Aku sempat tidak ingin bersekolah disini, keinginan ku setelah lulus SD masuk pesantren dan menjadi seorang hafidzah juga menjadi perempuan yang lebih mandiri. Awalnya orang tua ku setuju, mereka menerima keputusan ku dan mulai mendaftarkan ku di Pesantren yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Mama dan bapak yang tidak bisa jauh dari anak-anaknya. Maka mereka mengiyakan aku bisa lanjut di Pesantren dan memilihkan pesantren tersebut, agar mereka mudah mengunjungi ku.
Mama dan Kak Ami datang membawa sebuah map berisi formulir. Aku yang terbaring lemas tiba-tiba terasa segar tak merasa sakit lagi.
"Kamu yakin mau sekolah di Pesantren, nak?" Lirih mama
"Iya, kau akan tinggal disana. Kau tidak akan tidur dengan kami di rumah ini, kau akan tinggal di Asrama bersama orang baru. Kau tidak boleh manja. Semua harus kau lakukan sendiri" Kak Ami menjelaskan agar aku memikirkan dengan baik keinginan ku lanjut di pesantren.
Ku pikir sejenak dan berbicara dengan nada penuh permohonan agar mereka mau mengizinkan ku dengan keikhlasan dan tanpa keraguan.
"Iya" kucubit pipi kedua wanita yang tengah mengkhawatirkan ku "saya berjanji tidak akan mogok sekolah di tengah-tengah. Saya janji akan menjaga dan merawat diri dengan baik. Saya janji saya bisa melakukan semuanya dengan baik. Saya janji tidak akan membuat orang-orang di rumah ini khawatir. Saya janji selama bersekolah di pesantren tidak bikin ulah, tidak bikin hal yang memalukan. Dan saya janji akan menerima semua yang tidak biasa saya lakukan di rumah yang wajib dilakukan di pesantren. Saya janji" setalah selesai kuucapkan janji-janji tersebut, mama memeluk ku.
Kak Ami mengambil pulpen dan mulai mengisi formulir itu. Sebelum pulpen menyentuh formulir itu...
"Stopppppp! Biar ku isi sendiri, kak"
"Tidak usah, nak biarkan kakak mu saja yang mengisinya. Kamu sakit, kamu harus istirahat yang banyak" perintah mama
"Tidak mama ku yang cantik, sudah baikan! Nih pegang" ku ambil tangan mama dan meletakkannya di jidat ku. "Biar ku isi sendiri yah kak" ku pajang senyum manis ku didepan mereka, ucap ku semangat dan merampas pulpen dari tangan kak Ami.
"Kamu bisa isi? Yakin?" tanya kak Ami
"Bisa" singkat karena aku tengah fokus mengisi data-data dan berusaha mengingat NIK ku.
"Kalau yang satu ini memang jago soal data keluarga, jadi kalau lupa NIK dan tanggal lahir, tanyakan sama dia" puji mama
"Yah muji, ma... aku nggak punya uang kecil. Gimana dong?"
Mereka tertawa dan tiba-tiba...
Tok-tok-tok
Suara ketukan itu dari pintu.
"Assalamualaikum, Assalamualaikum, Assalamualaikum. Han, yuhu. Tante. Pemirsa. Halo, halo ada orang"
Seperti orang kebelet siang bolong saja, siapa sebenarnya?
Kami bertiga terdiam dan saling menatap. Kak Ami berjalan keluar dan membukakan.
"Kak, Haninya ada?" ...
"Ada, masuk" ajak kak Ami
Kak Ami datang dan masuk ke kamar "Ada yang nyari, ku suruh masuk sini atau gimana?"
"Suruh tunggu, biar ku ganti baju dulu"
Kak Ami hilang dibalik pintu kamar. "Mama ke dapur yah nak" dan mama juga hilang dibalik pintu kamar. Ku tutup pintu dan ganti baju super cepat. Soalnya penasaran, siapa.
Aku keluar kamar membawa selimut dengan gerakan kilat kemudian melambat ketika kulihat dari belakang sosok yang tak asing.
Aku duduk di kursi yang berhadapan dengan kursi yang ia duduki.
