintahnya.
"Berhentilah menyalahkan dirimu sendiri. Amber pasti selamat," ujar Lay lembut.
"Amber Sayang? Bisakah kau membuka mata? Bisakah kau meresponku?" Ditekannya Jari-jari Amber.
***
Setelah beberapa jam kemudian menunggu akhirnya Amber membuka matanya perlahan-lahan. Lalu diliriknya Chanyeol dengan tatapan bingung.
"Chanyeol." katanya serak.
"Oh, God! Amber, your alive!" Chanyeol langsung memeluknya dan menciumnya berkali-kali.
"Apa yang terjadi? Sepertinya aku tertidur cukup lama?" mata Amber berkelana memperhatikan orang-orang yang berada diruangan itu.
"Your heart stopped" suara Chanyeol bergetar menahan haru.
"Hah? Apa aku sudah mati? Aku memikirkanmu, melihat wajahmu disana dalam pikiranku, apa aku sedang bermimpi? Atau seharusnya aku tidak berada disini saat ini, seharusnya aku sudah mati, benar kan?"
"Tidak. Amber, Tidak." Chanyeol membelai rambut Amber yang acak-acakan. "Kau tidak sedang bermimpi, dan kau belum mati. Aku ada di sini, dan aku cinta padamu. Aku selalu mencintaimu, dan akan selalu mencintaimu. I swear i'll never fail you again."
Chanyeol menempelkan kepalanya ke kening Amber, kemudian mengecup keningnya.
"Kau mau bangun?" tanya Chanyeol lembut.
"Ya," Chanyeol membantu Amber duduk dengan memegangi ke dua tangannya.
Amber memegangi kepalanya yang terasa pening.
"Kau baik - baik saja?" Chanyeol berlutut dan menatapnya penuh cinta.
"Ya aku baik - baik saja" ujar Amber serak. "Aku pikir aku kehilanganmu?"
"Sshhh.." Chanyeol mengecup ringan bibir Amber seraya menghentikannya berbicara "Kau aman sekarang, kita aman sekarang. Tidak ada lagi yang dapat melukaimu Amber"
Amber menatap Chanyeol dengan pandangan mengisyaratkan kepuasan dan perasaan lega. Amber memandang Force satu persatu, melihat siapa saja yang tidak berada disana. Namun matanya terhenti pada laki-laki kekar dengan warna kulit nyaris perunggu yang berdiri berdampingan dengan Kai. Chanyeol menoleh mengikuti arah pandangan Amber, kemudian tersenyum.
"Itu Tao," bisiknya memberi tahu.
Amber terkesiap, kemudian dengan cepat ekspresinya berubah menjadi ekspresi penuh kekaguman, seperti mengubah channel di televisi kesukaannya.
Ia ingat-ingat kembali sosok Tao-sahabat lama Kris, yang ada di buku Athanatoi. Tao sang pengendali waktu yang tampak sekeren gambarnya, tidak, ini lebih dari itu-Ia nyata dan berada didepan matanya. Ia berperawakan tinggi kekar. Amber jadi penasaran ingin memukul lengannya yang kekar dibalik kaos lengan panjang abu-abunya. Diam-diam Luhan tersenyum mendengar pikiran Amber.
"Hai," sapa Amber malu-malu.
"Halo Amber," Tao maju mendekatinya, Beberapa saat Amber mengejang, ketika Tao mengulurkan tanganya untuk berjabat tangan, "Senang bertemu denganmu,"
Amber pandangai tangan besar Tao yang kecokelatan-tangan seorang Assassin. Amber meraup tangang besarnya, merasakan tekstur kulitnya yang sedikit kasar dan hangat, tidak sehangat Chanyeol.
Tao menggengam tangannya dengan mantap dan melepaskannya terlebih dahulu. Chen meringis melihat keberanian Amber, mungkin Amber tidak sepenuhnya tau benar bahwa Tao seorang pembunuh terbaik di Klannya. Membuat Force menjadi pengecut hanya untuk bicara dengannya. Bahkan Kalimat "kubikin mampus kau!" bukan sekadar omong kosong kalau diucapkan olehnya.
"Jadi kau yang ada disana? Menyelamatkanku?" tanya Amber terbata-bata.
"Hanya sedikit membantu, ini berkat Kai. Dia yang memintaku untuk menyelamatkanmu" Tao mengulurkan tanganya ke arah Kai. Amber mengalihkan pandangannya ke Kai. Tidak bisa dipungkiri ia bahagia Kai selamat.
"So, Amber is Back!" Kai tersenyum riang pada Amber, ia meremas-remas tangannya tidak tahan untuk memeluk atau sekedar menyentuh wajah Amber.
Amber tersenyum sambil melirik Chanyeol. Seolah Chanyeol dapat membaca pikirannya, hingga Chanyeol menahan senyumnya dan memberikan kode mengizinkan kekasihnya untuk meresponnya.
"Aku merindukanmu Kai," kata Amber tanpa terukur, ia melirik Chanyeol seklias, Chanyeol hanya tersenyum kecil padanya. Sedangkan Kai tersenyum simpul, ia masih terus meremas-remas tangannya.
