Chereads / Second Life, Second Love / Chapter 21 - Novel Legenda Bintang Hitam & Putih*

Chapter 21 - Novel Legenda Bintang Hitam & Putih*

 Melengkung, berwarna putih dengan lapisan cahaya keperakan, melayang di langit di antara awan-awan. Bulan pada fase malam terakhir. Pemandangan itu hanya diperlihatkan untuk mahluk fana. Bulan itu sesungguhnya bukan bulan. Itu adalah sebuah jembatan - Penghubung Tiga Alam - Pemisah Tiga Alam. Jembatan berukuran spektakuler nan indah itu adalah Pusat keseimbangan - Tempat para Sang penjaga hitam putih berada, yakni Klan Bintang.

"Penjaga Hitam dan Putih?, Yin dan Yang?" Gumam Chunyin. Saat ini ia mengurung diri di kamarnya dan dengan serius membaca novel legenda Bintang Hitam dan Putih seri pertamanya.

 Beberapa ratus ribu tahun lalu lamanya. Sebelum Alam Fana terbentuk. Tiga Alam selalu berselisih. Peperangan selalu meletus hanya karena masalah-masalah sekecil debu sehingga membuat badai untuk menciptakan gurun yang panas. Sampai Alam Fana akhirnya lahir dan perselisihan antar Tiga Alam masih saja bermunculan seperti gelembung-gelembung buih lautan yang dapat muncul dan hilang dalam sekejab. Gelembung-gelembung itu terus berputar seperti roda samsara sehingga membuat dunia manusia sering terkena dampaknya. Bencana meliputi Alam Fana beratus-ratus tahun lamanya.

Neraka terus membara sementara Surga terus bekerja keras untuk mempertahankan langit agar tidak jatuh. Bahkan setiap tiga ratus tahun sekali semua petugas langit akan bekerja tiga kali lipat untuk membangun segel yang akan digunakan untuk menyegel raja dari raja Iblis pertama yang kembali bangkit untuk memimpin pasukannya dalam peperangan dengan langit. Lebih parahnya adalah setelah alam fana terbentuk, mereka mulai menyeret para manusia untuk menjadi sesat setelah bergabung dalam kegelapan. Mereka tak akan berhenti sebelum mendapatkan kembali langit untuk diinjak dibawah tanduk sang penguasa kegelapan itu.

Karena telah melibatkan alam Fana. Kaisar tertinggi langit pun akhirnya mengerahkan seluruh kekuatannya dan membangun tempat itu. Jembatan bersih yang kemudian berwarna kelabu jika dilihat dari warna putih awan, dan akan menjadi putih jika dilihat dari warna hitam kegelapan. Mahluk yang berdiri di atas jembatan itu semurni embun. Mereka tidak dapat digoyahkan oleh sesuatu yang saling tarik menarik atau berlawanan. Mereka memihak tiga Alam namun juga tak memihak siapapun di antara ketiganya. Mereka disebut klan bintang karena muncul bagai bintang pembawa harapan dan Sang Penjaga Keseimbangan karena berdiri teguh untuk menyamakan berat timbangan. Hitam dan putih, jahat dan baik, Masa lalu dan masa depan, Hidup dan Mati, Surga dan Neraka, langit dan bumi, Bersih dan Kotor, Wanita dan Pria, Abadi dan Fana.

"Ketua Xing-Jun, ini laporan Tuan Zhi-Jun" seorang prajurit menyerahkan sebuah tablet perak yang diukir dengan tulisan karakter langit 'Laporan Dua Dimensi'. Dengan segera sosok misterius yang berada di balik tirai-tirai bintang itu membuka segelnya dan melihat isi laporan dari sosok yang disebut Zhi-Jun. Dia merupakan penjaga keseimbangan Dimensi ruang dan waktu, itu sudah jelas. Ada beberapa petinggi klan yang mendapatkan tugasnya masing-masing seperti menjaga hitam dan putih agar tidak bersatu atau seperti tugas Zhi-Jun yang menjaga dimensi. Zhi-Jun pula adalah sosok yang penting karena ia sekaligus penjaga pintu masuk menuju tempat klan bintang berada. Zhi-Jun selalu berada di atas jembatan untuk menjaga gerbang agar tak dimasuki siapapun. Zhi-Jun adalah sosok yang dipercaya Xing-Jun yang merupakan ketua klan bintang.

"Tuan Zhi-Jun, ini stampel dari ketua Xing-Jun" seorang prajurit kini berbalik memberikan kembali tablet perak yang sudah diberikan sebuah 'Cap' dimana artinya laporan yang diberikannya tidak memiliki masalah dan sudah disetujui.

