Chereads / Married With My Arrogant Friend / Chapter 12 - Teringat Ciumannya

Chapter 12 - Teringat Ciumannya

Wijaya Tbk

Di ruangannya Gavriel yang baru saja selesai menelpon salah satu rekannya di Jepang kembali merenung, ia terdiam memikirkan jika mungkin saja saat ini Queeneira sedang membuka bingkisan darinya.

Bibirnya tertarik beberapa centi, saat membayangkan ekspresi terkejut dari sahabatnya tentang ia yang masih mengingat ukuran sepatu dia hingga saat ini.

Jika saja saat itu ia tidak banyak pekerjaan, seharusnya sepatu itu sudah di pakai di kaki jenjang sahabatnya, jauh sebelum hari kepulangannya.

Flashback on

Cambridge, Massachushetts.

Setelah pertemuan kerja sama

Gavriel pov on

Saat ini aku baru saja selesai mengadakan meeting dengan Mr.Anderson, salah satu pengusaha yang berasal dari Eropa dan jauh-jauh datang hanya untuk menyepakati kerja sama denganku.

"Glad to work with you, Mr.Wijaya, (Senang bekerja sama dengan anda, Tuan Wijaya)" ucapnya dengan tangan terulur, yang segera aku sambut lengkap dengan senyum bisnis terpasang apik di bibirku.

"You're welcome. I feel lucky, with this cooperation, Mr.Anderson. (Sama-sama, Tuan Andreson. Saya merasa beruntung dengan kerjasama ini)"

Kemudian, aku pun mengantarnya hingga pintu keluar ruangan. Sedangkan selanjutnya Aksa atau tangan kananku lah yang mengurus sisa pekerjaanku.

Skip

Saat ini aku dan Aksa sedang berjalan menuju parkiran, hendak pulang setelah seharian bekerja dengan banyak pekerjaan penting disetiap detiknya.

Menolehkan wajahku sejenak melihat untuk Aksa, aku kembali melihat ke arah depan dan berhenti ketika sudah sampai di halaman parkir.

"Aksa," panggilku dengan nada datar seperti biasa.

"Ya, Bos?"

"Kamu pulang lah lebih dulu, ada tempat yang ingin aku kunjungi," perintahku, namun sayang Aksa tidak langsung menurutiku.

"Tapi bagaiamana dengan Bos, bagaimana kalau ada apa-apa dengan Bos. Saya tidak ingin Tuan besar-

"Kamu tidak lihat, jika aku memakai apa saat ini, tidak ada yang berani dengan aku, jika aku memakai ini."

Aku menyela dengan cepat, rasa kekhawatirannya saat beberapa kali yang lalu aku memang sempat kena musibah, tapi anting di telingaku cukup untuk membuat beberapa lawanku mundur teratur.

"Baiklah, say-

"Bisa kah kamu bersikap biasa saja, saat kita tidak sedang di dalam ruangan Aksa. Bukankah Unkel Dani sudah menitipkan kamu kepadaku, huem?"

Ya ... Unkel Dani sudah lebih dulu pulang, semenjak aku berhasil membuktikan akan kesiapanku memegang kendali perusahaan.

Beliau sudah kembali kesisi Daddy menghandle perusahaan di tanah air sana. Sehingga hanya tinggal aku dan Aksa lah yang ada di Cambridge sini, untuk melanjutkan dan memperluas kekuasaan perusahaan, sebelum aku pun kembali ke tanah air beberapa pekan lagi.

"Baik, Mas."

Sedikit lucu dengan sikap Aksa, kenapa beda sekali dengan unkel kepada Daddy jika sedang di luar ruangan seperti ini, padahal kami hidup bersama dan melalui masalah juga sama-sama, tapi sepertinya Aksa masih segan denganku.

"Hn. Itu lebih baik, aku berangkat."

Setelahnya aku pun memasuki mobilku, mobil dengan warna biru jenis Chevrolet Camaro, kemudian mengendarai mobil dengan kecepatan sedang.

Mau kemana aku?

Aku ingin membeli sesuatu untuk hadiah ulang tahun wanitaku, tentu saja saat ini masih calon wanitaku. Dan ... Saat aku kembali ke negera asalku, aku akan segera menjadikannya wanitaku seorang.

Tidak lama kemudian aku sampai di jajaran toko dengan merek ternama.

Setelah memarkirkan mobil kesayanganku di tempat yang seharusnya, aku pun keluar dan melangkahkan kakiku dengan segera, ke arah salah satu toko khusus wanita kemudian masuk dan di sambut ramah oleh pelayan.

