"Dimakan sarapannya, Barr. Lo mau cepet pulih kan?" tutur Arista yang duduk bersila di sofa seraya memangku laptop, ia tak benar-benar meninggalkan pekerjaannya di kantor, seraya menemani adiknya yang masih dirawat Arista masih mampu menyempatkan waktu untuk bekerja secara virtual, hampir semalaman ia tak bisa tidur karena setumpuk lemburan, di kopernya bukan berisi baju—melainkan setumpuk berkas yang menjadi PR dari pekerjaannya.
"Nanti, Rere ke sini jam berapa sih?" Laki-laki itu merasa bosan, kini efeknya baru terasa setelah mengawali hari yang berbeda, harusnya pagi ini Barra sudah menjemput Rere di kostnya, lantas berangkat kerja bersama dan bukan terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit seraya merasakan kaki kiri yang sulit digerakan.
Arista berdecak. "Rere lagi, Rere lagi. Kapan kelarnya nunggu si Rere, kan dia bukan istri lo, Barr. Rere juga punya kerjaan di coffe shop, jangan posesif gitu dong."