Selamat membaca
{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{{
W&M Boutique And Photo Studio
Sebuah mobil terlihat memasuki area parkir gedung dengan logo besar W&M terlihat jelas, dari pintu mobil yang terbuka keluar seorang wanita paruh baya, namun tetap cantik dan juga tampak awet muda,
Flats shoes yang di pakainya serasi, dengan baju santainya. Membuat penampilan wanita paruh baya ini tetap eye match, di pandangan semua orang yang menatapnya kagum.
Ia memasuki butik dengan segera, hendak menemui si pemilik butik yang kebetulan adalah anaknya sendiri. Ya … ia adalah Elisa Wardhana, yang saat ini sedang di sapa ramah oleh pegawai yang bekerja di butik yang
dulunya adalah miliknya sendiri.
"Selamat siang, Nyonya. Bagaimana kabarnya?" sapa dan tanya salah satu pegawai ramah, menyambut dengan senyum semakin lebar saat Elisa menyahutinya dengan senyum juga.
"Siang, kabar baik. Bagaimana dengan kamu, sehat kan?"
"Sehat, Nyonya. Terima kasih."
"Dimana Nona?" tanya Elisa saat tidak mendapati eksistensi sang anak, biasanya jika menjelang makan siang begini ia melihat anaknya sedang berkeliling butik.
"Ah! Nona sedang sibuk dengan studio, Nyonya."
"Oh … Lalu, bagaimana dengan butik? Apa semakin ramai?" tanya elisa, sambil berjalan dengan diikuti oleh pegawai yang tadi menyambutnya ramah.
"Tentu, Nyonya. Hari ini kita juga sedanga ada tamu VIP, kebetulan sedang menunggu Nona Queeneira. Dia bilang, hanya ingin Nona yang melayani," jelas si pegawai, membuat Elisa mengernyit namun tidak heran, karena
ia sering melihat banyak pelanggan yang hanya ingin di layani langsung oleh anaknya, apalagi dengan title VIP atau pelanggan tetap.
"Kali ini dari mana?" tanya Elisa, kemudian duduk tepat di belakang seseorang yang sedang dimaksud oleh si pegawai.
Sedang seseorang yang dimaksud atau juga Gavriel ini segera melihat ke asal suara, saat mendengar suara familiar seorang wanita yang duduk tepat di belakangnya.
"Onty," panggil Gavriel dengan suara baritonenya, membuat seseorang yang dipanggil onty itu menoleh dan menatapnya terkejut.
"Loh! Gavriel, kamu disini," pekik Elisa kaget, sedangkan Gavriel hanya tersenyum kecil dengan kepala mengangguk singkat.
"Hn. Aku sedang menunggu Queene untuk pengukuran jas, onty," ujar Gavriel menjelaskan, berbeda sekali jika sedang berbicara dengan yang lainnya. Meskipun nadanya sama sekali tidak berubah, tapi Elisa yang kenal
Gavriel dari zaman masih dalam rahim sangat menegrti, jika saat ini Gavriel menanggapinya dengan hangat.
"Queene sudah kamu beri tahu? Kok dia belum datang juga?" tanya Elisa beruntun, menuai senyuman kecil dari Gavriel yang membuat sekitarnya salah tingkah.
"Sudah Onty, maka itu aku sedang menunggu. Aku juga hanya punya waktu sedikit lagi, untuk pengukuran dan juga pemilihan model jas nanti," jelas Gavriel sekalian mengadu dengan penyampaian tersirat, yang segera dimengerti oleh Elisa yang mengangguk singkat.
"Kalau begit biar Onty telepon lagi, biar dia cepat ke mari," tandas Elisa kemudian dengan cepat membuka sandi handphonenya dan menekan panggil pada kontak telepon anaknya.
Bunyi nada tunggu berbunyi dan ketika panggilan di terima, Elisa tanpa basa-basi memerondong sang anak dengan kalimat perintah mutlaknya, tanpa tahu jika sang anak sedang mewek di ruangannya sana.
"Que-que, kenapa Gavriel menunggu sendiri di butik? Cepat temani sayang, Mama juga ada di butik nih," ujar Elisa, kemudian tanpa menunggu balasan dari sang anak ia langsung memutuskan panggilan sebelah pihak, lalu kembali melihat ke arah Gavriel yang masih tersenyum kecil ke arahnya.
Tut!
"Sudah, kita tunggu dulu. Yuk, onty tunjukin jas-jasnya," ajak Elisa setelah memasukan kembali handphonenya di tas kecil yang ia bawa.
"Baik, onty," sahut Gavriel kemudian mengekor di belakang Elisa, dengan senyum miring kelihatan sekali senang punya sekutu.
