Chereads / Married With My Arrogant Friend / Chapter 53 - Kencan Yang Mengesalkan

Chapter 53 - Kencan Yang Mengesalkan

Selamat membaca

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

Setelah kejadian di ruangan Queeneira dengan Gavriel yang harus merasakan nyeri di bagian pinggang dan dadanya selesai. Kini, terlihat keduanya berjalan beriringan dan bersama-sama pergi ke luar. Tentunya, setelah Gavriel dengan licik mengulangi lagi rules yang menjadi permintaannya.

Gavriel berencana mengajak Queeneira ke suatu tempat. Di manakah itu? Entah, yang jelas Gavriel pun sudah tampan dengan kemeja berwarna hitam garis-garis, yang sengaja dibawanya dari rumah, agar ia bisa ke kantor tanpa perlu pulang untuk berganti pakaian lagi.

Di sepanjang jalan mereka menuju mobil milik Gavriel yang terparkir, Queeneira tidak henti-hentinya mencibir kelicikan Gavriel, yang memanfaatkan rasa bersalahnya saat mereka tadi di dalam ruangannya.

Dan alhasil, keduanya pun harus rela menjadi bahan obrolan, saat para karyawan melirik ke arah keduanya yang jalan bersama. Namun, wajah yang di tampilkan salah satunya terlihat tidak sedap dipandang, tepatnya wajah Queeneira.

"Ayolah, Quee. Jangan menampilkan wajah minta dicium seperti itu. Jujur aku sih ma-

"Yah! Hentikan ocehan tidak pentingmu itu, Gavriel. Diam atau aku akan mengadukan kelakuanmu kepada Unkel sekarang juga," ancam Queeneira, menghadap ke arah Gavriel yang saat ini sedang menyetir.

Meskipun sedang menyetir. Nyatanya, Gavriel tetap bisa menggoda Queene yang saat ini menghadapnya lengkap dengan wajah memerah, kesal.

"Adukan saja, love. Dan aku pastikan jika saat itu juga formulir pernikahan di KUA akan terdaftar atas nama kita. Bagaimana, huem. Masih mau mengadu?" tantang Gavriel dengan seringai liciknya. Seringai yang mulai saat ini menjad seringai favoritnya.

Queeneira menganga dibuatnya, bahkan ia menatap Gavriel tidak percaya.

Bagaimana bisa ada laki-laki cabul, kamvret, seenaknya, egois, kamvret, mesum dan ingin menang sendiri hidup di dunia ini.

Tunggu! Ia sampai menyebut kamvret berulang, karena memang Gavrielnya yang sekarang sudah berubah menjadi Gavriel yang di luar nalarnya, di luar pemikirannya.

Dulu itu yah … Dulu sekali, saat mereka selalu bersama tepatnya ketika mereka remaja. Gavriel itu bukanlah remaja yang suka berbuat hal tidak senonoh kepada lawan jenisnya, apalagi kepadanya. Bahkan berkata aneh berbau mesum dan sebagainya pun Gavriel tidak pernah sama sekali.

Tapi lihat, sekarang kenapa Gavrielnya berubah menjadi seenaknya seperti ini.

Kalau sombong atau songong dan teman sejenisnya ia masih memaklumi. Karena ia sadar, jika gen yang di turunkan unkel Dirga pengaruhnya tidak di ragukan lagi. Tapi apa ini, Gavriel bukan saja sombong namun sudah kombinasi yang sungguh membuatnya membatin tidak habis pikir.

Gavriel itu ibarat martabak special, lengkap dengan toping keju, mesis, susu, kacang dan toping-toping lainnya. Nah, Gavriel ini kelakuannya lengkap dengan kombinasi sombong, songong, tidak mau kalah, semaunya sendiri lalu mesum, cabul, kamvret.

Kalau ada yang perlu di tambahkan silakan komentar.

Queeneira sudah tidak bisa memikirkan apa lagi sebutan yang cocok untuk Gavriel. Seenaknya saja membawa-bawa pernikahan dan KUA segala macam saat membalas ancamannya.

"Hih, tidak mau," batin Queeneira berbeda dengan wajahnya yang sedikit tersipu.

"Akh! Menyebalkan sekali, terserah kamu," seru Queeneira menyerah, kemudian dengan kesal melengoskan wajahnya menghadap ke arah jendela mobil. Melihat pemandangan luar dengan tangan bersedekap dada.

