Chereads / Married With My Arrogant Friend / Chapter 7 - Menahan Rindu

Chapter 7 - Menahan Rindu

Flasback alaret

}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}}

Berita hari kelulusannya ...

Kediamana Wijaya

Saat ini keluarga Wjiaya sedang bersiap untuk menghadiri acara kelulusan dari anak sulung mereka di Cambridge sana. Tepatnya tiga hari yang akan datang, dengan seluruh keluarga yang akan ikut serta.

Di kamarnya, ada Selyn si bungsu kesayangan Wijaya-Wicaksono yang sedang bertelepon ria dengan mba kesangannya__Queeneira.

Melalui sambungan teleponnya, Selyn mengajak mbanya untuk ikut hadir di acara wisuda kakak kesayangnya__Gavriel.

"Bagaimana, mba Que? Akan sangat menyenangkan untuk kita bisa berfoto dengan Mas di sana," ujar Selyn merayu Queeneira, yang di seberang sana sedang merenung memikirkan tawaran menggiurkan dari adik

sahabatnya.

"Maaf El, mba ada keperluan saat itu. Mba ada ujian yang tidak bisa mba tinggal, kamu kan tahu sendiri."

Selyn mendesah kecewa saat mendengar penolakan dari mbanya, ia pikir ini juga akan menjadi kejutan untuk kakaknya di sana, saat mereka datang dengan Queeneira turut serta.

Tapi ia juga tidak bisa memaksakan kehendaknya, keduanya sama-sama memiliki arti bagi mbanya saat ini.

Memilih antara pendidikan atau ikut untuk menemui kakaknya, Selyn tahu dilemanya seperti apa.

Ia pun akan memikirkannya dengan kening berkerut, jika sudah ada pilihan ini.

Tidak ingin mba kesayangannya terbebani dengan permintyaannya, Selyn pun segera menyudahi panggilan dengan nada ceria seperti biasa, berharap mbanya di sana tidak memikirkan ini lebih dan berakibat dengan nilai anlog mbanya.

"Oh jangan sampai," batin Selyn horor.

"Oke deh mba, El ngerti. Tapi, apa ada yang mau di titipkan untuk mas? Kalau ada nanti El ambil," tawar Selyn mencoba biasa.

"Em ... Sebenarnya ada, kalau tidak merepotkan bisa minta tolong untuk diambil kan, El?"

"Tentu saja, Ekl nanti ambil yah, ok?

"Eum ... Terima kasih, El."

"Sama-sama, mba. El tutup ya sambungannya?"

"Tentu, sampai jumpa El."

Panggilan pun ditutup, di kamarnya Queeneira yang sedang menatap hasil desainnya tersenyum kecil. Bukan keinginannya tidak bisa ikut Selyn menghadiri acara wisuda sahabatnya, tapi karena acara wisuda dan saat dirinya ujian kenaikan semester juga jatuh di hari yang sama,

Ia tentu saja ingin menemui sahabatnya lagi, setelah lebih dari empat tahun tidak bertemu, bahkan suara pun sama sekali belum ia dengar dan terakhir kali ia mendengar adalah di bulan pertama mereka berpisah.

Ia sempat berpikir jika sahabatnya sudah melupakannya, tapi saat yang lainnya pun sama tidak pernah mendapat kabar lebih dari pesan singkat, ia pun mengerti jika sahabatnya mungkin sangat sibuk, sehingga akhirnya dia bisa cepat menyelesaikan kuliahnya.

Terbukti dengan di tahun keempat sahabatnya pergi, sahabatnya bisa lulus dengan gelar summa cum laude.

"Gavrielku memang hebat," gumam Queeneira dengan senyum lebar.

Ia menatap rindu fotonya dan sahabatnya untuk terakhir kalinya, foto saat mereka sedang berdiri dengan lapangan landasan pesawat sebagai background.

"Hei, sudah empat tahun kita tidak bertemu. Dan sekarang aku mendengar kalau kamu sudah menjadi lulusan dengan predikat summa cum loude, sungguh tipikal kamu. Si jenius kebangganku, kebanggaan keluarga , kebanggaan kami semua," gumam Queeneira dengan nada bangga terselip di dalamnya.

Foto lainya terpajang rapih, mulai saat mereka bertiga bayi, anak-anak hingga remaja menjelang perpisahan, semua ia rawat dengan sepenuh hati tidak ingin kenangannya hilang begitu saja.

"Aku sangat merindukanmu, apakah kamu juga merindukanku? Maksudku merindukanku, seperti aku merindukanmu," gumam Queeneira bertanya.