Padahal sebenarnya ia yakin, jika Queeneira pasti tidak akan mau menemuinya, setelah semalam memperingatinya, jika ia di larang menemuinya sampai ia mengetahui letak kesalahannya dimana.
"Astaga! Inikah yang di maksud the power of mertua, ha-ha … Nikmat mana lagi yang aku dustakan." batin Gavriel senang.
(Calon mertua, Gavriel tempan. Iya-iya, calon mertua)
Kembali pada Queeneira, yang saat ini sedang berjalan cepat keluar dari ruangannya. Ia berjalan dengan terburu-buru, mencegah bawahannya yang ia perintahkan untuk menyampaikan pesan kepada Gavriel.
Akan sangat bahaya jika sampai pesannya di dengar sang Mama, Mamanya pasti memberondonginya banyak pertanyaan jika sampai mendengar jika ia tidak ingin bertemu dengan Gavriel.
Ia belum siap, jika harus mengungkapkan rasa kecewa yang sudah ia simpan sejak lama, padahal ia juga tahu kalau selama ini sang Mama sangat ingin ia dan Gavriel bersama.
Ia tahu, jika cepat atau lambat akan ketahuan, tapi tidak secepat ini. Ia akan menjelaskan pelan-pelan, agar tidak ada kesalahpahaman antara keluarganya dan keluarga onty Kiara. Apalagi kedua orang tuanya bersahabat sejak ia dan Gavriel belum tercipta, ia tidak mau sampai ada perpecahan dan putus tali persahabatan di antara dua keluarganya.
Tuhan masih berbaik hati dengannya, sehingga dari tempatnya berjalan cepat saat ini, Siska masih menunggu lift terbuka.
"Terima kasih, Tuhan," batin Queeneira bersyukur.
Ting!
Melihat pintu yang terbuka, membuat Queeneira menambah laju langkah kakiknya.
"Siska!" panggil Queene dengan suara sedikit keras, sehingga Siska pun menoleh dan menekan tombol tunggu pada lift.
"Loh, Nona. Ada apa? Apakah ada pesan tambahan yang harus saya sampaikan?" tanya Siska heran.
Queeneiera menggelengkan kepala, kemudian memasuki lift dengan Siska yang mengekor di belakang dan berdiri di sebelahnya.
"Nona," lanjut Siska hendak bertanya, namun Queeneira dengan cepat menjelaskannya, membuatnya mengangguk kepala dan tidak banyak bertanya lagi.
"Pesan yang tadi, lupakan. Jangan ada yang tahu, oke."
"Oke, Nona."
Ting!
Pintu terbuka, dengan cepat Queeneira melangkah dan meninggalkan Siska yang melihatnya dengan kening berkerut bingung.
"Sebenarnya ada apa dengan Nona Queene," batin Siska bingung.
Queeneira melangkah ke arah butik dengan bibir komat-kamit, menyumpah serapahi Gavriel yang kali ini dapat kesempatan dengan sang Mama sebagai perantara. Sumpah demi apapun, rasanya ia ingin sekali makan orok, sangking kesalnya dengan mahluk hidup ciptaan unkel Dirga berpartner dengan onty Kiara.
"Gavriel, bisa tidak kamu kembali lagi saja ke Amerika dan jangan menggangguku," pinta Queeneira dalam hati dengan kesal.
Membuka pintu butik milik keluarganya, Queeneira segera mengedarkan netranya ke segala arah dan menemukan dengan segera dua mahluk hidup yang sedang berdiri berhadapan di ujung sana.
Huft ..
Menghela napas dengan helaan napas kasar, Queeneira akhirnya melangkah mendekati keduanya dan memasang senyum lebar, seakan ia sangat gembira dengan kedatangan Gavriel. Membuat Gavriel menahan kekehannya, saat sikap Queeneira berubah menjadi lebih manis karena ada Mama Elisa yang juga ikut tersenyum ke arahnya.
"Nah! Gavriel, Queene sudah datang. Kamu ukur jasnya sama Queene aja yah, Queene oasti akan membuatkan yang paling spesial deh untuk kamu. Iya kan, Que?" ujar Elisa dengan antusias kemudian bertanya kepada
Queene, yang hanya mengangguk dan tersenyum kaku menyimpan kesal kepada Gavriel yang sedang menahan kekehannya dalam hati.
"Astaga, lucu sekali," batin Gavriel geli.
"Tentu saja, Mah. Jangan khawatir," sahut Queene dengan segera, tersenyum saat Elisa melihatnya dan akan melotot saat Elisa melihat ke arah lainnya.
