Pelataran luar Sistine Chapel.
Pagi itu sedemikian cerahnya. Pohon-pohon di sekitar bergoyang perlahan ditiup angin sejuk, matahari sudah menampakkan dirinya namun panasnya cahaya yang bersinar belum terlalu terasa di saat itu.
Misa akan dimulai jam 8 pagi. Terlihat para umat Katolik mulai berdatangan dan memasuki kapel. Terdapat juga kerumunan turis berkumpul di pelataran luar hendak memasuki kapel dipandu oleh pemimpin turnya.
Mahendra bergegas turun dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk Kirana. Lelaki gagah tersebut merangkul Kirana dalam dekapannya dan mengajaknya untuk berjalan cepat, satu orang cepat-cepat memayungi Kirana dari belakang. Sementara rombongan keluarga Tuan Bagus yang lain mengikuti dari belakang.
Sesampainya mereka di depan pintu kapel, Mahendra berbisik kepada Kirana, "Gek, ingat sesuai yang kita rencanakan sebelumnya. Tugasmu di sini hanya berkeliling dan mengamati keadaan sekitar. Santai saja dan nikmati karya-karya indah yang terdapat di kapel ini. Terdapat banyak sekali lukisan-lukisan, iconic ceilings, exteriors, patung-patung yang menawan nan rupawan yang bisa kamu lihat."
Kirana menganggukkan kepalanya sembari melepaskan kacamata hitam RayBan kesayangannya ketika memasuki kapel.
"Dika, kamu temani Gek Kira dan jaga dia baik-baik, kamu mengerti?" Perintah Mahendra dengan tegas.
"Siap Bos!" Andika membungkukkan badannya dengan hormat dan mempersilakan Kirana untuk berjalan lebih dulu di depannya.
Suatu tempat tersembunyi tak jauh dari Sistine Chapel.
Perundingan bisnis antara keluarga Tuan Bagus dan keluarga Facinelli berjalan dengan alot dan lama. Berulang kali Mahendra melirik jam Tag Heuer Carrera Calibre miliknya di tangan kanannya dengan penuh ketidaksabaran dan bertanya-tanya dalam hati kapan pertemuan ini akan selesai. Ia mulai menyesali akan keputusannya meninggalkan Kirana tanpa di bawah pengawasannya langsung di luar. Pikirannya berkecamuk, kecemasan mulai melandanya setiap ia memikirkan Kirana. Ia menjadi gelisah tak menentu.
Apa gerangan yang sedang gadis itu lakukan saat ini? Semoga Kirana baik-baik saja di luar. Fokus Mahendra terhadap jalannya meeting tersebut mulai buyar.
"Bagaimana menurut pendapat Anda, Tuan Mahendra?"
Mahendra terkaget dan mencoba menyembunyikannya dengan pura-pura membetulkan dasi biru navy yang menambah sempurna penampilannya bersama dengan jaket kulit hitam yang dikenakannya saat itu.
"Bisa tolong dijelaskan kembali bagaimana strategi yang Anda maksud pada bagian terakhir itu Tuan Marcell?" Sambil mengubah letak duduknya dan menegakkan posisi duduknya, Mahendra mencoba bertanya kembali untuk menutupi ketidaktahuannya karena pikirannya melayang-layang membayangkan sosok Kirana selama rapat itu berlangsung.
"Saya agak kurang paham mengenai rencana yang Anda kemukakan sebelumnya. Tolong dijabarkan kembali secara lebih detail dan rinci." Mahendra menegaskan kembali dengan suara yang berat dan berwibawa.
"Baiklah Tuan Mahendra. Mengenai rencana yang telah saya ungkapkan sebelumnya, kami memang belum menerangkannya secara detil dan rinci karena kami memerlukan persetujuan keluarga Bagus terlebih dahulu akan hal ini. Kami mengusulkan putri kesayangan keluarga Bagus sebagai salah satu tokoh kunci atas keberhasilan rencana kita."
Suasana menjadi tiba-tiba hening. Semua yang ada dalam ruangan tersebut menunggu respon dari Mahendra.
Untuk kedua kalinya Mahendra terkaget atas ucapan Marcell. Ia seketika bangkit dari tempat duduknya dan berteriak.
"Apa ?! Apa yang Anda katakan barusan? Apa saya tidak salah mendengar? Kalian ingin Kirana untuk menjalankan misi ini?" Mahendra membelalakkan matanya serasa tidak mempercayai pendengarannya saat ini.
"Tenang brother, tolong dengarkan penjelasan kami dulu. Karena kita sama-sama masih muda dan seumuran, boleh saya panggil Anda brother, Tuan Mahendra?" Marcell berkata dengan suara ramah dan bersahabat, meminta persetujuan dari Mahendra.
