Chapter 13 - BAB 11

Di tempat lain, di sebuah rumah kos sederhana seorang gadis perantauan sedang bersiap-siap untuk berangkat kuliah, ia begitu terburu-buru karena sudah kesiangan, setelah diantar oleh ojol dan membayarnya ia segera berlari menuju ke area kampus, dua orang sahabatnya bernama Leni dan Wendy sudah menumggunya di depan kelas., karena hari ini dosen yang mengisi adalah dosen yang dikenal kejam, ia tak mau mendapatkan nilai jelek karena terlambat.

"Anindia cepatlah kau ini pasti tidur kemalaman lagi!" ucap Wendi.

"pasti kemarin kau lembur lagi ya di tempat kerjamu? jangan terlalu memaksakan untuk mencari uang, kita pasti akan bantu kamu!" tambah Leni.

"Isshh... apaan sih! Udah kalian tenang aja meskipun aku sebatang kara disini aku tidak akan ngecewain almarhumah ibuku!" sergah Anindia.

Namanya Anindia seorang mahasiswa berumur dua puluh tahun, memiliki kulit kuning langsat dan manik abu kehitaman, ia juga memakai kacamata untuk melindungi mata bagian kirinya yang hampir buta, ia memiliki bekas luka yang cukup besar di pelipis kiri sampai ke ujung matanya namun itu tak membuatnya malu, ia selalu memakai topi berwarna hitam miliknya kaos dan kemeja kebesaran, celana jeans kumal serta sepatu cats yang juga kumal entah berapa lama ia tak mencucinya.

ia mendapatkan beasiswa di Universitas negeri khayalan dan di terima di jurusan teknik sipil dua tahun lalu. ia memang terlambat masuk kuliah karena pemulihan luka yang di deritanya selama setahun. Kata ibunya Anindia mengalami kecelakaan dan tak sadarkan diri selama lima bulan, ia tak dapat bergerak dan harus di terapi hingga semua menghabiskan waktu satu tahun lamanya. untunglah ibunya bekerja sebagai cleaning service di rumah sakit besar, jadi mendapat pengobatan gratis dari tempatnya bekerja, dan ia manfaatkannya untuk pengobatan Anindia hingga sembuh.

Satu tahun yang lalu ibu Anindia meninggal karena sakit parah, Awalnya Anindia tak mengetahui perihal penyakit ibunya, ibunya tak pernah memperlihatkan sakitnya di depan gadis itu, hingga suatu hari ia pingsan saat bekerja dan ia akhirnya berhenti bekerja karena sudah tak kuat lagi. mengetahui hal itu Anindia memutuskan untuk menggantikan ibunya mencari uang untuk biaya pengobatan sang ibu, karena sudah tak lagi bekerja di rumah sakit sana ibunya tak dapat lagi berobat secara gratis di rumah sakit tersebut, ia yang hanya memiliki ijazah smk negeri kala itu di terima di sebuah toko roti menjadi seorang kasir paruh waktu hingga sekarang. Namun takdir berkata lain saat uangnya telah terkumpul ibunya telah pergi lebih dulu. ia di makamkan di desanya sedangkan Anindia kembali ke kota ini sendiri setelah meninggalnya sang ibu.

Ia melanjutkan kehidupannya seorang diri di kota besar ini, untuk menjalankan wasiat ibunya dan tak ingin meninggalkan pendidikan. Kini tak ada sanak keluarga, hanya kedua sahabatnya inilah yang selalu menemaninya saat kesepian dan merindukan sang ibu. Hanya kata-kata yang selalu diucapkan ibunya yang selalu diingat olehnya

"Kamu harus selalu memanfaatkan otak cerdasmu untuk bertahan hidup!"

"Anindia.....Anindia!" sebuah suara menyadarkannya dari lamunan.

"eh... iya pak hadir!" jawab Anindiya seadanya.

*****

Pekerjaan Adanu hari ini selesai lebih cepat dari jadwal, ia seperti biasa bergegas menuju bumi perkemahan itu kembali, ia sebelumnya pergi untuk mengambil bunga dedelion di bukit tempat ia dan Betari melihat sunside kala itu.

setelah sampai ia seperti biasa berbincang santai dengan pemilik dan penjaga bumi perkemahan.

"Hari ini ramai pak?" tanya Adanu ramah.

"lumayan tuan, hari ini ada rombongan dari SMA dan SMP kota sebelah, tuan sudah makan?"

"Tentu sudah pak! terimakasih sudah perhatian sama saya!"

"Cuma itu yang saya bisa tuan!"

"panggil saja saya Adanu pak, nggak usah panggil tuan, kesannya saya ini lebih tua dari bapaknya. hehehehehe....." canda Adanu.

Setelah selesai bercengkrama ia segera bergegas menuju ke arah tengah hutan, banyak pasang mata melihatnya kagum terutama para siswi dan guru-guru wanita yang masih muda. Namun diantara mereka tak ada satupun yang membuat sifat dinginnya menghilang. Ia berlalu melewati para rombongan disana.

Setelah sampai ia segera mengeluarkan bunga dedelion yang sebelumnya ia ambil dari bukit itu. seperti kemarin hari ini ia juga melakukan hal yang sama setelah menanamnya ia kemudian memberikan menyalakan bunga itu dengan sihirnya. Ia berharap kelak Betari segera kembali lagi berkumpul bersama keluarga yang sudah lama. ia kemudian kembali keluar dari hutan dan menghampiri kumpulan rangkaian bunga yang selalu ia berikan dari sana.

Ia menunduk sejenak, dan menaruh setangkai bunga krisan disana, Bunga krisan di Akram diartikan sebagai simbol pengharapan, mawar berarti kasih sayang, melati berarti kematian. setelah itu ia kembali meninggalkan banyak pasang mata yang masih terpukau melihat ketampanannya. Setelah selesai ia kembali ke parkiran mobil setelah sebelumnya berpamitan.

