Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

his my Guardians

Afifah_4753
--
chs / week
--
NOT RATINGS
6.4k
Views
Synopsis
"Bukan hanya percintaan biasa, disini kamu akan diajak mengembara liku liku kehidupan seorang Syeiril Amalia, gadis cantik dengan kehidupan sempurna di mata orang lain. Mengapa demikian?, Karena menurut dirinya, kehidupan nya penuh drama. Akankah drama itu berhasil menghasilkan happy ending?, Atau malah sad ending?," Ikuti terus yah, Cerita perdanaku, semoga suka. Jangan tanyakan pekerjaanku, karna aku terlalu sibuk. Dari mulai memantaumu dari kejauhan, mendoakanmu diseusai penghadapanku pada ilahi, memperhatikanmu secara diam-diam, merindukanmu disetiap waktu, sampai terus peduli padamu, walau kamu tak pernah tau itu. 3huruf_2kata $_@
VIEW MORE

Chapter 1 - prolog

Plak !

Hey, ngomong apa aja sama pacar kamu?!,

Sudah dibuat bingung dengan kehadiran tiba-tiba nya lalu ditampar dan sekarang ditambah pertanyaan aneh itu. Otakku belum bisa memproses secara langsung.

**

15 menit sebelumnya.

Aku, syeiril. Gadis berusia 21 tahun. seperti pemudi lainnya. Ditengah kesibukan yang melanda, walau, memiliki banyak keterbatasan, aku juga ingin menikmati masa muda. Dan disinilah aku sekarang, duduk berdua bersama sahabatku.

Jarak rumah makan dengan tempat tinggalku saat ini, hanya kisaran 25 sampai 30 menit dengan kecepatan 40km/jam.

Berbincang dengan seorang yang sudah lama tidak bertemu denganmu, pembahasannya, pasti tidak jauh dari teman lama, taman dekat dimasa lalu, atau seorang mantan.

Selesai makan, sambil menunggu waktu isya, aku melanjutkan perbincangan yang terpotong dengan datangnya makanan kami tadi.

"Temannya si Rifki tau ngga min?, Yang namanya Irfan itu lho, badannya makin subur aja tau sejak nikah."

"Baguslah, tandanya dia bahagia. Emangnya kamu sey, makin kurus aja, tekanan mantan?" Jawabnya sarkastis. Badanku dan dirinya memang berbanding jauh.Tapi enak saja dia bilang tekanan mantan, punya mantan aja ngga.

"Yeuuh, enak aja kalau ngomong. Seysey tuh selalu bahagia. Punya pacar yang memperlakukan sey layaknya princess, dimana tekanannya coba."

"Hamba percaya pada tuan putri." Ucap gadis dihadapanku ini sambil menundukkan kepalanya, lalu menggerakkan tangan kanannya layaknya seorang prajurit mempersilahkan ratunya.

Tak berselang lama ia berdiri dan mengajakku pergi.

"Kita ke masjid sekarang yuk".

Tanpa BA BI BU aku berdiri, mengiyakan ajakannya. Saat hendak mengambil handbagku, tiba-tiba saja tangan seseorang sudah mengenai pipi kananku, rasanya panas dan perih. Belum sepenuhnya menoleh pada sang pemilik tangan yang membuatku sangat penasaran, suaranya sudah memenuhi gendang telingaku.

"Hey, ngomong apa aja, sama pacar kamu?!."

"Eh, teh Resti, ada apa teh?,"

Walau sedikit emosi aku berusaha membalasnya aura panasnya dengan es batu _kepala dingin_.

"Maaf, teh Resti, teteh datang-datang nampar saya dan ini mengenai pacar saya, sebenarnya ada apa teh?" Lanjutku masih berusaha tenang.

Ku lihat dia membuang napas dengan kasar, menghirup dan menghembuskannya lagi perlahan-lahan. "Ah, Alhamdulillah, dia meredam sedikit amarahnya" batinku.

"Sebelum Maghrib, Daffa datang kerumah saya, marah-marah dan bilang saya telah mencemarkan nama baik kamu, padahal kemarin-kemarin dia masih selalu nanyain kabar kamu ke saya".

"Pencemaran nama baik yang bagaimana teh?, Sey kurang paham."

Aku masih bingung. Serius, bingung banget ini.

"Makanya saya tanya tadi, kamu bicara apa aja sama dia,"

intonasinya naik lagi, terlihat jelas ia sangat marah. Eh tapi, boleh esmosi ngga sih?, Sudah menampar tapi ngga minta maaf, ditambah lagi nanyanya pake emosi. Apa ngga bisa ngomong baik-baik aja yak?.

"Sey gak pernah bicarain teteh, lagian, sey sudah lebih dari 2 Minggu gak bertukar kabar dengannya."

Berhati-hati sekali ucapanku ini. Padahal biasanya ceplos ceplos banget. Tapi, yang aku bicarakan itu fakta yah, aku gak pernah ngomongin dia kalau sama Daffa. Waktu luang aku sama Daffa itu berbeda, masa iya pas ada waktu malah digunain buat bicarain orang lain, kan ngga banget.

Ibu satu anak itu terdiam lama, mungkin mendengar jawabanku membuatnya berfikir untuk minta maaf, tapi ternyata dugaanku salah. Ia malah mencak-mencak kekasih hatiku.

"Si Daffa itu yah. Bisa-bisanya orang seperti dia amarahnya meledak-ledak. Tidak tau terimakasih. Padahal, saya dan keluarga selalu membantunya."

Aku hanya bisa senyum membalas perkataan yang keluar dari mulutnya.

"Oh iya, kamu sudah selesai makan, mau kemana lagi?," Lanjutnya.

"Saya sama Mimi mau shalat teh,"

"Oh, yah sudah shalat dulu deh. Saya mau makan disini dulu sama suami saya, maaf soal yang tadi, ryl."

"Iya teh, kami permisi".

Setelah kepergianku dan Mimi_aku lebih akrab memanggilnya minul_ kulihat suaminya masuk ke rumah makan itu, setelah menunggu diluar restaurant.

Beberapa fikiran ini benar-benar mengganggu diriku, ada apa dengan Daffa?, Pencemaran nama baik apa?, Sebenarnya semua ini kenapa sih?.

Pusing pala seysey.