Mahendra menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya sebentar, kemudian duduk kembali.
"Ok, silakan lanjutkan kembali bro Marcell. Saya ingin kamu benar-benar menjelaskan ke saya ada alasan apa sesungguhnya di balik permintaan untuk Kirana menjalankan rencana keluarga kita." Mahendra melunakkan suaranya dan mulai memanggil Marcell dengan sapaan yang lebih informal.
"Seperti yang telah saya jelaskan sebelumnya. Kita memerlukan Kirana sebagai salah satu penentu utama keberhasilan misi keluarga kita. Saya katakan salah satu, karena Kirana nanti akan ditemani adik kesayangan saya yang cantik jelita, Alice."
Marcell mengambil napas sejenak sebelum melanjutkan bicaranya.
"Mengapa demikian? Mengapa Kirana? Mengapa Alice?"
Semua mata sekarang tertuju kepada Marcell.
"Pertama, misi yang akan kita jalankan membutuhkan orang-orang yang masih baru yang belum dikenali dalam menjalankan bisnis keluarga kita masing-masing."
"Kedua, mereka berdua merupakan wanita yang cantik dan menawan, hal itu dapat membuat pihak-pihak baik yang bersekutu dengan keluarga kita maupun yang merupakan rival keluarga kita akan lebih mempercayai kita dan menjadi tidak terlalu waspada akan segala kemungkinan yang terjadi."
"Ketiga, jika keluarga Bagus dan keluarga Morelli berencana untuk menjalin kerjasama bisnis maupun yang lainnya secara lancar dan kuat, maka masing-masing dari keluarga kita hendaknya mengirimkan salah satu keluarga yang dicintainya sebagai bukti kepercayaan terhadap kedua belah pihak. Karena hanya dengan saling percaya maka persaudaraan ini akan terbentuk dengan sempurna."
Mahendra mendengarkan dengan seksama. Pikirannya berkecamuk, ia tidak rela jika perempuan cantik yang dicintainya ikut berperan aktif dalam misi yang dianggapnya cukup berbahaya tersebut.
"Alasan yang kamu paparkan tadi cukup masuk akal Marcell. Namun saya rasa Kirana belum siap untuk rencana ini." Mahendra masih berusaha untuk mengesampingkan nama Kirana dari misi tersebut. Marcell tersenyum mendengar sanggahan dari Mahendra.
"Bagaimana kalau kita tanyakan sendiri ke Kirana langsung?" Marcell memberikan kode kepada anak buahnya untuk membuka pintu ruangan yang selama rapat berlangsung terkunci dan dijaga ketat oleh para pengawal keluarga Morelli.
Sosok wanita langsing cantik berambut hitam panjang tergerai memasuki ruangan, diikuti dengan perempuan rupawan lainnya dengan rambut pendek berwarna kuning emas bercampur kemerahan. Mereka berdua berjalan dengan gemulai membuat semua pria yang berada di sana serasa berhenti napasnya mengagumi pemandangan indah yang ada di depan mata mereka tersebut.
"Kirana? Mengapa kamu ada di sini? Bukannya tadi aku sudah minta kamu tunggu di luar dan menikmati indahnya semua benda-benda seni yang ada di dalam Sistine Chapel?" Mahendra membelalakkan matanya setengah tidak percaya akan keberadaan Kirana secara tiba-tiba masuk ke ruangan tersebut.
"Dika! Mengapa kamu biarkan Kirana masuk ke dalam ruangan ini? Tugasmu seharusnya menjaga dan menemani Kirana di tempat lain dan bukannya ikut bergabung kemari!" Lanjut Mahendra dengan setengah berteriak.
Baru Andika hendak membuka mulutnya untuk berbicara dan akan menjawab pertanyaan bosnya namun ditahan oleh Kirana yang mengangkat tangannya, menyuruh Andika untuk tetap diam.
"Tolong jangan salahkan Dika tentang hal ini. Tadi aku bertemu dengan Alice di dalam Sistine Chapel dan kami sudah sempat berbicara banyak tentang rencana keluarga kita. Jadi aku setuju untuk datang kemari untuk membicarakan langkah selanjutnya." Kirana lalu menoleh ke arah Alice dan tersenyum.
"Dan betul apa yang dikatakan oleh Marcell tadi Hendra. Aku siap menjalankan misi ini." Sahut Kirana dengan lantang dan mantap sambil memandang langsung menuju mata Mahendra dalam-dalam.
