Aku langsung masuk ke dalam tempat mandi yang dimaksud Nenek itu. Sudah tak sabar dengan bilasan air menyapu semua debu dan bau yang menempel di tubuh ini selama dua hari.
Aku melepaskan seragam pelayan dan mengikat rambut panjang perak ini. Untung saja Nenek tadi berinsiatif memberikannya. Awalnya aku ingin membilas tubuh baru ke rambut yang kaku dan bau apek.
Pintu di kamar mandi ini bertanda harus di geser. Dari uap-uap yang menempel di pintu berlapis kaca ini saja aku sudah tahu. Ini adalah pemandian air panas!
Luas biasa!
Aku tak menyangka mendapat tempat mewah seperti ini. Seketika pintu dibuka, suasana hangat dan wangi menyapu bau dapur di hidungku. Malam ini pokoknya aku ingin berlama-lama di sini!
Aku membilas tubuh dengan air biasa. Kugosok dengan kuat supaya bersih maksimal. Setelah itu, aku memberikan shampo yang banyak ke rambut perak ini. Gosok-gosok, pijat dan mengibarkannya. Dirasa sudah cukup aku langsung membilas busa yang menutupi rambut.
'Ah ... Segar ...!'
Aku menatap cermin yang tertutupi uap. Karena halangan itu aku jadi tidak tahu seberapa hebatnya perubahan wajah ini setelah mandi.
'Humm ... Mari kita lihat.'
Aku mengulurkan telapak tangan ke cermin dan mengusapnya—
—Wow!
Cantik dan indah. Itu sangat mengambarkan diriku saat ini. Rambut perak panjang sampai ke pinggul yang halus dan basah membuat sebagian rambut menempel di pipi putih. Mata emas yang lebar dan hidung kecil yang imut. Begitu pun dengan bibir mungil yang terlihat menggemaskan seperti marshmellow.
Apa benar ini wajah seorang pelayan rendahan? Apa ada campuran darah bangsawan di tubuh ini. Selama aku di dunia ini, aku melihat bangsawan yang terkadang tertangkap di mata. Mereka sangat indah dan berkelas.
'Yah ...'
Seperti wajah yang terpantul di cermin ini.
Aku membuat poni ke belakang dan mendekat lagi ke cermin untuk memastikan.
"Apa benar di dunia nyata ada orang yang wajahnya seperti ini? Kalau pun ada dia pasti sudah jadi artis yang sangat terkenal."
Pintu bergeser dan terlihat Nenek itu yang memakai handuk. "Aduh, aduh, Kamu berbicara sendiri karena tidak ada teman yah? Nenek akan menemanimu."
"Ah, ti, tidak kok, Nek. Saya hanya ..."
Aku tak tahu mau menyangkal kebenaran yang ada.
"Wah, Kamu jadi cantik sekali! Ada gunanya 'kan kamu mandi di sini." Nenek itu berjalan mendekat dan menyelidiki wajahku.
Aku sedikit menjauh, "Iya, berkat, Nenek. Saya bisa mandi di sini. Terima kasih."
"Jangan minta maaf kepadaku. Karena aku hanya mengambil kesempatan ketika para bangsawan sudah selesai mandi—Tenang saja, karena airnya sudah kuganti kok."
Nenek itu dengan kecepatan kilat membasuh dirinya. Aku sampai mengira, apa ada jurus mandi kilat? Ya, sudahlah lupakan saja.
Kami berdua bersamaan berendam dan mengeluarkan suara nyaman saat berendam.
"Ini adalah hadiah ketika sudah bekerja keras ..."
"Benar, Nek. Sangat nyaman. Sampai sepertinya saya bakalan bekerja dua kali lipat lebih cepat," sahutku sembari menikmati kelelahan yang pergi jauh bersama air hangat ini.
"Bukannya pekerja di dapur itu libur ya? Dan Tuan Rumah akan membeli makanan dari luar khusus besok."
Aku sampai melupakan besok adalah hari libur. Nampaknya kehebatan air ini tidak bisa diremehkan khasiatnya.
"Iya juga ya, Nek. Saya hampir lupa. Hehehe," ujarku dengan nada bercanda.
"Apa jangan-jangan kamu tidak tahu mau ngapain saat libur ya? Ahaha, mana mungkin–Eh? Beneran?!"
Nenek itu sangat peka. Aku menghindari tatapan belah kasihnya.
"Kalau begitu, bagaimana kalau pergi ke luar Mansion? Kamu bisa jalan-jalan dan bermain sepuasnya," sarannya.
"Umm ..., Saya awalnya juga berpikir seperti itu, tapi ..." Aku menjeda masalah utama yang paling tidak bisa dikatakan.
