Biar semesta tau
hari ini ku ingin kamu
-------------------------
"Ben"
"Eh mas bro, what's up? kabar baik?
Gara tersenyum mendengar serentetan pertanyaan Benjamin. Benjamin ini untuk orang yang bukan lahir dan dibesarkan di Jakarta, pergaulannya cukup oke sehingga mempunyai teman di sana- sini.
Seminggu ini saja Gara berulang kali datang ke tempat biasanya dia nongkrong, tapi baru hari ini bisa bertemu dengan Beni.
"lo ngalahin presiden yang punya jadwal sana-sini. susah banget ketemu lo, apa gue bikin janji temu dulu? "
"Boleh juga, nanti hubungi Em ya? "
Ben tersenyum mendapatkan kerutan di dahi Gara.
"Sekretaris gue"
Gara menggelengkan kepalanya, bersyukur ternyata dia tidak perlu bersusah payah membuka percakapan tentang apa yang membuatnya berusaha bertemu dengan Ben selama seminggu ini.
"Ok, kasi kontak sekretaris lo dong"
Ben tersenyum. diletakan-nya stik billiard yang dipegangnya, lalu menyuruh salah satu temannya untuk melanjutkan permainan.
"Duduk dulu"
Ben menggiring Gara ke sofa panjang yang disediakan disalah satu sudut ruangan ini. oke, dari gelagatnya Gara tau tidak semudah itu untuk mendapatkan kontak seorang gadis yang Gara harapkan dapat bertemu dengannya sebesar keyakinan yang sempat diungkapkannya pada gadis itu saat mereka bertemu di Rumah Sakit.
"Jadi, boleh kan gue dikasi kontak si dia? " tanya Gara berusaha tampak setenang mungkin.
"Gue harus tau dulu, apa yang lo harapkan setelah mendapatkan kontak ade gue"
Gara mengangkat sebelah alisnya tampak ingin bertanya ketika Ben menyebutkan Yemima sebagai adiknya.
Ben menarik nafas lalu menatap Gara lebih serius. tinggal di Jakarta beberapa tahun ini membuat Ben sedikit paham tentang bagaimana kehidupan di sini berlangsung. apalagi sosok yang kini tampak tidak terganggu sedikitpun saat mendapatkan ekspresi siaga yang sudah ditampakkannya ketika Gara jelas-jelas menunjukan ketertarikan lebih pada Yemima. Ben jelas tau bagaimana kehidupan Gara.
"Gue dan Emi serumpun, walaupun ngk ada hubungan darah, tapi ada ikatan rumpun sekental dan sekuat talian darah yang mengikat kami. dan itu cukup membuat gue punya hak untuk melindungi Emi"
Ben yakin dia sudah cukup membuat peringatan yang cukup keras untuk membuat Gara berpikir dua kali jika ingin memasukkan Emi ke daftar wanita pengantri yang akan bersenang-senang dengannya, lalu kemudian setelah merasa cukup bermain-main akan digantinya semudah mengganti pakaian.
Gara mengangguk mengerti dengan penjelasan Ben. belakangan dia mencoba tersenyum untuk mencairkan suasana yang mendadak berubah menjadi serius. sangat kontras dengan keadaan di sekitar mereka yang cukup bising.
Perkataan Ben tadi sudah cukup menegaskan posisinya. Gara tidak tau apapun tentang ikatan rumpun atau adat dan sejenisnya. bagi dirinya yang tumbuh dan dibesarkan di kota besar bahkan juga pernah tinggal di luar negeri, dia terbiasa dengan kondisi dimana masing-masing orang mengurusi hidupnya sendiri.
Gara tentu tau karakteristik negaranya yang hetorogen, namun berhadapan langsung dengan orang-orang yang hidup dengan paham yang berbeda dengannya membuat dia tau bahwa pengetahuan tentang hidup ini belumlah seberapa.
"Gue tertarik dengan si dia, dengan gadis yang lo akui sebagai adik itu"
Ben menatap Gara tajam.
untuk ukuran orang yang agak bawel seperti Ben ini, Gara tidak tau bahwa dia akan mendapatkan sisi lain yang Ben simpan untuk menghadapi saat-saat seperti ini. rasa respect terhadap sosok didepannya ini perlahan-lahan tumbuh. Gara sangat menghargai sifat Beni yang ingin melindungi Emi sebagai saudara perempuannya.
"Alasan itu ngk cukup kuat bahkan untuk memberi kontak Yemima"
Gara menyandarkan dirinya di sofa, mendadak dirinya merasa gerah. "setidaknya biar kami berteman, mencari tau apa-yang gue dan dia bisa lakukan kedepannya dengan hubungan baru ini. terlalu cepat buat bilang I'm in love with her, tapi gue serius tertarik dengan Emi"
Ben menatap Gara lalu mengangguk. setidaknya Gara sudah berlaku sopan dengan meminta nomor ponsel Emi dan langsung ijin untuk mendekati gadis itu. bagi Ben Gara sudah mendapatkan satu poin tambahan.
