Athanasia masih termenung hingga lonceng besar di luar sekolah berbunyi dan memberi tanda untuk istirahat. Laki-laki itu, Gilbert, duduk di belakang dirinya. Selama pelajaran, ia merasa seperti seseorang sedang menatap dirinya dan ia sempat berbalik. Saat ia berbalik, laki-laki itu menatapnya dan tersenyum ke arahnya. Ia terus merasa bahwa Gilbert tidaklah asing bagi dirinya.
"Athanasia!" Rhea menepuk pundaknya. "Ayo pergi ke kantin! Aku benar-benar lapar..."
Sebelum sempat menjawab Rhea, gadis itu sudah menarik tangannya terlebih dahulu. Akhirnya mereka pergi ke gedung barat dan masuk ke dalam kantin. Kantin LNHS termasuk ruangan yang besar dengan meja makan panjang yang ditata rapi di tengah ruangan. Murid-murid bisa mengambil makanan yang mereka mau dari setiap sisi ruangan. Rhea mengambil semangkuk salad buah dan semangkuk cereal dengan susu. Sebenarnya, Athanasia tidak sedang ini makan, akhirnya hanya mengambil sekotak susu. Mereka mengambil meja di ujung ruangan.
"Hey, kau tidak makan?" tanya Rhea, sambil menatap susu yang berada di tanganku.
Athanasia menggeleng pelan dan tersenyum. "Aku tidak lapar."
Rhea menggeleng dan menyerahkan mangkuk cereal yang belum disentuhnya ke hadapanku. "Makan ini. Aku tidak mau kau sakit."
Athanasia akhirnya menyerah. Ia tidak bisa menolak perkataan Rhea sama sekali. Lagipula, ia tahu jika ia menolak, Rhea akan dengan keras kepala memaksanya untuk makan.
"Baiklah," Athanasia mengangguk pelan. "Aku akan makan asalkan kau tidak merengek lagi."
Rhea tertawa dan berkata, "Aku tahu, kau akan menurut."
Mereka tertawa. Athanasia mulai menyantap cereal yang berada di hadapannya. Sesekali, ia melirik ke sekelilingnya dan tatapannya bertemu dengan Gilbert yang berdiri tak jauh dari mereka. Gilbert berdiri di seberang kanan mereka dan terlihat baru saja mengambil sandwich tuna. Athanasia hanya tersenyum dan mengalihkan pandangannya.
"Wah, ada apa ini," ucap Rhea sambil menatapnya lekat-lekat. "Kupikir, kau tidak tertarik dengan anak baru."
Athanasia terkejut dan langsung menggeleng. "Tidak, mana mungkin!"
Athanasia menundukkan kepalanya dan berkata dengan pelan, "Aku seperti pernah bertemu dengannya, tapi aku tidak ingat apa pun."
"Benarkah?!" seru Rhea dengan suara keras.
Athanasia memberi isyarat pada Rhea untuk diam dan berbisik, "Intinya, jangan bicara apa pun. Lagipula, aku sendiri tidak yakin."
Rhea mengangguk dan lonceng berbunyi lagi. Setelah mereka menaruh piring mereka di tempat penumpukan piring, mereka segera memasuki kelas seiring dengan murid-murid yang juga berlarian memasuki kelas mereka. Pelajaran mereka kembali dimulai dan Ms. Dee mulai berceloteh mengenai sejarah revolusi yang terjadi di Inggris. Suasana begitu terasa bosan dan membuat mata Athanasia terasa berat. Tidak hanya dirinya yang bosan, Rhea mulai menggambar di bukunya dan sesekali tertawa pelan. Saat Athanasia mulai menyandarkan tubuhnya di kursi, seseorang menepuk pelan pundaknya. Athanasia melirik sekilas dan melihat sepucuk surat yang diulurkan kepadanya.
"Baca," bisik Gilbert yang beradanya dengan pelan.
Athanasia menerima surat itu dengan bingung dan membukanya.
Perpustakaan, jam 2?
Athanasia mengernyit dan melirik ke arah Gilbert. Gilbert hanya tersenyum ke arahnya. Athanasia mengambil pulpen dan menulis sesuatu di sana.
Ok.
Setelah menulis dengan singkat seperti itu, ia memberikannya kepada Gilbert. Ia sendiri tidak tahu mengapa laki-laki itu ingin bertemu dengannya dan kenapa ia menyetujuinya. Ia hanya penasaran mengenai asal-usul laki-laki ini. Athanasia melirik ke arah Rhea, tapi Rhea masih sibuk dengan dunianya sendiri dan tidak menyadari apa pun. Sepanjang pelajaran itulah, Athanasia hanya diam dan tenggelam dalam pikirannya.
