Chapter 14 - BAB 12

Anindia sedang sangat sibuk melayani para pelanggan, tiba-tiba saja kepalanya terasa pusing sekali hingga pandangan matanya gelap dan keseimbangan tubuhnya mulai hilang.

"Anindia....Anindia!" suara dari salah satu temannya menyadarkan dirinya. Namun ia terkejut karena ia tersadar di tempat yang berbeda. Ia terbangun di sebuah hutan yang gelap, ia melihat ke sekelilingnya, dan tiba-tiba ia melihat seorang gadis sedang tersenyum manis kearahnya, gadis ini terlihat anggun dengan gaunnya yang terlihat indah dan mewah, postur tubuhnya terlihat sama dengan dirinya, hanya saja ia terlihat lebih bersih dan terawat, ia tak dapat melihat dengan jelas wajah gadis itu karena terlalu jauh, tapi entah kenapa senyuman gadis itu terlihat jelas di matanya. Anindia hanya diam berdiri melihat kearah gadis itu yang mulai membuatnya takut, karena mengira mungkin dia adalah hantu.

Anindia kemudian mencoba berlari menjauhi gadis itu, namun hasilnya sia-sia karena lagi-lagi ia dapat melihat gadis itu di depannya, dengan jarak yang sama, Anindia mencoba berlari lagi kali ini menuju arah suara teman yang memanggilnya, hasilnya tetap saja nihil, ia malah seperti berputar dan kembali ke hadapan gadis yang tetap tersenyum memandangnya, ia mencoba memanggil nama teman yang memanggilnya namun suaranya tak dapat keluar dari mulut kecilnya. akhirnya ia menyerah dan memilih duduk diam membelakangi gadis tersebut.

Sebuah cahaya dari atas tiba-tiba menyilaukan matanya, ia kemudian terbangun di ruangan yang berbau cukup menyengat, ia melihat selang infus sudah menancap di pembuluh nadinya. peluh keluar dari kulitnya membasahi dahinya, entah apa yang terjadi, dan banyak pasang mata memperhatikan keadaannya membuatnya semakin bingung, karena Anindia tak mengenal siapa mereka, tiba-tiba sebuah suara menyadarkannya lebih sadar lagi.

"Anindia kamu kenapa sampai keringetan gitu? mimpi buruk? kamu jangan terlalu memporsir tenagamu, lihatlah kamu kelelahan dan kurang istirahat! kamu bukan robot Nin!" cerocos suara yang dikenalnya adalah suara Wendi.

"Wendi kenapa kamu disini, tunggu ada apa denganku? kenapa aku disini? bukankah aku sedang berada di belakang meja kasir tadi melayani para pembeli? hari ini pelanggan ramai!" kata Anindia.

"Kerja mulu dipikirin, istirahat dulu kenapa?" sahut Leni dari belakang Wendi.

"Tapi kan kalo nggak kerja gimana aku bisa makan, buat tugas, bayar kontrakan dan lain-lain, terus ini juga gimana bayar rumah sakitnya?"

" Udah kita bayar, kita nggak nglarang kamu kerja part time, atau yang lainnya Nin tapi kalo emang lagi sakit masak iya kamu mau maksain? gajinya nggak seberapa badan kamu yang jadi korban!" ketus Leni.

"Kamu ini, udah nggak dapet apa-apa dari kerja kamu sama bos baru, tiap telat di potong gaji, giliran kayak gini dia bayar rumah sakit kamu aja ogah, cuma gara-gara kamu telat. Bos baru kamu sekarang nggak kayak orang tuanya gile bener pelitnya!" ucap Leni lagi.

"Yah namanya juga anak bos, management dia sama orang tuanya juga beda lah, tapi berkat dia tuh toko nggak jadi tutup, dan malah makin rame!" bela Anindia.

