tanpa rencana
langkahku berhenti pada langkahmu
tanpa peringatan
asaku berujung pada asamu
kemarin ke kota tua, besok ke ujung dunia
-------------------
Emi sedang membereskan buku- buku dan peralatan menulisnya saat ponselnya berbunyi. diraihnya ponsel, lalu menjepitnya diantara bahu dan pipi kirinya, sedangkan tangannya sibuk melanjutkan membereskan meja belajar.
"Emi"
buku yang ada di tangannya langsung terjatuh mendengarkan suara di sebrang sana. entah ada apa dengan dirinya, padahal beberapa hari lalu, laki-laki itu sempat bertukar pesan dengan dirinya. namun ternyata efeknya sangat jauh berbeda ketika mendengarkan suara laki-laki itu.
"Iya Gar? "
"lagi apa? "
"hmm ini lagi telponan sama kamu kan? " Emi ingin sekali menggigit lidahnya. bisa-bisanya saat seperti ini dia malah kehilangan kata-kata dan malah mengatakan omong kosong.
"maksud aku, lagi sibuk ngk? "
"kalau lagi sibuk aku ngk bakalan angkat telpon kamu sih" astaga Emi menyerah sepertinya dia akan menjomblo seumur hidup. dia tak berharap banyak jika Gara akan melanjutkan apapun yang tengah direncanakan laki-laki itu. dia ingin sekali menjawab pertanyaan Gara dengan jawaban yang super manis, lalu di bumbuhi dengan sedikit sikap malu-malu kucing. tapi apa daya, yang keluar malah kata-kata yang terkesan sinis.
Didengarnya Gara terdiam
"Mau ngk besok aku ajak jalan? kemana aja yang kamu mau"
Dan Emi terdiam, mencoba mencerna kata demi kata yang dikatakan Gara. ini dia diajak kencan gitu? boleh ngk, kalau diajak kencannya langsung aja pake kata "kencan" supaya kalau ternyata ini hanya jalan-jalan biasa, dia ngk geer duluan.
"Is it a date? "
Emi menggigit bibirnya menahan nafas lalu memasang telinga mendengarkan jawaban Gara yang dirasanya hampir satu tahun lamanya. lebay memang Emi!
"terserah kamu mau menamakan apa, senyamannya kamu aja. aku sih syukur-syukur kamu mau diajak pergi besok"
Emi tersenyum lega. dia sudah hampir mengkonfrontasi Gara saat bilang kata "terserah" Emi benci jika ada yang mengatakan itu saat dia membutuhkan jawaban yang pasti tentang suatu hal. untunglah Gara melanjutkan perkataan-perkataan yang dapat di tolerir Emi setelah kata "terserah tadi".
" Oke jam berapa? "
"Jam 11 aku jemput ya? "
"Oke"
Dan disinilah mereka berada. di "kota tua". bagi yang bukan penduduk DKI, kota tua merupakan destinasi wajib yang harus dikunjungi. pasalnya sudah hampir dua tahun tinggal di ibu kota, Emi belum pernah kesini sama sekali. karenanya Emi langsung mengusulkan pergi ke kota tua saat ditanya Gara ingin pergi kemana. dan syukurlah laki-laki itu tidak keberatan, dan mungkin maklum. bagi penduduk yang berasal dari luar Jakarta, kota tua adalah salah satu destinasi wajib yang harus dikunjungi.
Mereka tengah duduk bersila di pelataran museum yang begitu ramai dipenuhi pengunjung.
"Ramai banget" komentar Emi memperhatikan suasana disekitarnya sekaligus menghindari pandangan Gara yang terang-terangan seperti sedang mengamatinya.
penampilan Gara terlihat sederhana, namun tetap saja mendatangkan efek yang luar biasa. "mana bisa sih hanya dengan kaos oblong saja, laki-laki ini sukses membuat ku ketar-ketir begini? " sungutnya dalam hati. ditambah lagi dengan aroma tubuh yang tidak bisa di deskripsikan oleh Emi. pokoknya feromon laki-laki ini benar-benar kurang ajar memikat.