****

Anindia selesai mengikuti kelas terakhir, ia segera berlari keluar kampus, karena sebentar lagi pergantian sift dan ia tak mau terlambat lagi karena ia sudah terlambat beberapa kali, jika hari ini mendapatkan sp ia akan di pecat, karena semenjak pemiliknya yang dulu mulai sakit-sakitan, kini toko roti ini di kelola oleh anaknya, kurang 20menit lagi tapi ia tak menemukan angkot kosong atau metro mini yang lewat di halte kampus, sepertinya dewi fortuna sedang tak berpihak padanya, ia pun segera berlari secepat mungkin agar tak terlambat.

Adanu sudah sampai kembali di kota, ia ingin menengok bisnis barunya sekalian menikmati suasana cafe yang selalu mengingatkan ia pada gadisnya itu. tiba-tiba ada seseorang yang menyebrang sehingga membuat Adanu tersadar dari lamunannya, dan segera injak rem mobilnya.

"woy... lihat-lhat dong kalo nyebrang!" teriak Adanu karena seseorang itu langsung berlari meninggalkannya. Adanu kemudian melanjutkan perjalanannya lagi menuju ke 'Betari cafe' dengan perasaan sedikit kesal.

Anindia akhirnya sampai di toko tempatnya bekerja, hari ini tokonya begitu ramai, di kasir sang bos sudah berada disana melakukan transaksi dengan para pelanggan, bosnya menatap kearah Anindiya langsung ketika mengetahui sosoknya berada disana.

"Ngapain bengong disitu woy?" ucap bosnya menyadarkan lamunan Anindiya.

"eh... iya iya bos! saya ganti seragam dulu!" kata Anindiya sambil berlari kearah ruang staff.

"Aduh... gimana nih, kalau saja dosen td nggak telat aku juga gak bakalan telat gini. bisa di pecat nih!" kata Anindia dalam hati.

Ia selesai berganti pakaian, kemudian segera memposisikan dirinya di depan meja kasir menggantikan bosnya.

"maaf bos telat!" kata Anindia lirih.

Ia segera melakukan tugasnya menjadi kasir di toko kue kecil ini. hari ini lumayan banyak pengunjung mungkin karena weekend dan banyak pasangan yang kencan dan menghabiskan waktu di kedai mungil ini. meskipun tak sepadat cafe yang baru buka di sebelah gerai tempat Anindia bekerja.

****

Adanu memarkirkan mobilnya di basemen, lalu ia menuju ke 'Betari cafe'. sudah dua hari ini promonya masih diadakan dan cafe ini masih ramai, besuk adalah hari terakhir menggeratiskan menu di cafenya. Ia melewati kedai kue sebelum sampai di cafenya, ia sebenarnyabtak begitu tertarik dengan toko ini apa lagi mencoba menu disana, namun topi hitam seorang gadis di bagian kasir itu membuatnya harus masuk kesana, ia memiliki urusan dengannya.

Adanu pun masuk ke toko tersebut dan langsung menghampiri gadis bertopi hitam ini menyela antriannoara pelanggan toko tersebut. lalu tiba- tiba Adanu merasakan keberadaan Betari saat itu, ia pun mengurungkan niatnya untuk mendatangi gadis bertopi hitam dan kemudian berlalu keluar mencari keberadaan Betari yang ia rasakan begitu dekat dengannya.

Ia pun berputar-putar di sekitar tempat itu di antara toko kue kecil itu dan cafenya, mungkin pelanggan diantara kedua tempat ini ada gadis yang selama ini ia rindukan, yang selama ini ia cari, dan selama ini yakini masih selamat dari kematiannya.

Adanu tetap mencari di antara para pelanggannya di 'Betari cafe' namun hasilnya nihil, akhirnya ia menunggu di luar di antara pelanggan toko roti mungil di sebelah, mungkin di antara pelanggan mereka adalah Betari, ia mengamati satu persatu pelanggan yang keluar masuk toko kue tersebut namun tak melihat sosok yang ia cari, ia sebenarnya ingin mencarinya di dalam, namun ia tak ingin terjadi keributan jika nanti orang-orang terganggu dengan perbuatannya.

Beberapa jam berlalu, ia mengamati satu persatu diantara para pelanggan namun tak ketemu.

"mungkinkah bukan pelanggan, tapi karyawan disana, atau karyawanku sendiri? tapi tidak akan mungkin jika karyawan 'Betari cafe' pasti para staf dan karyawan akan langsung mengenalinya!" pikir Adanu.

Ia pun menunggu di luar toko kue disana hingga para pegawai keluar.

*****

Anindia sedang sangat sibuk melayani para pelanggan, tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing sekali hingga pandangan matanya gelap dan keseimbangan tubuhnya mulai hilang.

"Anindia....Anindia!" suara dari salah satu temannya menyadarkan dirinya. Namun ia terkejut karena ia tersadar di tempat yang berbeda. Ia terbangun di sebuah hutan yang gelap, ia melihat ke sekelilingnya, dan tiba-tiba ia melihat seorang gadis sedang tersenyum manis kearahnya, gadis ini terlihat anggun dengan gaunnya yang terlihat indah dan mewah, postur tubuhnya terlihat sama dengan dirinya, hanya saja ia terlihat lebih bersih dan terawat, ia tak dapat melihat dengan jelas wajah gadis itu karena terlalu jauh, tapi entah kenapa senyuman gadis itu terlihat jelas di matanya. Anindia hanya diam berdiri melihat kearah gadis itu yang mulai membuatnya takut, karena mengira mungkin dia adalah hantu.