"Baiklah. Kau bisa pergi"

Zhi-Jun. Sosoknya seperti bintang timur. Pakaian dan rambutnya selalu berkibar indah nan berkilau. Banyak yang mengaguminya. Bahkan para abadi yang sering melintas di dekat jembatan sering menabrak pohon persik sehingga buah-buahan itu berjatuhan. Banyak dari mereka yang teralihkan fokusnya. Zhi-Jun diam-diam telah memiliki begitu banyak penggemar dari Alam Surgawi, tak jarang pula gadis-gadis iblis yang tak tahan ingin menggoda sosok dingin itu, tapi tentu saja Zhi-Jun tak goyah.

 Chunyin berhenti sejenak. Entah kenapa dirinya merasa mual. Ia bertanya-tanya, apakah aku memakan sesuatu yang basi sebelumnya?. Dan pertanyaan itu sebenarnya hanya pengalihan dari pernyataan asli dalam hatinya. Dirinya tengah merasakan muak saat membaca bagian penjelasan sosok Zhi-Jun itu.

"Bedebah Li Xi. Apakah sosok Zhi-Jun ini refleksi dirinya?. Dia terlihat sangat menyorot tokoh ini. Bahkan dari penjelasannya yang mencolok ini, si sial Li Xi benar-benar arogan dan percaya diri. Aku snagat-sangat kagum!" dumal Chunyin. Dirinya sangat mengenal Li Xi yang disebut-sebut dengan sang kesatria bulan perak itu. Chunyin benar-benar ingin muntah saat seseorang memanggilnya dengan panggilan itu.

Chunyin kembali membaca sembari menghina setiap kata yang menurutnya sangat menggambarkan sosok penulisnya, meski ada waktunya ia justru terdiam merenung dan berfikir jika dirinya sedikit iri dengan Li Xi yang nampak berkilau. Sangat jelas Li Xi sangat serasi jika pasangkan dengan Xiang-er nya yang juga berkilau.

"Giok yang murni dan bulan yang menawan sangatlah cocok ya?" gumam Chunyin. Ia tersenyum samar. Dirinya kembali memutar ingatan yang belum lama terjadi antara dirinya dengan Xiang-er nya di danau giok saat itu. Tatapan Xiang-er nya masih jelas dalam ingatan. Tentang bagaimana ia menatap kedua manik Li Xi yang kini tubuhnya ditempati olehnya.

"Apakah Xiang-er sebenarnya mencintai Li Xi?" Gumamnya. Ia lalu memutar beberapa ingatan masa lalunya saat menjadi dirinya, yakni kaisar Feng. Chunyin baru sadar. Ia terlambat sadar saat itu. Tatapan Xiang-er nya sedikit berbeda kepadanya.

Bruk!.

Kursi tempat Chunyin duduk terdorong cukup keras dan hampir saja jatuh. Sebagai gantinya, beberapa gulungan yang berada di rak terjatuh terkena kursi yang menabraknya.

"Maafkan aku ..." kata-kata Xiang-er nya tiba-tiba melintas. Chunyin terkejut ketika mengingat saat suara Xiang-er nya terdengar di dalam Danau Giok. Tapi bukan hal aneh seperti itu yang membuatnya terkejut melainkan karena ia kembali baru menyadari sesuatu.

"Saat itu. Aku bertanya-tanya. Kenapa Xiang-er menatapku dengan sedih dan meminta maaf ... apakah-" Chunyin tiba-tiba tidak bisa berfikir. Ia menghilangkan kata-kata yang rasanya tidak ingin ia dengar. Jantungnya berdetak menyakitkan.

"Apakah saat itu Xiang-er benar-benar meminta maaf pada Li Xi karena sebuah alasan yang tidak ku ketahui?"

Suara dengung tiba-tiba menusuk pendengaran Chunyin. Kepalanya terasa berputar.

"Yang Mulia, aku suka bulan purnama ..."

"Bulan ... purnama ...." Chunyin kembali mendapatkan ingatan yang terlepas. Sebuah ingatan yang samar namun perasaannya mengingatnya. Ia tau jika itu adalah suara Xiang Lian. Sosok wanita yang ia cintai mengatakan jika dirinya menyukai Bulan Purnama.

"Yang Mulia, anda baik-baik saja?!"

Wenhua menerobos masuk ke dalam kamar ketika mendengar suara gaduh dan melihat jika Chunyin sudah setengah berlutut dengan wajah pucat. Chunyin berfikir jika benar-benar ada yang salah dengan dirinya namun ia masih tidak tau apa yang salah dari dirinya?.

"Yang Mulia. Tolong istirahat sebentar. Anda sudah terlalu lama duduk bersama dengan meja" ucap Wenhua. Ia sendiri sedikit merasa aneh karena tuannya itu tiba-tiba menjadi sosok yang sangat teliti, pekerja keras, dan serius beberapa hari terakhir.

"Ada masalah apa sebenarnya?. Yang Mulia biasanya akan bercerita pada Weiheng jika ada sesuatu yang mengganggu perasaannya" batin Wenhua. Ia sedikit membantu Chunyin untuk kembali ke tempat tidur.