Anindia memang kerja part time di toko itu sebenarnya, namun karena butuh biaya tambahan untuk bisa menabung dan bertahan hidup ia akhirnya lebih sering lembur dan pulang larut, belum lagi jika ada tugas, ia baru akan tidur menjelang subuh.

***

Adanu masih di depan toko kue saat ini, tanpa menyadari kehebohan di dalam sana. Insiden tadi begitu cepat terjadi, para pelanggan begitu heboh saat mengetahui Anindia pingsan, salah satu dari mereka langsung menelpon ambulance dan dengan sigap ambulance datang dan membawa Anindia pergi,

Adanu masih tetap menunggu para karyawan keluar dari toko satu persatu, hingga malam tiba, dan ternyata pengamatannya sia-sia, tak ada satupun dari karyawan itu bernama Betari, bahkan ia sampai menanyakan langsung ke bosnya saat toko telah tutup. Namun ada satu karyawan yang harusnya masih ada dan tak melihatnya keluar toko sampai tempat ini tutup.

"Gadis topi hitam, kemana dia, aku belum melihatnya, aku masih ada urusan dengannya!" batin Adanu.

Adanu kemudian pergi meninggalkan tempat tersebut dan segera menuju Akram untuk memberi rahukan berita baik ini pada orang tua Betari disana.

"Pak Prabu mungkin akan senang mendengar ini!".

****

Di rumah sakit Anindia masih terbaring, dengan selang infus yang masih tertancap, dengan ditemani kedua sahabatnya yang masih setia di ruangannya. Anindia sedang mencoba untuk tidur dan berharap mimpi tadi tak datang lagi malam ini.

Namun sepertinya harapannya tak terwujud, ia terbangun di tempat yang sama lagi, melihat gadis yang sama, dengn senyum yang sama berdiri menghadap kearahnya namun kali ini, senyuman itu terlihat begitu menyiksa dengan ditambah seekor ular besar melilit tubuh rapuhnya, Anindia kali ini memberanikan diri dan ingin mencoba mebantunya, namun setiap ia berlari kearah gadis rapuh itu sang ular semakin membelenggu tubuhnya agar menjauh darinya, tiba-tiba cahaya biru dari atas menyinari tubuhnya, dan ular yang melilit gadis tersebut menoleh kearah Anindia hendak menerjangnya, saat ular itu mulai mendekat tiba-tiba semua terlihat gelap, dan terdengar suara Leni memanggil namanya, seketika itu juga Anindia terbangun dengan sakit kepala yang begitu menyakitkan. membuatnya harus mengerang kesakitan. Salah satu sahabatnya segera memanggil dokter untuk segera memeriksanya.

****

Adanu menuju ke Akram, ia segera menuju ke sebuah perbukitan, dan membuka portal menuju Akram, dengan mengendarai mobilnya ia masuk ke portal dimensi tersebut, seketika mobil miliknya berubah menjadi seekor kuda hitam, dengan ekor yang seperti ikan, memiliki tanduk dan juga sayap begitu gaga saat di tunggangi oleh Adanu.

Ia segera menuju kerumah orangtua Betari, perjalanan ini sengaja ia tak lewati istana karena tak ingin bertatap muka dengan ayahnya, sudah tiga tahun ini ia menghindari bertatap muka dengan sang ayah semenjak Betari menghilang. rasa bersalah dan sakit hatinya yang bercampur membuatnya melakukan hal itu, masih begitu terngiang wajah Betari terakhir kalinya pada malam itu, saat itu Betari marah karena ia melarang Betari untuk ikut camping itu karena ada Candala yang membuatnya begitu cemburu dan memiliki perasaan aneh yang tak mengenakkan saat itu. mengingat hal itu rasa bersalah mulai membelenggu hatinya seakan mengiris sembilunya, tak terasa butiran kristal keluar dari sudut matanya, meskipun tertutup oleh wajah dinginnya.

Tak terasa ia sudah sampai di depan rumah orang tua Betari, seperti biasa hanya ada Bunda Melati yang menemuinya tanpa pak Prabu.

