Jordan menutup pintu unit apartemennya setelah kembali memasuki tempat ini, sejak kemarin ia sibuk bolak-balik ke rumah Januar serta rumah sakit. Sekarang sudah sore, tapi tak ada senja yang bisa dinikmati, langit setia bersedih seharian ini sampai sinar matahari tak berani muncul.
Laki-laki itu menghempaskan tubuhnya di sofa seraya meremat rambut, sesuatu yang terjadi melenceng dari ekspektasi. Mungkin benar, Tuhan lebih menyayangi Chelsea, jadi menyelamatkannya dari amuk cibiran banyak orang.
Ia membuang napas kasar sebelum membaringkan tubuh di sofa panjang saat satu tangannya menjadi bantalan, netra Jordan menatap ke langit-langit tempat itu. "Harusnya gue senang buat kisah omong kosong gue sama Chelsea udah selesai karena dia mati, tapi omongan Agis malah bikin gue stres kayak gini, kapan mau hilang emangnya?"