Di tangannya ada sesuatu yang di desain sendiri olehnya, kemudian tersenyum kecil sebelum memasukkannya ke dalam paper bag, takut jika adik dari sahabatnya tiba-tiba datang dan mengambil titipannya.

"Selamat atas keberhasilannya, Gavrielku. Aku masih menunggumu," gumamnya sebelum meninggalkan ruangan.

Sedangkan di belahan dunia yang lainnya.

Cambridge, Massachusetts, Amerika.

Di sebuah ruangan, tepatnya di sebuah perpustakan ada seorang pemuda. Saat ini ia berumur 20 tahun, ia sudah tinggal selama 4 tahun di negeri dengan julukan paman sam ini, bersama keluarga kecil asisten sang Daddy.

Gavriel adalah pemuda itu, dengan laptop menyala di hadapanya ia tampak sedang sangat sibuk.

Padahal ia hanya tinggal menunggu hari wisudanya, tapi kenapa ia masih ada di perpustakaan negara dengan pekerjaan yang sepertinya sangat penting itu?

Tenang … Ini tidak ada hubungannya dengan urusan belajarnya lagi.

Tapi ini hanya caranya mengindari ajakan teman-temannya, yang saat ini sedang mengadakan pesta kelulusan di sebuah klub dekat dengan perpustakaan kota tempatnya bersembunyi saat ini.

Acara dengan tema pesta berlebihan memang sangat dihindari olehnya, kecuali pesta dengan beberapa orang saja di dalamnya.

Sebenarnya, ia sudah mulai berteman dengan beberapa anak pengusaha di kelasnya.

Ini juga karena sang Daddy yang memintanya untuk berteman dengan teman yang memiliki peluang di masa mendatang, jadi ia pun mulai mendekat dan mendapat beberapa teman sesuai keinginan dan arahan sang Daddy di sekelasnya.

Saat sedang mengerjakan pekerjaan kantornya, ia terpaksa harus berhenti saat merasakan getaran yang berasal dari handphone di samping laptopnya, helaan napas meluncur bebas darinya saat melihat nama si pemanggil.

Alexander Ginson calling ...

Salah satu teman sekaligus rekan kerjanya, yang akhir-akhir ini sering bekerja sama dengannya. Dia dengan perusahaan dengan ayahnya sebagai pembimbing, sedangkan ia dengan perusahaannya sendiri.

Menimbang-nimbang menerima atau tidak, akhirnya Gavriel pun menerima panggilan tersebut dengan tidak

ikhlas.

Klik!

"Hn."

"Yo! Where are you, Gavriel?"

"At some place, why?" balas Gavriel tanpa menyebut tempatnya. Ia tidak mau tiba-tiba ada yang menjemputnya paksa seperti yang sudah-sudah.

"Tell me, where are you now. I'll pick you up."

"I won't ." balas Gavriel dengan nada santai, menuai gelak tawa dari Alexander yang kebetulan adalah teman pertamanya.

"Ha-ha … Come on, dude. Don't take life too seriously."

Gavriel berdecih dalam hati, saat ,mendapat jawaban santai dari temannya yang masih tergelak di ujung sambungan sana.

Sialan, dari pada aku ikut kalian pesta lebih baik ak-

Gavriel tiba-tiba terdiam, saat ia akan menyebut nama seseorang yang empat tahun tidak di hubunginya.

Empat tahun?

Seketika Gavriel mengumpat lagi dalam hati, saat ia merasa lalai dengan apa yang telah di lewatinya.

Bermula dari seringnya tertunda, berlanjut hingga empat tahun dan sampai saat ini.

"Sialan, apa dia melupakan aku," batinnya takut.

"Hei! Gavriel, you hear me?"

Gavriel tersentak kecil saat mendengar seruan memanggil

namanya, ia melihat layar handphonenya yang masih terhubung dengan nama Alex

sebagai pemanggil.

"Hn."

"Oh God. Come and join, Gavriel. I assure you lots of opportunities for the company."

Mendengar kata perusahaan dari lisan sang profitable friend Gavriel sedikit tergoda, apalagi Alex tidak pernah main-main jika itu mengenai perusahaan.

Ada sedikit dilema di hatinya, antara bergabung dengan teman-temannya atau meluangkan wakru untuk sahabatnya, yang sudah lama tidak ia hubungi.

Apa yang harus aku pilih, aku tidak bisa mengabaikan perusahaan juga.

Maafkan aku, Queeneira, kamu masih menungguku kan?

Aku benar-benar merindukanmu, maaf untuk saat ini aku belum bisa menghubungimu, aku akan memberitahu Ezra untuk menyampaikannya salamku untukmu.