Nana terdiam membisu mendengar teriakan ayahnya. Jujur saja Nana takut , tapi gadis itu mencoba untuk tenang.
"Shuut , pelankan suaramu ini sudah malam" Ayu mulai melerai sedikit supaya tidak terjadi perselisihan pendapat lagi antara ayah dan putrinya ini .
"Ayo Han kita tidur . Kalian selesaikan ini baik-baik . Ibu tidak ingin ada keributan , ingat itu"
Setelahnya Ayu dan Han mulai beranjak menuju kamar mereka .
"Ayo jelaskan apa yang ingin kau jelaskan" Suara Veete sedikit merendah namun masih tersirat nada kesal .
"Itu ... sebenarnya kejadiannya hanya tidak sengaja yah , beneran . Tadi Nana sama Han ke toko buku dan tidak sengaja kami melewati toko gitar"
"Jadi kau tertarik ?"
Nana mengangguk kecil .
"Huft ... mau berapa kali ayah katakan , kamu itu perempuan Naaa . Lupakan kebiasaan pergaulan bebas itu"
"Tidak ada masalah bukan ? Mau perempuan , laki-laki . Gitar itu cocok-cocok saja"
"Tapi ayah tidak suka anak gadis ayah seperti itu . Itu terlihat seperti bad girl Naa"
Nana menunduk lesu . Hatinya siap tidak siap untuk kembali beradu argumen dengan sang ayah .
"Baiklah terserahmu , ayah akan berhenti mengekangmu . Mulai besok kau akan bebas dari ayah , tapi seseorang yang baru akan memantaumu"
Nana menatap sang ayah penuh tanya .
"Maksud ayah ? Ayah mengirimku ke asrama ? Ayolah yah , aku tidak mau . Sudah cukup 3 tahun aku disana , please yah , Nana janji tidak akan mengulanginya , please"
Veete menghela nafasnya pelan .
"Sudah terlambat Na , ayah bukannya tidak sanggup mengurusmu . Tapi melihat kelakuanmu ayah khawatir , ayah takut tidak bisa menjagamu , maka dari itu ayah sudah menikahkan kamu dengan seseorang"
"APA ?"
"MENIKAH ?"
Dua wanita Ibu dan anak itu sama-sama terperanjat kaget . Ayu yang kebetulan ingin menghampiri suami dan putrinya langsung terkejut saat mendengar semua penuturan suaminya .
"Maksud Ayah apa ?" Tanya Ayu tegas pada suaminya.
"Maafkan ayah bu , Na . Ayah takut dan mungkin ini pilihan yang tepat . Bersiaplah besok kau akan di jemput suamimu"
Nana masih dalam mode syok .
"Ayah ? I.i..ini ss...ss...ser...ii...uus ?" Nana kehilangan kata-katanya .
"Ayah , keputusan konyol apa itu ? Ayah bercandakan ?"
Veete menggeleng "Tidak bu , ayah serius . Nana sudah ayah nikahkan tadi"
"Tapi ayah tidak pernah membicarakan ini dengan ibu . Ayah ... coba jelaskan dulu baik-baik , Nana bisa merubah sikapnya . Ayah terlalu gegabah , hanya dengan permasalahan kecil begini ayah ? ..hh"
Bahkan Ayu juga kehilangan kata-katanya . Disatu sisi ia kasian dengan putri remajanya yang dinikahkan secara sepihak seperti ini , lalu disisi lain ia kecewa karena suaminya tidak berdiskusi dulu dengannya tentang keputusan besar seperti ini .
"Hiks ... Nana , Nana salah apa bu ? Apa Nana sangat-sangat buruk hingga ayah bertindak sejauh ini ?"
Ayu memeluk putri remajanya , mengelus surai kecoklatan putrinya dengan lembut .
"Ayah berhutang cerita pada ibu . Ayo sayang , kita ke kamar"
Setelahnya Ayu dan Nana pun memasuki kamarnya Nana .