"Sudah, sudah. Jangan dipikirkan. Aku akan menggosok punggungmu supaya lebih bersih, bagaimana?" tawarnya dan semakin mendekat. Apa setiap nenek-nenek itu begitu peduli terhadap orang ya?
"Tidak usah, Nek. Saya sudah menggosoknya tadi," tolakku dengan halus dan tersenyum.
"Oh, sayang sekali. Padahal gosokan punggungku itu sangat terkenal loh ..." bujuknya lagi secara tidak langsung.
"Kapan-kapan saya akan minta, Nek." Aku pun mencegahnya dengan kokoh.
Nenek itu hanya tertawa. Ya, seperti tawa khas nenek-nenek.
Alasan aku tidak ingin dibantu membersihkan tubuh adalah—luka-luka memar ini. Aku tidak ingin memperlihatkan kepada orang lain. Karena entah mengapa, aku tidak ingin memperlihatkannya. Mungkin ini adalah perasaan tubuh asli orang ini.
Aku membuat tubuh semakin terendam sampai leher. 'Hah, membuatku banyak pikiran saja.'
Air hangat ini sangat membantu memulihkan kondisi tubuh maupun pikiran. Lalu, bak ini juga sangat luas. Memang luar biasa properti bangsawan.
Tak lama, aku kembali teringat kejadian di taman tadi. Bukan karena mereka melakukan itu di taman, tetapi kulit hijau si pria sangat menggangu. Tidak karena aku menganggapnya penyakit kulit. Namun, aku merasa sangat aneh. Hijaunya benar-benar menyelimuti tubuhnya dan ada tato merah di sekujur tubuhnya. Si wanita juga tidak masalah dengan itu dan malah menyambutnya dengan senang hati.
Aku melirik ke arah Nenek itu, ia sedang memejamkan mata menikmati air hangat. Kalau aku tidak bertanya, aku pasti tidak akan tahu selamanya. Ini demi mencari ketepatan dan ketenangan pikiran!
"Nek ..." panggilku pelan.
"Ya? Ada apa, Nak?" sahut lembutnya.
"Tamu tadi ... Umm, apa makannya sebanyak itu? Tadi di dapur saya memasak dengan porsi besar dan banyak ..."
"Iyalah, Orc itu makannya banyak banget! Aku sampai tidak mengerti kenapa Tuan Rumah tidak menambah jumlah koki saat para Orc datang! Benar-benar bodoh!" murkanya sangat terlihat.
Lalu, Orc? Apa itu? Aku sangat ingin menanyakan kepastiannya. Sebenarnya aku sudah tahu Orc itu apa—memastikan kebenaran dan ketepatan adalah jalan hidupku!
"Me, me, menurut Nenek, Orc itu bagaimana?" Aku bertanya, tetapi karena terlalu gugup sampai terbata-bata seperti itu.
"Orang-orang kadang memanggilnya Orge, tapi aku akan tetap memanggilnya Orc! Mereka memang tidak menyerang atau membunuh manusia karena sudah ada kebijakan Dewa, tapi! Keserakahan, keganasan mereka tetap saja menggangu manusia. Mereka juga sering melakukan pelecehan! Ah, aku sangat benci mereka! Lagipula kenapa harus ras Orc yang datang ke Mansion ini sih?" ucap Nenek itu dengan panjang lebar dan disertai kata-kata menghina.
Dari penjelasannya, aku mengerti bahwa yang tadi aku lihat di taman adalah Orc. Badan hijau dan besar. Deskripsinya sangat sama seperti yang aku tahu, seperti di game-game—Orc juga digambarkan iblis yang tamak dan kejam.
Lalu, tadi Nenek mengatakan kebijakan Dewa dan ras. Kebanyakan kalau di game atau cerita-cerita, jika ada banyak ras seperti Orc, pasti ada sihir, tetapi nampaknya otakku tidak bisa mencerna apa-apa lagi. Semakin dekat dengan kebenaran, aku semakin bingung dan tidak bisa dipercaya.
Aku beranjak berdiri dan keluar dari bak. "Nek, saya mau berisitirahat lebih awal. Terima kasih saran dan sudah curhat kepada saya. Saya permi–"
"Ah, Nak! Tadi aku sudah mencuci pakaian. Jadi, kamu bisa dengan nyaman memakai pakaian yang wangi dan aku juga memberikanmu satu baju bekasku dulu. Karena sekarang sudah tidak cukup padaku, pasti cukup sama kamu, deh," tukasnya diiringi senyuman keriput lembutnya.
"Terima kasih banyak, Nek. Saya permisi dulu, saya akan datang lagi nanti."
"Aku akan menunggu, selamat beristirahat," balasnya dan aku langsung keluar.
Kebenaran semakin mendekat dan kenyataan permasalahan juga semakin dekat.