Aku hanya mengangguk saat aku di sapa, kemudian berjalan mengelilingi rak demi rak jajaran sepatu, yang jenisnya beragam juga dengan tinggi yang berbeda.

Aku bingung ingin membelikan yang seperti apa untuknya, jika dulu mungkin aku akan ke toko sepatu dengan tujuan kets atau sepatu sneaker karena sahabatku suka memakai itu.

Tapi saat mengingat laporan jika sahabatku sudah menjelma menjadi wanita femenin dengan pheromons kuat yang di tebar, seketika aku berpikir ulang dan mencari sepatu dengan image yang sekarang sudah di bangun olehnya.

Wanita tomboyku sudah berubah menjadi aphrodite yang sungguh menggoda iman.

Ini baru di foto bagaimana jika aku bertemu langsung?

Hum ... Mungkin aku tidak akan segan untuk menciumnya.

Salah satu pelayan menawarkan beberapa jenis sepatu yang terlihat bagus dengan segala kecantikannya, tapi aku merasa tidak tertarik, karena mataku saat ini sudah terkunci dengan sepatu yang di pajang khusus di etalase.

Aku bertanya kepada pelayan dan pelayan itu bilang, jika sepatu yang ada di etalase adalah sepatu limited edition dengan harga yang sungguh di luar nalar manusia.

Tapi aku tidak peduli, karena menurutku jika untuknya maka tidak ada yang mahal bagiku. Karena ... Untuk apa aku bekerja dengan nyawaku sebagai taruhannya, jika sepatu saja aku tak mampu membelinya.

Akhirnya, pelayan itu dengan wajah berseri-seri mengemas cantik sepatu incaranku dan aku pun pulang segera ke apartemen, yang letaknya hanya beda lantai dengan apartemen milik Aksa.

Semoga kamu suka, wanita kesayanganku.

Flashback end

Maka itulah di sini aku, dengan perasaan was-was berharap jika hadiah yang tadi aku antar akan di sukai olehnya.

Aku pun seketika ingat, dengan tindakanku yang dengan beraninya menciumnya saat dia sedang melamun. Padahal, beberapa pekan lalu aku baru saja berpikir tidak akan segan menciumnya dan ternyata aku benar-benar menciumnya.

Tanganku mengusap bibirku sendiri, kemudian menjilatnya perlahan untuk merasakan kembali sensasi asing yang baru ini aku rasakan.

Demi apa, meskipun ciuman tadi tanpa balasan darinya, aku sudah merasa seperti di sengat lebah, ah! Bukan lebah, tepatnya disengat oleh tegangan listrik dengan volt bertegangan tinggi.

Dan itu membuatku ingin merasakan lagi lembut bibirnya, bibir wanita yang akan menjadi ibu dari anak-anakku.

Sialan, aku belum pernah mencium seorang wanita, pantas saja mereka bilang rasanya nikmat, bahkan Ezra pun mengakuinya.

Oke, dari pada aku lebih kepikiran tentang ciuman tadi. Lebih baik aku kembali bekerja dan tidak membayangkan lebih dari ini.

Selanjutnya aku pun melanjutkan pekerjaanku seperti biasa, sambil menunggu berita utama yang akan membuat sahabatku tidak bermain-main lagi dengan kata-katanya, jika sedang ada di depanku.

Gavriel pov end

Beberapa saat kemudian ....

Sore harinya.

Queeneira hari ini pulang ke kediaman Wardhana, sesuai kesepakatan.

Ia pulang dengan wajah tersenyum senang, mencoba melupakan kejadian yang tidak mengenakan dengannya dan sahabat lamanya tadi siang.

Masuk dengan langkah tidak sabar, Queeneira bisa melihat Baba dan Mamanya yang sedang duduk bercengkrama hangat seperti biasa, membuat ia semakin tidak sabar ingin memeluk keduanya menumpahkan segala rindu.

"Mama! Baba!"

Kedua orang tuanya menoleh dan melihatnya dengan binar mata senang, kemudian Queeneira pun menyalami keduanya yang dibalas dengan pelukan erat dari keduannya,

"Que, akhirnya kamu pulang sayang. Baba baru saja ingin menelponmu," ujar Faro dengan nada sedih di dalamnya, membuat Queeneira semakin memeluk sang Baba erat, sekalian menumpahkan rasa galau tersirat yang belum di mengerti sang Baba.

"Maaf, akhir-akhir ini banyak kerja sama acara fashion week, Baba," jelas Queeneira yang diangguki kepala mengerti oleh Faro.