Veete yang ditinggal hanya menatap sendu kedua wanita kesayangannya itu . Namun dibalik keputusan yang terbilang gila itu , dirinya menyimpan sebuah kelegaan juga kegelisahan .
Lega karena ia sudah berhasil mengatakan kebenarannya , dan gelisah karena sebenarnya dia masih sedikit menyimpan ragu atas keputusannya ini . Namun ragu bukan pada siapa pilihannya sebagai menantunya , tetapi ragu pada anak dan istrinya . Siapkah mereka menerima orang tersebut ?
"Huft ... kuharap ini yang terbaik"
***
Pagi hari yang cerah , segumpal cahaya memasuki retina seorang gadis muda yang
msih terkulai di atas kasur kesayangannya . Titik sudut ruang kamarnya yang sedikit luas ini menjadi pantulan yang menjanjikan .
Sekilas bayang-bayang cahaya itu mulai mengusik alam bawah sadarnya . Kerjapan mata yang lusuh itu menjadi pertanda bahwa ia hampir kembali melihat kehidupannya . Pikirnya sudah berakhir kemarin atau hanya sekedar mimpi , namun nyatanya itu jelas .
Bola mata hazel nya menelisik pelan , senyum tipis mulai ia sunggingkan . Tak lama ia mulai menggerakkan tubuhnya , mencoba mengumpulkan seluruh raganya yang sempat keluar tadi malam .
"Akh ! Sudah pagi ?"
Gadis itu bergumam kecil , rambut coklat mudanya terlihat sedikit berantakan . Tak ada pergerakan setelah ia bergumam , yang ada hanya anggukan kecil nya dengan air mata kembali meluncur dari sudut matanya .
Hancur ! Hancur sudah mentalnya . Bagaimana bisa satu kalimat itu menghancurkan segala kehidupannya ? Pernikahan ? Apa itu sebuah lelucon ?
Dalam hatinya terus bermain tentang bagaimana ia bisa menerima ini . Apa yang semestinya ia lakukan , akankah ia sanggup . Tapi Tuhan tidak akan menjauhinya kan ? Ya , sekarang hanya Tuhan yang bisa selalu bersamanya .
"Hiks , tidak Na . Kau harus kuat , ini kenyataan hidupmu"
Cicitnya kecil lalu mulai menghapus cepat air matanya . Ia bangkit diantara tumpukan bantalnya yang berantakan akibat semalam .
"Ibu , kau dimana ?"
Nana , gadis itu sedikit mengedarkan pandangannya setelah benar-benar sampai ke dapur . Tujuannya hanya satu , ya ibunya .
"Baru bangun ?"
Itu suara ayahnya yang mampu membuatnya kembali menunduk lesu . Sebenarnya ia ingin membaku hantam saja lelaki tampan di depannya itu . Namun ia tidak bisa , hatinya terlalu lembut untuk melakukan itu , bahkan untuk sekedar berdebat saja ia rasa mulai tidak sanggup atau mungkin malas .
"Tidak baik mengabaikan orang tua"
"Mau ayah apa ?"
Sekarang Nana menatap ayahnya yang hendak duduk di meja makan .
Veete hanya menarik sudut bibirnya tipis mendengar ketusan putri satu-satunya itu .
"Ibumu sedang mengurus Sam , jadi makanlah dulu . Kau kesiangan , bahkan Han sudah berangkat sedari tadi"
Nana tampak ingin tidak memperdulikan penjelasan ayahnya . Masa bodo , dirinya hanya menuju kearah kulkas lalu mulai meneguk segelas air putih dingin . Hatinya memanas sedari tadi hanya dengan melihat raut wajah ayah tercintanya itu .
"Kau sudah bersiap ? Menantuku akan kesini dalam 30 menit"
Uhuk , uhuk ...
Nana tersedak . Nyatanya ia tidak bisa mengabaikan semua ucapan ayahnya , itu terlalu naif ia lakukan .
"Apa maksud ayah ?"