Gavriel mengulas senyum kecil tidak habis pikir dengan kelakuan Queeneira di sampingnya. Kenapa Queeneira selalu marah dan kesal jika sedang berada di sampingnya. Ia juga berpikir, apa cara yang di lakukannya kali ini salah lagi. Sama seperti dengan sebelumnya, saat ia dengan seenaknya menggunakan koneksinya untuk mengambil alih perusahaan orang lain.

"Queeneira, aku hanya merasa melihatmu kesal lebih menyenangkan dari pada melihat kamu menjauhiku," batin Gavriel kemudian kembali fokus pada jalanan di depannya.

Suasana mobil pun menjadi sunyi setelah Queeneira melengos dan berusaha untuk tidak termakan emosinya lagi. Entah kenapa ia selalu kesal, jika sudah berhadapan dengan Gavriel, yang juga ikut terdiam setelah menjawab ancaman Queeneira dengan ancaman pula.

Lagian aneh sekali, mengadu perbuatannya kepada orang tua mereka? Yang ada jika Queeneira mengatakannya, kedua orang tua mereka justru akan dengan senang hati menikahkan mereka.

Bibir dengan warna merah alami Gavriel tertarik beberapa centi, saat pemikiran indahnya tadi melintas.

Benar juga, pikirnya. Jika Queeneira mengadu, bukankah itu lebih baik.

"Aish, tahu gitu kenapa tidak semakin aku provokasi," batin Gavriel menyesali keterlambatannya. Ia terkekeh dengan tiba-tiba, saat ia merasa gila memikirkan apa yang ada di dalam otaknya jika memang benar itu semua terjadi.

Queeneira yang mendengar kekehan dari Gavriel segera melihat ke arah samping, kemudian melihat Gavriel dengan alis sebelah terangkat, bingung dan penasaran.

"Ada yang lucu?" tanya Queeneira dengan ketus, menuai gelengan kepala dari Gavriel yang meliriknya sekilas.

"Tidak ada, love," sahut Gavriel dengan kalem.

"Huh, apa kamu sudah berubah menjadi setengah waras? Tidak mungkin tiba-tiba terkekeh kalau tidak ada alasan yang lucu," tandas Queeneira tidak percaya begitu saja. Ia mengangkat dagunya menantang, ketika merasa jika Gavriel saat ini sedang mencoba mengakalinya lagi.

"Aku memang sudah setengah waras, love. Coba tebak karena siapa?" jawab dan tanya Gavriel sama menantangnya, ia tidak marah atau tersinggung saat ia di olok gila oleh Queeneira.

Hanya Queeneira yang berani terang-terangan menatapnya dengan tatatpan tidak takut. Lalu, disaat para wanita sana sibuk memujinya, Queeneira justru menyumpah serapahinya.

"Tidak tahu dan tidak mau tahu, blee," jawab Queeneira dengan menjulurkan lidahnya, meledek Gavriel yang dengan segera membawa tangannya untuk mengusak rambut Queeneira gemas.

"Jahat sekali. Padahal sudah dibela-belain ngaku setengah waras, masa pertanyaan sepele pun tidak dibalas. Queene kejam," timpal Gavriel denga nada gemas. Namun, saat menyebut kalimat terakhirnya Gavriel mengucapkannya dengan aksen manja, sehingga Queeneira yang mendengarnya mendengkus dan balas lagi dengan olokan sama.

"Kamu lebih kejam. Memeras aku dengan permintaan seenaknya, hanya untuk sebuah foto. Benar-benar Tuan muda yang kejam," cibir Queeneira kesal, melirik dengan sudut bibir terangkat tidak suka, ketika mengingat 3 permintaan seenaknya dari Gavriel.

"Itu namanya tak-tik, love," sanggah Gavriel cepat. Masa bodo saat Queeneira menyebutnya kejam, yang penting maju dulu.

"Tak-tikmu sungguh culas, Gavriel. Lagian apa untungnya sih, kencan atau bersamaku saat kamu bosan. Masih banyak wanita di luar sana, yang lebih segala-galanya di bandingkan aku," timpal Queeneira tidak habis pikir dan

juga tidak sadar sudah merendah terlampau rendah di hadapan Gavriel.

Gavriel tidak menjawabnya. Melainkan mematikan mesin mobil karena mereka saat ini sudah sampai di parkiran sebuah restoran. Ia membuka seat belt yang melilit tubuhnya, kemudian menoleh ke arah Queeneira yang juga mengikuti apa yang di lakukannya.