***
"Eh??" Rhea terkejut dan memberengut. "Kau tidak pulang denganku?"
Athanasia menggeleng pelan dan berkata dengan pelan. "Aku ingin bertemu seseorang terlebih dahulu."
Rhea memiringkan kepalanya. "Siapa?"
"Seseorang..." suara Athanasia terdengar pelan dan ragu.
"Siapa orangnya?" Rhea mulai menyilangkan kedua tangannya, dia mulai keras kepala. "Aku tidak akan pergi sampai kau memberitahuku siapa orangnya."
Athanasia menghela nafas dan menjawabnya, "Gilbert."
Rhea terlihat terkejut dan tidak bergerak sesaat. "Gilbert?"
Athanasia mengangguk dan menggigit bibirnya. Ia melirik ke arah jam yang tergantung di atas papan tulis. Hampir jam 2. Lonceng sudah berbunyi dari 10 menit yang lalu. Hari ini mereka pulang lebih awal dari jadwal biasanya, karena LNHS akan mempersiapkan festival musim gugur di lapangan belakang.
"Baiklah kalau begitu," Rhea mengambil tasnya dan meletakkan tangannya di pundak Athanasia. "Berjuanglah!"
Dengan begitu, Rhea segera berlalu menuju pintu kelas, tapi ia berhenti. Rhea berbalik, tersenyum lebar, dan melambai ke arahnya.
"Sampai jumpa nanti di rumah!"
Athanasia balas melambai ke arah Rhea dan mengambil tasnya. Setelah ia mengambil tasnya, ia bangkit dan segera menuju tempat perjanjian. Di depan loker, ia bisa melihat Gilbert yang terlihat dikerubungin oleh beberapa murid wanita dari kelas-kelas sebelah. Athanasia berhenti sebentar dan melihat kerumunan itu. Gilbert terlihat hanya tersenyum tipis ke arah mereka dan tidak terlalu menyahuti mereka. Athanasia merasakan sedikit rasa hampa melihat pemandangan itu. Lalu, ia menggeleng dan segera melangkahkan kakinya menuju perpustakaan.
Ia tidak menyadari, Gilbert memperhatikannya sedari tadi.
Sesampainya di perpustakaan, Athanasia tidak segera duduk di kursi yang telah disediakan. Ia sempat berjalan menyusuri rak-rak buku untuk mencari buku yang akan dibacanya selama ia menunggu laki-laki itu datang. Athanasia mengambil salah satu buku yang disukainya, the little prince. Sejak dulu, ia selalu menyukai buku ini. Orang tuanya selalu membawanya pergi menuju perpustakaan lokal dan ia selalu membaca buku ini.
"Itu buku yang bagus."
Athanasia berbalik dan menemukan Kristoff berdiri di belakangnya. Kristoff adalah temannya, tapi mereka berbeda kelas. Kristoff cukup akrab dengan dirinya dan Rhea. Mereka sempat beberapa kali hang-out di kafe sekitar rumah mereka.
"Kristoff!" seru Rhea sambil menepuk lengannya. "Aku tidak melihatmu dari tadi!"
Kristoff tersenyum menyeringai dan mengibaskan rambutnya yang panjang. "Aku sibuk di lapangan belakang."
Athanasia mengangguk paham. Kristoff adalah laki-laki yang cukup manis, walaupun terkesan berantakan. Ia memiliki rambut panjang menyentuh leher yang diikat setengah. Kristoff cukup populer, sebagai salah satu pemain rugby andalan LNHS. Menurut Rhea, mata hijau Kristoff seperti hutan yang misterius.
"Ah, Kristoff," Athanasia menjentikkan jarinya, teringat sesuatu. "Saat libur musim gugur ini, bagaimana jika kau piknik bersamaku dan Rhea?"
Kristoff terlihat bersemangat dan menyetujuinya. Kristoff bahkan berencana mengundang beberapa teman seklubnya. Hal itu tentu akan sangat menyenangkan, terutama bagi Rhea. Mereka memang selalu mengagumi klub rugby LNHS. Klub ini menjadi salah satu runner-up terbaik di pertandingan antar wilayah dan diprediksi akan maju menuju pertandingan nasional.
"Omong-omong, kau sedang apa di sini?" Tanya Kristoff, lalu melirik ke sekelilingnya. "Aku tidak melihat Rhea di mana pun."
Athanasia menggeleng. "Aku hanya di sini untuk bertemu dengan teman sebentar, lalu aku akan pulang dan bersiap untuk part-time."
Kristoff hendak mengatakan sesuatu, tapi berhenti ketika mendengar suara seseorang.
"Athanasia?"
***