"Sorry kalau gue berlebihan brother, tapi itu aturan mainnya. Yemima itu gadis sederhana, bukan seperti gadis lain yang pernah kamu kenal. dan gue tau hidup dia bagaimana, karena itu gue ngk bisa ngeliat dia tergores sedikit saja"
"It's okay bro. gue senang, setidaknya dia punya seseorang yang bisa diandalkan di sini"
Beni mengangguk lalu tanpa diminta diutarakannya apa yang tengah dipikirkannya saat itu tentang Yemima. "ngk nyangka juga bakalan ketemu dia disini, pas pertama kali liat dia di kampus, gue kira lagi berhalusinasi, karena gue tau papanya. kalau Yemima bisa disakuin bakalan benar disakuin deh sama papanya"
"Lo yakin menganggap dia hanya sebagai adik? "
"Dulunya Engak dong, gadis secantik dia sayang cuma dijadiin saudara. tapi pas tau kita masih ada hubungan saudara, ya udah gue malah jadinya kaya kakak adik sama Emi. makanya gue menekankan, lo mendingan ngk usah mendekati Em kalau cuma main-main. hidupnya udah punya banyak drama ngk usah-lah ditambah dengan drama yang ngk penting"
Gara sudah ingin bertanya drama seperti apa yang harus dihadapi Emi, namun karena tidak mau mengesankan terlalu ingin tau pada Ben yang bahkan dari sikapnya, Gara yakin belum sepenuhnya memberikan lampu hijau pada keinginannya yang ingin mendekati Emi.
Bukannya Gara takut pada Ben sehingga memerlukan persetujuannya atau apa, tapi lebih kesopan santun yang tidak mau dilanggar Gara. beberapa kali menghabiskan waktu dengan Ben, Gara tau Ben jelas mengetahui sepak terjangnya jika berurusan dengan perempuan. dan mendapati Ben yang begitu seriusnya memperingatkan Gara agar tidak bermain-main dengan Em, Gara tau Ben belumlah total mengeluarkan "watak aslinya" yang selama ini tersamarkan dengan kepribadiannya yang cenderung bawel untuk ukuran seorang laki-laki.
Gara cukup mengetahui watak Ben dan orang-orang serumpunnya. beberapa kali Gara sempat bertemu dengan teman-temannya Beni, dan Gara tau terlibat masalah dengan mereka akan sangat merepotkan.
"Gue pegang janji lo Gar, gue tau lo kaya apa jika menyangkut perempuan. zaman boleh berubah, kita bukan lagi tinggal di hutan rimba untuk main hakim sendiri. tapi kalau salah satu dari kami ada yang tergores sedikit saja, gue ngk bakalan janji lo baik-baik saja"
"Baiklah ini mulai serius"
Gara tau ada peringatan keras yang disampaikan Ben. dengan jelas kata "kami" yang dimaksud Ben tadi menunjukan bahwa dia akan berurusan dengan orang-orangnya Ben jika dia menyakiti Emi.
Gara mencoba tersenyum untuk mencairkan suasana. dia menarik nafas sebelum berkata "gue ngerasa kaya lagi melamar Emi ke Bapaknya"
Ben tertawa kecil "make sure lo latihan minum sama perkuat otot-otot lo. Bapaknya Emi semenyeramkan mafia, serius!
Gara sudah cukup mengerti apa yang akan dihadapinya jika memilih melanjutkan niatnya untuk mendekati Emi.
Ben tersenyum melihat Gara yang terdiam lalu ditepuknya bahu Gara pelan "ngk usah dipikirin kali, sorry to say, gue pikir kalian ngk bakalan seserius itu. Emi akan mengenalkan calon suami sama papanya bukan kenalin pacar. jadi presentasenya kecil banget lo ketemu papanya"
"Let see bro"
Gara belum berfikir untuk serius, masih banyak hal yang harus diraihnya. karena itu dia tidak akan tersinggung dengan kata-kata Ben tentang hubungannya kelak dengan Emi. bahkan merekapun belumlah memulainya. biarlah semua berjalan apa adanya.
Setibanya di rumah Gara berbaring malas sambil memikirkan pertemuannya dengan Ben tadi siang. perkataan Ben masih terngiang-ngiang dibenaknya. dia tau mengambil selangkah maju pada Emi akan ada konsekuensi yang juga turut serta.
Gara paling malas ribut karena alasan perempuan. perempuan-perempuan yang dekat dengannya selama ini adalah perempuan yang tanpa Gara bersusah payah pun akan selalu menempel padanya. dengan sederet kelebihan yang ada padanya tentu tidak susah untuk menarik perhatian setiap perempuan.
Diambilnya ponselnya lalu menatap sederet nomor ponsel yang diberikan Beni tadi. ditimbang-timbangnya sebentar lalu tangannya mulai mengetik. ditatapnya pesan yang baru diketik itu lalu kemudian dihapusnya lagi. beberapa kali hal itu dilakukannya.
"Ngk bisa dipercaya" katanya tak yakin pada dirinya sendiri yang membutuhkan beberapa waktu hanya untuk mengetik sederet pesan pendek pada seorang perempuan.
I got your phone number
sleep tight nona manis.
Oke begitu saja, dia tidak yakin gadis itu akan membalas pesannya, mengingat jam-jam seperti ini orang sudah terlelap tidur. dia hanya ingin gadis itu tau bahwa dia sedang menciptakan kesempatan untuk membuat cerita baru tentang mereka.
Siapa yang tau, ketika melihat pesannya sudah centang biru, Gara tersenyum senang. tanyakan saja pada langit malam di atas sana, bahwa senyum diwajahnya timbul karena perasaan baru yang kini mulai belajar tumbuh dihatinya, lalu terbawa-bawa dalam tidurnya yang nyenyak malam ini.