Ia melihat ku dari kepala sampai kaki "Kamu sakit? Atau baru bangun tidur?"
Aku bengong dan tidak menjawab. Otak ku sibuk berfikir dan mulut ku seperti dibungkam.
"Dia datang sebagai apa? Tetangga? Atau manusia yang terlihat hanya ketika ada perlu?" tanya ku dalam hati. "Astagfirullah" ucap ku dalam hati.
"Woy, hallo?" ia menyadarkan ku. Entah dari kebingungan atau heran ku. Sedari tadi aku hanya membisu saja.
"A-a-a apa? Tadi bilang apa?" aku pura-pura tidak dengar, padahal aku dengar dengan jelas, agar ia berfikir bahwa aku tidak berfikir yang tidak-tidak tentang dia.
"Yah, nggak usah. Ini ada mangga, pisau mana pisau?" tanya Kania sambil sibuk mengambil mangga yang didalam kantong bawaannya.
Ku ceritakan kisah sebelumnya...
Ia, dia Kania! Teman sekampung, teman sepengajian, sekaligus kami di SD yang sama. Kemudian sekelas di kelas 3. Aku bukanlah gengnya ketika di sekolah. Aku sendiri, berteman hanya berteman saja. Tak ada geng dan tak ada sahabat. Aku membenci semua di kelas ku. Ketika Kania sekelas dengan ku. Semua berpihak dan tunduk kepadanya, semua rela diperbudak olehnya. Tapi aku ogah, kupikir dia siapa? Ratu? Anak presiden? Sekalipun ia, status kita tetaplah sama. Seorang murid di Sekolah Dasar ini. Hanya aku yang ogah-ogahan. Akhirnya aku selalu hanya merasa berdua saja di kelas. Aku dan guru yang sedang mengajar. Hanya 4 harapan ku semenjak itu, tidak ada kerja kelompok, jam istirahat cepat berlalu, bel pulang segera berbunyi, dan lulus dari sini secepatnya. Arghh membosankan.
Tapi beda lagi ketika diluar jam sekolah. Ia begitu ramah kepada ku, selalu datang ke rumah ku. Tujuannya bukan kepada ku, tapi Kakak ku. Al... Kulihat dari gerak geriknya, memang disuka (suka caper) uhukk. Dan perkiraan ku benar, dan juga karena Resky memberitahu ku. Kania sempat cerita ke Resky perihal rasa sukanya kepada kakak ku, Al.
"Dia tuh kesini cuma mau caper sama Kak Al doang, bukan mau berkawan samaa kamu" ucap Resky.
"Ah nggak percaya, dosa tau soudzon sama teman sendiri"
"Ih serius, dia selalu cerita kalau dia tuh suka. Makanya kusimpulkan seperti itu" ucapnya lagi.
"Yeh, Anak polos kayak Hani mana bisa berfikir negatif seperti itu" timpal Naya.
Kurang lebih 4 tahun ku jalani kesendirian ku di kelas. Aku menjadi sangat pendiam. Berbicara hanya ketika ditanya. Dan menangis jika merasa terganggu. Tapi Kak Al dan teman-teman sekelasnya selalu ada. Aku merasa dijadikan seorang tuan putri jika di antara mereka. Mereka menjaga ku seperti seorang ratu. Ah indahnya. Dan setelah angkatan Kak Al lulus, kesendirian begitu terasa. Aku yang pendiam kemudian menjadi cengeng. Sakit, izin, bahkan alfa tak pernah ada di absen para guru yang tertera di kolom jajaran nama ku, sebelumnya. Ketika mereka lulus, rasa malas tiba-tiba datang ketika jam menunjukkan pukul 5 pagi. "Siapa lagi yang ku harapkan bisa menjaga ku di sekolah jika aku diganggu?" tanya ku kepada diri sendiri.
Singkat cerita... setelah ujian, pengumuman keluar dan aku lulus dengan nilai yang bagus. Kata mama. Tau ku apa? Yang penting lulus itu sudah sangat bagus menurut ku.
"Hmm, rasanya ingin lanjut dengan metode dan situasi yang berbeda. Bismillah..." ucap ku dalam hati.
Ku pilih pesantren yang dibahas di awal cerita.