"Tidak apa-apa, yang penting kamu pulang," sahut Faro dengan senyum khasnya.

Kemudian, kedua orang tua Queeneira pun membawanya duduk dan mengajak berbincang sebagai pelepas rindu.

Cerita demi cerita mengalir begitu saja, namun tiba-tiba ada pembahasan tentang seseorang yang membuat Queeneira seketika terdiam, tapi sepertinya kedua orang tua Queeneira tidak merasakan, karena terlalu antusias saat membicarakannya.

"Gavriel sudah kembali sayang, Baba sudah sempat bertemu meski hanya sebentar saat datang ke kantor Wijaya. Sepertinya Gavriel benar-benar menjadi pengusaha muda yang sukses ya."

Queeneira melihat dengan senyum kaku, saat melihat binar senang kedua orang tuanya dan itu membuatnya tidak sanggup untuk membicarakan perasaan yang sedang ia rasakan saat ini.

"Seperti itu kah, Baba?"

"Hum ... Apa dia sudah menemuimu?" tanya Faro tiba-tiba, mambuat Queeneira berkedip dengan pipi merona, saat mengingat tentang ciuman sepihak dari sahabatnya, tapi ia segera sadar dan menjawab pertanyaan sang Baba dengan anggukan kepala pelan.

"Wah! Pantas saja, atau jangan-jangan karena bertemu Gavriel kamu jadi telat pulang?" sahut Elisa menggoda sang anak yang menatapnya dengan mata melotot.

"Ih! Mama, apaan sih, kan aku bilang aku sibuk bekerja," elak Queeneira yang membuat kedua orang tuanya semakin gencar menggodanya.

"Ah! Masa sih. Nggak bohong," goda keduanya semakin menjadi.

"Ick ... Iya, serius," erang Queeneira sebal, menuai tawa renyah dari keduanya.

"Kalian tidak tahu saja, kalau dia sekarang berubah menjadi menakutkan," batin Queeneira bergedik saat ingat kejadian ciuman tadi.

"Iya deh iya, tapi sayang ... Itu hadiah dari siapa? Bukankah ulang tahun kamu sudah lewat dari beberapa pekan lalu?" tanya Elisa, saat matanya dari tadi fokus dengan paper bag dengan merek toko asing yang dibawa sang anak.

Seketika Queeneira melihat paper bag yang ia letakan di dekat kakinya, kemudian melihat kedua orang tuanya yang menatapnya penasaran.

"Jangan bilang kamu membelinya sayang, karena Mama tahu nama-nama toko di kota kita," imbuh Elisa cepat, sehingga Queeneira pun menghela napas pasrah, merasa percuma jika ia bohong kalau nyatanya sang Mama bisa menebaknya.

"Huft ...Fine, ini dari Gavriel," gumam Queeneira tanpa melihat ke arah oramh tuanya.

Pekikan senang Queneneira dengar dari sang Mama, sedangkan Faro hanya tersenyum bahagia ke arahnya.

"Ah! Andai kalian tahu sekali lagi kenyataan yang ada." batin Queeneira miris.

"Coba Mama lihat sayang, Mama mau liat barang dari Gavriel, apa seleranya juga sudah menjadi kelas atas, mengingat kehidupan glamour disana," pinta Elisa dengan Queeneira yang hanya mengangguk dan menyerahkan paper bag ke arah sang Mama, yang menerimanya dengan senyum semangat.

Elisa pun membukanya dan seketika melebarkan pupil matanya, saat melihat isi kotak yang dibawa anaknya.

Elisa pernah melihat ini di berita beberapa pekan lalu, jika sepatu limited edition dari merek terkenal ini ada yang membelinya dan ia tidak menyangka jika yang membeli adalah Gavriel, sahabat sang anak.

Dan kenyataan lainnya adalah sepatu ini dihadiahkan dari Gavriel untuk anaknya.

Seketika ia merasa seperti seorang Mama yang matre, saat melihat dengan mata blink-blink hadiah dari sahabat anaknya, yang juga anak sahabat kentalnya.

Astaga! Kiara anakmu benar-benar seleranya mantappp.

"Queeneira sayang, lihat, Gavriel polosmu sudah menjadi pria dewasa yang mengerti selera wanita. Bahkan tidak tanggung, membeli sepatu limited edition untukmu. Baba, kamu masih ingat kan, jika mereka akan mengadakan pesta penyambutan. Apa Gavriel ingin Queeneira memakai sepatu ini di acaranya?"

"Apa? Pesta?"

"Eh ..."

Bersambung.