"Kalau begitu, Gavriel percayakan jas untuk pesta nanti kepada Queene, onty," timpal Gavriel dengan nada manis, membuat Elisa tersenyum senang dan mendorong punggung sang anak mendekat ke arah Gavriel, sehingga
Queene yang tidak siap hampir saja terjatuh namun dengan cepat Gavriel menangkapnya, alhasil Queene pun masuk dalam dekapan Gavriel, menuai deheman menggoda dari Elisa sedangkan karyawan lainnya membatin iri.
"Huwee … Iri dengan Nona," batin seluruh karyawan butik iri.
Brukh!
Greph!
Deg! Deg! Deg!
Lagi-lagi aroma khas Gavriel di dengan kurang ajar memasuki indra penciuman Queene, namun kali ini Queene dengan cepat melepasnya, saat Gavriel berbisik seduktif di telinganya membuat bulu kuduknya meremang, namun sayangnya yang lain tidak melihat dan sudah pergi jauh dari tempat keduanyaa.
"Aku nggak masalah kamu peluk terus, tapi apa kamu tidak merasa, akan ada yang terbangun kalau ini tidak segera dilepas, heum."
"Brengsek," desis Queene menatap tajam ke arah Gavriel yang hanya membalasnya dengan seringai menggoda.
"Nama tengahku tidak seperti itu, Que," sahut Gavriel, membuat Queeneira melengos dan meningglkan Gavriel dengan kaki menghentak kesal.
"Kheh, lucu sekali," kekeh Gavriel edan.
Gavriel menunggu di tempatnya berdiri, melihat bagaimana Queeneira berbicara dengan pegawai yang tadi menyapanya, kemudian berjalan lagi ke arahnya dengan membawa meteran baju di tangannya.
Tap!
Akhirnya Queeneira pun berdiri di hadapan Gavriel, menatap dengan bosan dan kemudian mendengkus lagi.
"Rentangkan tangannya," gumam Queene ogah-ogohan, kemudian Gavriel pun menurut dengan mengangkat kedua tangannya seperti instruksi Queenera, yang segera melingkarkan meteran di tubuh bagian perut Gavriel.
Kini Queeneira fokus dengan meteran yang ada di tubuh Gavriel, melihat angka di meteran, kemudian menyebutkan angka kepada Siska yang mengangguk dan mencatat dengan segera.
"Lingkar perut 102."
"Baik."
Kemudian melanjutkan ke bagian lengan dan mengukurnya dengan teliti, setelahnya ia juga berjalan ke arah belakang, mengukur pundak lebar Gavriel yang ternyata sekarang semakin terlihat lebar dan kokoh.
Kenapa semua bagian tubuhnya berubah, kenapa bahunya sangat lebar, astaga! Kenapa pikiranku jadi seperti ini.
Menggelengkan kepalanya, Queene kembali melanjutkan pekerjaannya, mengukur dan menyebutkan hasil ukurannya.
"Pundaknya 47."
"Baik."
Mau tahu apa yang dirasakan Gavriel saat ini?
Oh … Dia hanya santai dan menikmati dengan bibir menahan senyum, saat tangan dan jari-jari lentik sahabatnya menyentuh kemeja yang dipakainya, juga sesekali memegang bagian tubuh lainnya.
Pikirannya liar seketika, namun kehadiran orang lain di sekitarnya membuatnya bisa menjaga kewarasanya dan menahan diri untuk tidak memegang tangan Queene, yang saat ini ada di belakangnya, mengukur ukuran
dadanya dari belakang.
"Kenapa harus dari belakang," pikir Gavriel kesal.
"Lingkar dada, emh … Tunggu, ini kenapa berbeda-beda." Gumam Queene pelan, saat ia melepas dan mencoba mencocokannya lagi tapi hasilnya berbeda.
"Berapa Nona?"
"Tunggu!" sahut Queene, lalu berpindah tempat dan berdiri di hadapan Gavriel yang hanya pasrah, tidak berubah posisi meskipun tangannya sudah kembali di samping kiri-kanan tubuhnya.
"Maaf," gumam Queene, sebelum membawa tangannya melingkari tubuh Gavriel, untuk membawa meterannya ke belakang dan kemudian tangan sebelahnya menarik ke depan, sehingga kini meteran pun melingkar pas di dada
kekar Gavriel, dengan Queeneira yang tiba-tiba saja menelan saliva gugup.
Ia baru menyadari jika ia dan Gavriel kini nyaris tidak ada jarak, bahkan Queeneira pun bisa mendengar detak jantung yang entah itu milik Gavriel atau justru malah miliknya sendiri.
Deg! Deg! Deg!
Ini, detak jantung siapa?
Queeneira pun mendongakkan wajahnya ke atas, melihat rahang tegas Gavriel dan terpaku, saat mata dengan netra menghanyutkan milik Gavriel ternyata menatapnya dengan tatapan penuh rindu.
Mata itu …
Bersambung.