"Aku tidak apa-apa. Kau bisa kembali" ucap Chunyin.

"Apakah saya harus memanggil tabib untuk anda, Yang Mulia?"

"Tidak perlu"

"Baiklah. Saya akan kembali berjaga di luar. Permisi, Yang Mulia"

Wenhua berjalan keluar dan berhenti sejenak di depan meja untuk melihat apa yang tengah dikerjakan tuannya itu.

"Novel?" Gumam Wenhua. Ia lalu kembali jalan dan keluar dari ruangan. "Apakah Yang Mulia tengah memikirkan kelanjutan dari novelnya lagi?" Fikir Wenhua yang akhurnya sedikit merasa lega karena ia pernah beberapa kali melihat Li Xi yang berwajah suram karena kehabisan ide saat menulis seolah tengah melihat kematian.

"Entah bagaimana bisa Yang Mulia sangat serius jika berurusan dengan sastra-sastra itu, tapi begitu tak acuh pada dokumen-dokumen penting kekaisaran" tak jarang, Wenhua akhirnya mendumal dalam hatinya karena sikap Li Xi yang suka tak serius, padahal ia adalah kaisar dari kekaisaran Li saat ini dan tidak memiliki satupun penerus.

"Oh ya. Weiheng sepertinya pernah bicara sesuatu tentang melamar. Yang Mulia ingin melamar seorang wanita? ... tapi siapa?" Wenhua pun berfikir dan mencoba mengingat apa yang adiknya katakan saat itu.

 Chunyin memejamkan matanya sebentar. Fikiran dan perasaannya mulai mengamuk seperti badai. Saat ini ia tak bisa berfikir jernih, dan perasaannya pun terasa tak jelas. Akhirnya ia kembali berjalan untuk mengambil buku novel itu. Sebelum membacanya lagi. Chunyin menyempatkan diri untuk kembali merenung. Ia baru saja sadar lagi jika dirinya telah bersikap aneh. Meskipun hal itu telah menjadi biasa dimata Wenhua, tapi bagi Chunyin yang tak mengetahui sisi lain dari Li Xi tentu merasa jika sikapnya yang tadi itu berlebihan. Seharusnya ia tau jika Li Xi bukanlah sosok yang dapat serius di depan meja belajarnya sekalipun.

"Aku harus melakukan sesuatu agar tidak terlihat aneh" Chunyin sedikit merutuki dirinya sendiri. Ia kesal karena harus memerankan tokoh Li Xi. Meski begitu, hanya itu yang dapat ia lakukan saat ini.

Chunyin akhirnya kembali membaca kisah dalam novel yang sempat terhenti tadi. Ia mengabaikan fikiran dan perasaannya sebentar agar bisa menyelesaikan seri pertama novel legenda bintang hitam dan putih itu. Sejujurnya, ia hanya tak sabar ingin kembali menulis untuk Xiang-er nya. Ia ingin tau reaksi dari Xiang-er nya. Ia ingin melihat senyuman dari Xiang-er nya lagi. Saat memikirkan hal itu. Perasaan Chunyin jadi sangat bersemangat dan ia benar-benar dapat melupakan hal yang mengganggunya tadi.

"Aku tidak akan membiarkan Xiang-er memasang wajah menyedihkan lagi. Dia harus tersenyum bahagia"

Kisah pun berlanjut saat Zhi-Jun menemukan sesuatu dibawah pohon persik ketika ia sedang memeriksa daerah sekitar jembatan. Ia masih ingat siapa yang terakhir melintas di dekat pohon persik dan menabraknya.

"Pohon persik yang malang" ucap Zhi-Jun. Ia menyimpan sebuah jepit rambut dan berniat akan mengembalikannya jika orang itu kembali lewat, namun sayangnya sosok wanita yang terakhir lewat yang diyakini pemilik jepit rambut bunga plum itu tak lagi pernah melintas. Hanya sekali setelah seribu tahun berlalu. Zhi-Jun tak pernah melihat sosoknya lagi.

"Apa aku harus mencarinya dan mengembalikan jepit rambut ini padanya?"

Bagaimanapun. Zhi-Jun mulai risih menyimpan benda semacam itu. Apalagi benda itu bukan berasal dari seorang gadis dari klan bintang. Zhi-Jun seperti menyimpan sebuah hal tabu. Ia tak ingin mendapatkan masalah karena memiliki sesuatu dari luar klan bintang. Ia pun mencari tau tentang sosok wanita itu. Dia adalah peri persik yang ternyata tinggal di hutan persik yang jaraknya cukup dekat dengan jembatan. Jadi tanpa menunggu lama, Zhi-Jun pun pergi untuk mengembalikan jepit rambut itu. Tentu saja itu niat awalnya sebelum berubah saat ia melihat dari dekat sosok pemilik jepit rambut itu.

Seri pertama Di Atas Jembatan Putih dari novel legenda Bintang Hitam dan Putih pun bersambung.