"Ada berita baru apa lagi nak Adanu?"

"Bunda saya sudah mengetahui keberadaan Betari!"

"Dimana? Apa dia masih hidup?"

"Sepertinya begitu dan sekarang ia mungkin akan berbeda dari Betari dulu!"

"Maksudnya?"

"Saat ini saya juga masih mencari tahu, saya sedang mencurigai seorang gadis tomboy, ia sering memakai topi hitam, awalnya saya tak mengetahui keberadaannya, karena saya tak sering pergi ke tempat itu hingga saya membuka cafe disana untuk mengenang Betari!"

"Lalu apa yang akan kau lakukan?"

"Saya akan mencari tahu tentang dirinya nanti!"

"semoga dugaanmu benar Adanu, Bunda sudah begitu sabar menunggunya, tolong segera pertemukan aku dengan gadis kesayangan keluarga kami!"

"Serahkan padaku! Aku sudah berjanji pada Bunda untuk menemukan dia bukan? saya pamit dulu bunda, sampaikan salam saya pada pak Prabu!"

"Tentu saja ini berita yang membahagiakan untuk beliau!"

Setelah itu Adanu keluar dari rumah orang tua Betari dan kembali ke dunia nyata.

****

Malam ini Anindia untuk pertama kalinya benar-Bener tak ingin menutup matanya, ia tak ingin lagi terasa di tempat yang mengerikan itu dengan pemandangan yang sama, jadi sebisa mungkin ia mercoba agar tidak terlihat lelah dan mengantuk, ia tak ingin sedikitpun merebahkan dirinya di atas ranjang rumah sakit meskipun para sahabatnya sudah mencoba untuk memaksanya, namun tetap saja ia tak mau, dan memilih untuk melihat pemandangan di luar kamar rumah sakit dari pada pemandangan gelap di mimpinya.

Akhirnya ia benar-benar tak tidur hingga pagi, dan hari ini ia sudah bisa pulang, segera ia menghadap ke bosnya setelah ia pintar oleh kedua sahabatnya pulang. ia pergi ke toko kue sesegera mungkin intuk meminta maaf ke bosnya karena membuat onar kemarin di saat pelanggan sedang ramai. I memesan ojek online dan kemudian menuju ke tempat kerjanya.

Sampai juga Anindia ditempat kerjanya itu, ia segera masuk ke ruangan bosnya setelah membayar ojek online tadi. Diruangan itu bosnya sudah menunggu dengan sebuah amplop ditangan, sepertinya ia mengetahui jika Anindia akan datang untuk menemuinya. Anindia pasrah menerima amplop itu dan segera mengambil amplop itu dari tangan sang bos.

Anindia hendak keluar meninggalkan ruangan itu, namun tiba-tiba saja bosnya menghalangi

"kamu bisa saja tidak saya keluarkan dari tempat kerjamu ini, asalkan kau mau melayaniku setiap hari setelah bekerja, itu akan ku anggap sebagai uang lemburmu!" rayu sang bos sambi mencobal memeluk tubuh Anindia dari belakang dengan mulutnya yang juga mencoba mencium Anindia. Namun reflek Anindia cukup gesit sehingga ia dapat menghindari sentuhan itu.

"saya memang miskin, tapi saya masih punya harga diri! terimakasih surat pemecatanya!" kata Anindia yang kemudian keluar dari ruangan tersebut dan membanting pintu ruangan itu dengan kasar.

Di cafe sebelah, Adanu sedang berada di ruangannya merasa sangat marah tiba-tiba entah apa yang terjadi, seakan ada sesuatu yang membuatnya merasakan hal itu namun ia tak tahu apa, dan itu membuatnya cukup frustasi. Ia segera keluar ruangan saat itu terlintas lagi hawa dari Betari, ia melihat sekelebat gadis bertopi hitam, namun saat ia keluar gadis itu sudah tak ada.