"Kamu pasti siswa yang rajin waktu sekolah dulu"
"Kenapa punya kesimpulan begitu? "
"Di dalam museum tadi kamu benar-benar hilang dari peredaran bumi"
Emi meringis merasa sedikit keterlaluan karena tidak bisa membagi fokus antara menikmati perjalanannya menikmati sejarah dan Gara.
"It's okay, aku suka karena kamu ternyata bukan cuma gaya-gayaan saja datang ke museum"
"Ngk, aku beneran menikmati waktu di dalam sana"
Gara mengangguk "Siapapun yang suka sejarah pasti adalah siswa yang rajin waktu sekolah dulu. membayangkan dulu itu, teman-teman aku bakalan dengan senang hati bolos atau bahkan tidur saat pelajaran sejarah. ketauan banget kan kamu rajinnya kaya apa? "
Emi tersenyum. mau tak mau mengingat masa sekolahnya. dia memang selalu menunggu jam pelajaran sejarah. lebih tepatnya orang yang mengajarkan pelajaran sejarah itu. dulu, waktu dia masih menggunakan seragam putih abu-abu.
"Mungkin karena guru sejarah saat itu kurang pintar membuat pelajarannya terlihat bernyawa. karena belajar sejarah, semua yang dibicarakan berasal dari masa lalu. aku masih ingat temanku bahkan mengatakan mencium bau-bauan khas tempat atau benda yang sudah lama ngk dipakai saat jam sejarah dimulai"
Gara tertawa lalu memperbaiki posisi duduknya menghadap Emi. "berarti guru sejarah-mu dulu adalah favorit kamu dong? "
Emi menganggukkan kepalanya. mau tak mau dia tersenyum mengingat guru sejarahnya dulu.
"Aku setelah kelas dua SMA itu, ngk pernah lagi menemukan guru yang begitu passionate sama pekerjaannya. beliau itu kalau lagi jelasin sejarah berasa lagi nonton film. semua materi dibuatnya seperti naskah film. percakapannya, gerak-geriknya, mimiknya" Emi terdiam sesaat, merangkum ingatan-nya tentang gurunya dulu.
"dan kamu tau? kita ngk pernah ulangan tertulis, serius! " Emi menganggukkan kepalanya untuk meyakinkan Gara. "metode ulangannya antimainstream. ketemu kita langsung main tanya aja. biasanya pertanyaannya tentang tokoh atau suatu tempat, dan kita harus menjelaskan singkat tentang tokoh atau tempat itu. yang menggelikan aku pernah ditanya saat ingin ke toilet, mati-matian aku nahan supaya ngk sampai harus ngompol di celana"
Gara tertawa geli "poor you"
Emi menggelengkan kepalanya " no, I'm lucky" Emi menggumam pelan sehingga dia tak yakin Gara dapat mendengarnya.
"Apa pertanyaannya waktu itu? "
" Nelson Mandela"
"Wah berat"
Emi tertawa
"Dunia selalu punya tempat untuk orang-orang kreatif"
Emi mengangguk. pikirannya terus melayang ke masa lalu. nyeri di dadanya masih saja terasa kala mengingat sosok wanita yang membuatnya untuk pertama kali menginginkan seorang mama dalam hidupnya. dan ketika wanita yang juga adalah gurunya itu harus menghadap Tuhan, keinginan itupun ikut mati.
Suasana sendu mulai menyelimutinya. angin yang berhembus membuatnya seperti mendengarkan kembali suara gurunya itu ketika menasihatinya, lalu kemudian disusul rasa perih di betisnya ketika menerima pukulan karena ketauan meminta jawaban dari temannya saat ulangan. "jangan berlayar dengan layar orang lain Yemima"
"oh my" Emi mendesah dalam hati, matanya sudah kabur dengan air mata yang sudah siap tumpah. sampai dia mati pun kata-kata itu tidak akan pernah dilupakannya.
"Bagaimana dengan kamu? kamu pasti termasuk golongan murid yang memilih bolos atau ketiduran saat jam sejarah, iya kan? " Emi mencoba mengalihkan pikirannya. dia tak ingin menangis di hadapan Gara, yang dia yakin sudah melihat matanya yang berair.