"Aku merasa tertidur cukup lama, berapa hari aku berbaring disini?" tanya Amber canggung.
"Dua hari," jawab Chanyeol singkat.
"Oh, tidak. Daniel pasti mengkhawatirkanku," pekik Amber.
"Tenang sayang, kau bisa menelponnya setelah ini," Chanyeol memandang Amber takjub yang berdiri mantap, seolah-olah memang tidak pernah terjadi apa-apa padanya.
Mendadak Amber teringat sesuatu bahwa Formasi kelompok ini berkurang, tapi ia bertanya pada dirinya sendiri siapa yang tidak hadir diruangan itu.
"Kemana Kyungsoo dan Baekhyun?" tanya Amber pada siapapun dikelompok ini.
Namun, tidak ada yang menjawab pertanyaan Amber, beberapa Force menunduk seperti memberi penghormatan, beberapa lagi seperti berduka dengan sesuatu yang tidak ada dihadapan mereka.
"We lost the Heroes," kata Kai tercekat.
Mata Amber membelalak karena terkejut kemudian tertunduk dengan perasaan berkabung.
"They are the great warrior" Amber mengenang sosok Kyungsoo dan Baekhyun.
"Yeah, walau aku tidak percaya Tuhan tapi aku yakin dia pasti mendapatkan tempat yang layak di surga" Kai berusaha keras agar tidak menundukkan kepalanya.
Amber tersenyum pada Kai untuk menghiburnya. Bagaimanapun juga Kyungsoo adalah teman baik Kai di kampusnya dulu.
Semua Force mulai memainkan peran mereka masing-masing, sesuai rencana Kris. Kris menghampiri Chanyeol dan berdiri tak jauh darinya dan menjalankan misinya.
"Chanyeol, bisa bantu aku sebentar, bantu aku mengelas kerangka baja, aku kawatir sebentar lagi roboh" perintah Kris, matanya melirik Tao sekilas.
"Oh, baik Kris," Chanyeol bangkit dan ragu-ragu meninggalkan Amber diruangan itu.
"Amber, kau tidak keberatan kan kalau pulang dulu," Chen memberitahu dengan sabar "kami mau membereskan rumah, maaf bukannya aku tidak sopan..."
"Apa tidak ada sesuatu yang bisa aku bantu," sergah Amber
"Kau hanya akan merepotkan kami bila terus berada disini, lebih baik kau pulang dan mandi," Ujar Sehun ketus.
Chen membungkam Sehun dengan tatapannya.
"Oke, maaf kalau aku menjadi merepotkan," Amber memelas.
"Mari kita keluar dari ruangan ini," ajak Chen. Semua meninggalkan ruangan itu dan mulai melakukan tugas yang sudah dipersiapkan. Diam-diam Luhan dari kejauhan memberikan kode pada Kai untuk melakukan misinya sekarang.
"Aku akan mengantarkanmu pulang, tapi aku harus mengantarkan Tao dulu, karena aku yang memanggilanya kemari," janjinya sambil berlalu melewati lorong. Amber mengangguk.
Chen menggiring Amber ke ruang makan dan menemaninya mengobrol. Force lain sedang sibuk membenahi rumah. Dari cara mereka mencari kesibukan membuat Amber bingung, Chanyeol pun tampak sangat sibuk. Kemudian mendadak perasaan mengganjal menghantamnya. Ia ingin bertanya pada Chen, tapi ia urungkan niatnya karena ini hanya firasat konyolnya yang lain.
Kai kembali setelah dua puluh menit pergi untuk mengantarkan Tao. Lagi-lagi Amber bertanya dalam hati, kenapa Kai pergi cukup lama, maksudnya dengan Teleport Kai yang sangat instan. Apa mungkin mereka pasti berbincang-bincang sesuatu, atau mungkin Tao menawarinya untuk mampir sebentar. Amber berusaha menyingkirkan firasat-firasat yang tidak berarti itu.
Kai menemani Amber makan siang dirumahnya dengan memesan delivery. Mereka berbincang-bincang soal pertempurannya kemarin dan bencana gempa yang terjadi di Buenos Aires tempat mereka menginap. Kai juga bercerita bahwa dua hari terakhir bencana alam terjadi dimana-mana yang diakibatkan Super Eclipse. Bahkan dibeberapa negara bagian terkena abrasi dan banjir karena dampak dari Tsunami Jepang dan Cina.
Namun Kai tidak seperti biasanya, walau ia bercerita banyak, ia tampak serius dan sedikit pendiam dari pada biasanya. Tapi Amber yakin itu cuma firasatnya yang tak berarti atau lebih seperti jetlag setelah pergi terbang selama berjam-jam. Ya mungkin seperti itulah efek yang Tao berikan kepadanya pasti membuatnya menjadi tegang berlebihan. Semua kemampuan mereka bila melibatkannya yang manusia biasa pasti meninggalkan efek-efek tertentu.