Barra menyipit disertai kunyahan yang terus berlangsung saat kerongkongannya masih terasa sulit menerima makanan yang akhrinya tetap memasuki lambung, ini baru pertama kali Barra mencobanya—asinan mangga yang Rere buat sendiri, dan rasa yang baru Barra nikmati masih begitu asing di lidahnya—yang belum pernah memakan segala jenis asinan.
Barra seperti frustrasi saat ia mendesak mulutnya untuk tetap memakan apa pun yang Renita buat siang ini, ia duduk di balik meja makan seraya menunduk menopang kening dan menggeleng pelan. Makanan Sunda, Barra tak terbiasa menikmatinya.
Rere justru biasa saja saat semangkuk asinan olahannya hampir habis di permukaan meja, ia menikmati tanpa membuat ekspresi berlebihan, gadis itu tersenyum geli menanggapi sikap Barra.