Gara tertawa "Iya, aku ingat selalu bolos saat pelajaran sejarah"
"Ck, ketauan banget! "
Gara tersenyum merasa lebih baik saat melihat gadis ini sudah bisa menghilangkan apapun itu ingatan yang sempat mampir dalam ingatannya yang membuat mata cokelatnya berkaca-kaca.
"Hei jangan salahkan aku yang ngk punya guru sejarah sekeren guru sejarah-mu"
Gara merasa geli sendiri. mengapa juga mereka harus membicarakan sejarah ketika sedang kencan.
Emi mengeluarkan snack keripik kentang dari tasnya, membuka bungkusnya lalu menawarkan kepada Gara terlebih dahulu-yang diterima Gara dengan senang hati sebelum menyuapkan snack itu untuk dirinya sendiri.
"Katakan apa lagi yang kamu sukai? "
Em berfikir sebentar "makan? "
Gara mengamatinya lalu mengunyah kembali keripik kentang ditangannya. "untuk seukuran kamu, aku ngk menyangka tentang " kesukaan" yang satu itu"
"Terlepas dari makan adalah kebutuhan, aku juga melakukanya untuk bersenang-senang. and for your information size ku sekarang, bukan size ideal bagi wanita di Maluku sana. mereka lebih suka yang" Emi berfikir sebentar" bahenol, berisi"
Gara tertawa geli melihat ekspresi Emi yang seperti ingin menyumpah siapapun yang berhasil menanamkan pemikiran pada orang-orang serumpun-nya itu tentang ukuran tubuh ideal seorang wanita.
"Well aku akan ingat untuk ngk membuat kamu kelaparan" kata Gara ingin mengakhiri pembahasan tentang body shape yang dirasanya, gadis didepannya ini tidak akan terlalu suka jika dibahas lebih lanjut.
"Bagus, karena aku ngk percaya sama orang yang membiarkan aku kelaparan" Emi melirik Gara" kamu ngk punya masalahkan sama cewe yang suka makan? "
"Aku suka sama cewek pemakan segala"
Emi memicingkan mata, tau Gara sedang menggodanya.
"Hari senin kamu kuliahnya sampai jam berapa? "
"Jam sebelas kayanya. cuma dua mata kuliah, kenapa? "
"Mau ngecek, cocok ngk sama jam kuliahku. jam segitu aku masih kuliah ternyata"
"kalau misalkan cocok, aku mau diajak keluar lagi? " tanya Emi blak-blakan.
"Iya, kamu mau kan kalau aku ajak keluar lagi? "
Emi mengangguk " selama kamu memperhatikan kesejahteraan perutku, aku available untuk diajak kemana pun. asal jangan dia ajak untuk berbuat maksiat saja"
Gara tertawa sampai mengundang perhatian beberapa orang di dekat mereka. ya ampun Emi ini, mukanya itu loh bikin Gara gemas. datar!
"Tenang saja, aku masih ingin hidup damai. peringatan Ben benar-benar jelas sekali waktu aku meminta nomor ponselmu"
"Ya ampun masa kamu dengerin sih kalau dia yang ngomong? dia itu ngk lebih baik dari kamu. masa ada cabe ngatain jahe? orang pedasnya sama kok"
Gara tertawa dan kini tak ditahan-tahan lagi. ya Tuhan dia harus menyimpan perumpamaan ini dan mengatakannya pada Beni. gadis ini benar-benar membuat Gara ingin menyimpannya untuk dirinya sendiri.
"Gara, ih berhenti ketawanya. kita dilihatin. " Emi menatap beberapa orang disekitar mereka yang tak ingin repot menyembunyikan pandangan mereka yang ingin tau.
setelah beberapa saat bisa mengontrol dirinya, Gara menatap gadis didepannya ini dan tidak percaya bahwa seharian ini dia banyak sekali tertawa dan tersenyum. Gara tidak tau akan bagaimana mereka kedepan nanti. namun jika ditanya adakah yang ingin dipertahankannya dalam hidup, maka salah satu diantaranya harus gadis ini, Yemima.