"Mandilah dan jangan lupa mencuci rambutmu"
"Ayah , aku sedang serius"
"Ayah juga serius . Mandi sekarang , kau harus cantik saat jumpa suamimu"
"Suami ? Aku tidak pernah menikah dan tidak punya suami"
Nana mulai berkaca-kaca kembali . Matanya yang masih sedikit bengkak itu seakan meminta tetap seperti itu .
"Apapun itu , tapi saat ini kau sudah menjadi seorang istri"
"No , Stop Call me a wife dad . You make me crazy"
"And stop argue ..."
"but ...."
"Ayah tegaskan sekali lagi oke . Jangan membantah . Berdebat denganmu hanya membuat ayah bertambah emosi"
Veete sedikit meninggikan suaranya .
"Kenapa sih pagi-pagi sudah ribut" Ayu berjalan kearah suami dan putrinya juga seorang Samuel digendongannya .
"Ibu , katakan pada suami ibu kalau aku tidak pernah setuju dengan pernikahan itu"
Ayu terdiam , tidak ada yang bisa ia katakan sekarang . Bagaimanapun memang sekarang status putrinya itu sudah menjadi seorang istri .
"Na , tapi ..."
"Ibu tidak merasa kasihan padaku ? Apa yang terjadi padaku bu ? Hiks ... ini ... this is like a nightmare .. hiks"
"Na , itu tidak benar sayang . Ibu mengerti kamu , ibu ... ibu tidak bisa berbuat apapun lagi , ini sudah terjadi"
Setelah menurunkan Samuel , Ayu beralih memeluk putri satu-satunya itu . Hatinya perih ketika melihat kondisi putrinya saat ini . Sangat jarang seorang Nasyila menangis 2 × 24 jam seperti ini bahkan bisa dikategorikan tidak pernah .
Nana itu gadis yang ceria , pecicilan dan tidak bisa diam . Tapi lihatlah sekarang , keadaan gadis itu menyedihkan . Lebih mirip jika dikatakan dengan gadis lemah yang tak berpondasi .
"Sudah ya , sekarang kamu mandi . Oke , ibu yang akan mempersiapkan semuanya"
Nana menatap ibunya .
"Tapi bu"
"Shut ... Nana sayang ibu ?"
Nana mengangguk .
"Sayang ayah ?"
Lagi Nana mengangguk .
"Berarti Nana harus patuh , saat ini Nana sudah menjadi istri orang . Tinggal di rumah suami , melayani suami dan mengurus segala hal itu tugas Nana , jika Nana melakukan semuanya dengan ikhlas dan tulus itu berarti Nana berhasil membahagiakan Ayah dan Ibu . Nana tau ? Ibu dan Ayah akan sangat bangga saat anak gadisnya hidup bahagia bersama keluarga kecilnya"
"Ibu ..." Lirih Nana masih dengan air matanya .
Ayu menghapus pelan air mata di pipi tembem putrinya , disekanya pelan juga rambut Naa ke belakang telinga gadis remaja itu .
"Nana harus mau ya , demi ibu"
Nana tidak menjawab , ia hanya menangis seraya menatap ibunya .
"Eoh ? Mana anak gadis ibu yang ceria ? Nana yang kata orang-orang pecicilan ?" Ayu bermaksud menggoda Nana
Nana sedikit menarik sudut bibirnya . Lalu kedua wanita itu berpelukan .
Sementara Veete hanya menyimak percakapan haru antara ibu dan anak itu . Hatinya terenyuh melihat betapa lembutnya hati kedua wanita yang teramat ia cintai itu . Namun apa boleh buat , ini sudah keputusannya .
Sebenarnya bukan hanya kekhawatirannya terhadap putrinya yang menjadikan alasan kenapa ia memilih menikahkan Nana di usia belianya . Namun ada beberapa alasan lain yang belum bisa Veete utarakan kepada keluarganya sekalipun itu istrinya .
To be continued ...
Mohon dukungan dan sarannya 😊