"Kita makan siang dulu. Marah dan mengomel, serta mencibir juga butuh tenaga, iya kan?" tutur dan sindir Gavriel dengan nada halus. Ia masih melihat ke arah Queeneira, yang akhirnya melihat ke arahnya setelah selesai membuka seat beltnya.

"Heeh. Aku baru ini tahu, jika marah-marah juga butuh asupan makan," ujar Queeneira dengan kening mengernyit.

"Khe, bukan marah-marahnya yang perlu asupan makan, kesayanganku. Tapi orang yang melakukannya, love. Sudah, jangan banyak membantah, ingat jika peraturan ke-3 adalah kamu selalu menuruti apa kataku, heum."

Setelah mengatakan kalimat panjangnya dengan awalan kekehan geli. Gavriel dengan segera membawa tangannya untuk mengusak rambut Queeneira sekilas, kemudian membuka pintu mobilnya diikuti Queeneira yang juga membuka pintunya sendiri.

"Yuk!" ajak Gavriel saat tiba di pintu sebelah, sambil mengulurkan tangannya kepada Queeneira yang mulanya terdiam, baru kemudian menerimanya saat melihat tatapan tidak mau di tolak dari Gavriel yang segera tersenyum senang.

"Thas's my girl," puji Gavriel kemudian menyatukan kelima jarinya di sela lima jari Queeneira segera.

"Gavriel, nanti ada yang melihat," bisik Queeneira. Namun sayang, Gavriel hanya mengendikan bahunya tak acuh dan lanjut melangkahkan kakiknya memasuki restroran Italy sebagai tempat makan siang mereka.

"It's none of their business, love. I don't care. Even if they ask me. I will answer if you are mine, is that enough? (Itu bukan urusan mereka, love. Aku tidak perduli. Bahkan jika mereka betanya denganku. Aku akan menjawab jika kamu adalah milikku. Apakah itu cukup)" jawab Gavriel santai, tanpa melirik sedikit pun ke arah Queeneira yang menegang di sampingnya.

Perkataan Gavriel yang saat ini, apakah hanya asal berbunyi atau sedang menyatakan kepemilikan atas dirinya? Kenapa Gavriel seperti tidak ada beban saat mengatakan itu, seakan memang benar adanya jika ia memang milik seorang Gavriel.

"Ck, mulutmu Gavriel. Enak sekali asal nyaplak, bagaimana jika aku kembali ingin menggenggam matahari. Aku hanya takut kali ini justru akan semakin terbakar," batin Queeneira mengikuti langkah kaki Gavriel dalam diam.

Keduanya memasuki restoran, memesan makan dengan tenang dan makan pun dengan tenang. Mengingat jika restoran yang saat ini mereka kunjungi memiliki adat dan aturan makan tenang, jadi keduanya sebisa mungkin untuk tidak banyak berbicara.

Ruangan private full book karena Gavriel datang tiba-tiba dan Queeneira pun mengisyaratkan dengan tatapan mata, saat Gavriel hendak menggunakan kekuasaanya agar tidak memaksakan kehendak kepada pihak restoran.

Maka jadilah Gavriel dan Queeneira makan di tengah-tengah pelanggan lainnya. Makan dengan tenang dan juga tanpa obrolan. Padahal Gavriel sudah gatal ingin berbincan- ah! Maksudnya menggoda Queeneira, percayalah.

Selesai dengan acara makan layaknya bangsawan, Queeneira yang hendak mengelap sudut bibirnya terdiam saat tiba-tiba sebuah ibu jari terulur dan mengusap sudut bibirnya lembut.

Deg!

"Sudah selesai?" tanya Gavriel seraya menarik perlahan uluran lengannya, kemudian menatap Queeneira dengan sudut bibir terangkat sehingga senyum mempesona terulas di bibir Gavriel saat ini. Sedangkan Queeneira yang merasakan sapuan lembut di sudut bibirnya, serta melihat senyum lembut dari Gavriel di depannya terdiam dengan detak jantung ikut berhenti.

"Quee," panggil Gavriel saat tidak mendapat balasan, membuat Queeneira yang mendengarnya tersentak kecil dan menatap Gavriel dengan ekspresi kaget.

"Hah! Apa?" tanya Queeneira tidak fokus setelah sadar dari keterdiamannya dan Gavriel pun menggelengkan kepala pelan, diiringi senyum maklum sebelum menjawab pertanyaan Queeneira.

"Tidak. Tadi aku bertanya, apa kamu sudah selesai makan, Queene?" ulang Gavriel menjelaskan, nada yang di gunakan selalu berubah-ubah. Terkadang lembut seperti saat ini, namun terkadang jahil seperti beberapa saat lalu. Dan ini membuat Queeneira berpikir, apakah sekarang Gavriel memiliki kepribadian ganda karena sikapnya yang selalu berubah-ubah.

"Huh, entah lah," batin Queeneira berusaha untuk tidak peduli.

"Hum, sudah. Aku sudah selesai," jawab Queeneira dengan anggukan kepala pelan.

"Oke, kencan kita sudah selesai hari ini. Aku akan mengantarmu kembali ke kantor," timpal Gavriel dengan senyum senang, menuai kernyitan dahi dari Queeneira yang tidak mengerti jalan berpikir Gavriel seperti apa.

"Ini, jadi kencan yang kamu maksud hanya makan siang seperti ini, Gavriel?" tanya Queeneira tidak habis pikir.

Kenapa hanya untuk makan siang saja Gavriel sampai membuatnya kesal. Padahal kan tinggal bilang, jika dia mengajaknya makan bersama dan beres. Ia pun tidak perlu meminta kepada Tuhan untuk turun hujan segala macam, apalagi kena modus kamvret ketika Gavriel pura-pura kesakitan.

"Benar-benar tidak bisa ditebak," batin Queeneira speechless.

Gavriel yang mendengar pertanyaan dengan nada gemas dari Queeneira hanya mengangguk santai. Kemudian memasang senyum menyebalkan, seraya mengucapkan kalimat menggoda yang membuat Queeneira mencibir seketika.

"Benar. Oh! Atau kamu sebenarnya masih ingin berlama-lama denganku, yah?" tanya Gavriel menyangga kepalanya dan memasang senyum andalannya.

"Ich … Pede sekali."

"Akui saja lah, love. Jika tebakan aku tadi benar," lanjut Gavriel semakin menggoda dengan alis bergerak naik-turun.

"Tak sudi," sahut Queeneira judes, menuai kekehan ringan dari Gavriel sebelum menyudahi acara menggodanya.

"Percayalah, jika sebenarnya pun aku sangat ingin menghabiskan waktuku denganmu sepanjang hari. Tapi apa daya, aku masih memiliki kewajiban untuk mengisi pundi-pundi untuk biaya hidup anak-anak kita kelak," kata Gavriel panjang-lebar seraya bangkit dari duduknya, kemudian mengulurkan kembali tangannya kepada Queeneira yang menganga mendengar ucapan ngawurnya.

"Gavriel," panggil Queeneira sebelum menerima uluran tangan Queeneira.

"Hn?"

"Sepertinya di Amerika sana kamu kebanyakan makan dengan micin deh. Kenapa tiba-tiba otakmu seperti ini," lanjut Queeneira saat ia sudah berdiri di hadapan Gavriel dengan tangan bertautan dan perkataan Queeneira yang

seperti ini membuat Gavriel kembali terkekeh singkat, sebelum akhirnya membawa Queeneira untuk melangkah bersamanya meninggalkan restoran.

"Khe … Micin? Ngaco kamu," sahut Gavriel dengan nada geli yang kentara.

Akhirnya mereka pun jalan bersama menuju mobil Gavriel kembali ke kantor Queeneira. Baru kemudian nantinya Gavriel bertolak ke kantornya sendiri untuk mengerjakan pekerjaannya, yang sudah mulai menggunung karena setengah

harinya di pakai untuk bersama Queeneira.

"Mau cium tapi takut marah lagi," batin Gavriel di tengah-tengah perjalanan mereka, sesekali melirik Queeneira yang segera melihat ke arahnya.

"Kamu ngomong sesuatu, Gav?"

"Hah? Tidak, tentu saja aku tidak akan menciummu lagi," jawab Gavriel refleks, menuai kernyitan dahi dari Queeneira yang kebingungan.

"Maksudnya?"

"Ada burung lewat, Que," elak Gavriel, membuat Queeneira yang menerima elakan tidak nyambung Gavriel semakin penasaran.

"Gavriel, kamu pasti berpikiran mesum lagi kan."

"He-he ...."

"Gavriel!!!"

Bersambung.