"Tapi Kirana, kamu belum cukup siap dengan semua ini. Kamu memang sudah cukup bagus dalam pelatihan-pelatihan bela diri yang telah kita lakukan bersama. Tapi kali ini adalah misi yang benar-benar terjadi, bukan hanya sekedar pelatihan belaka, dan kamu bisa mendapatkan celaka jika misi tidak berjalan sesuai dengan rencana." Mahendra masih merasa sangsi akan tekad Kirana untuk menjalankan rencana bisnis yang dianggapnya cukup berbahaya tersebut.
Alice, perempuan cantik berambut pendek yang tadi berjalan memasuki ruangan mengikuti di belakang Kirana ikut angkat bicara.
"Saya yakin Kirana mampu menjalankan misi kita dengan baik. Namun jika kamu masih ragu, saya janji akan selalu berada di sisi Kirana dan menjaga keselamatannya di manapun ia berada selama misi ini berlangsung. Jadi tidak perlu risau dan khawatir akan keselamatan Kirana."
"Nah jadi tidak ada hal yang perlu ditakutkan lagi Hendra. Adikku Alice yang cantik jelita ini sudah berjanji akan selalu melindungi Kirana. Dia ini pemegang sabuk hitam di berbagai olahraga bela diri dan juga berulang kali memenangkan kejuaraan di berbagai kompetisi. Jangan tertipu oleh penampilan Alice yang manis dan imut ini Hendra." Marcell sedikit tertawa renyah mencoba meyakinkan Mahendra akan keputusan yang akan mereka ambil.
"Hmmm... Saya masih belum yakin atas hal ini. Tolong berikan saya waktu sebentar untuk menelpon ayah saya, jika keselamatan Kirana dipertaruhkan untuk rencana ini maka ayah kami perlu diberitahu akan hal tersebut." Mahendra meminta waktu sebentar untuk menelpon Tuan Bagus sambil berjalan menjauhi mereka semua ke pojokan ruangan.
"Silakan Hendra, saya yakin ayah kamu akan mengerti dan setuju dengan rencana kita." Marcell tersenyum dan meminta semua orang yang ada dalam ruangan tersebut untuk menunggu.
"Hallo... Yah, ini Hendra. Maaf mengganggu istirahat Ayah saat ini, namun Hendra ada hal penting yang hendak ditanyakan dan butuh persetujuan Ayah sekarang." Mahendra tanpa basa-basi memberitahukan ayahnya akan peristiwa yang saat ini terjadi.
"Ya hallo Nak, katakan saja sekarang, kamu tidak mengganggu ayah sama sekali. Saat ini ayah sedang santai bersama dengan ibumu. Ada apa Nak? Apa yang bisa ayah bantu?" Sahut Tuan Bagus di seberang telpon dengan suara hangat, menenangkan hati anak laki-laki satu-satunya tersebut.
"Begini Yah, saat ini Hendra sedang dalam rapat bisnis dengan keluarga Morelli. Namun ternyata mereka ingin melibatkan Kirana ke dalam misi bisnis keluarga kita Yah. Menurut Ayah bagaimana? Apakah hal tersebut tidak cukup beresiko mengingat Kirana masih baru dalam hal ini. Bagaimana dengan keselamatan Kirana nantinya?" Mahendra bercerita dengan nada tinggi dan bertubi-tubi, dan berharap bahwa Tuan Bagus akan berpihak padanya.
"Ayah pikir sebaiknya kamu memberikan kesempatan pada adikmu untuk menjalankan misi ini Hendra. Sudah saatnya Kirana mempraktekan pelatihan-pelatihan yang sudah kita berikan kepadanya. Kalau bukan sekarang, kapan lagi Nak? Ini merupakan momen yang tepat bagi Kirana untuk membuktikan dirinya sebagai anak kebanggaan keluarga Bagus. Percayalah pada adikmu, Hendra. Jangan takut, Tuhan akan selalu bersamanya." Tuan Bagus berkata dengan penuh bijak menasehati anak kesayangannya itu.
Mendengar suara ayahnya yang bijaksana dan membuat hati tenang itu membuat Mahendra yakin akan keputusan melibatkan Kirana dalam rencana bisnis antara keluarga Bagus dan keluarga Morelli.
"Baiklah Yah. Aku akan memberikan kesempatan kepada Kirana saat ini, Kuharap rencana kita akan berjalan dengan lancar dan sempurna." Sahut Mahendra lalu undur diri dan pamit kepada ayahnya, sembari menutup telepon genggamnya. Kemudian ia bergegas menghampiri kembali kumpulan orang-orang yang telah menunggu keputusannya.
"Baiklah, aku dan ayahku sudah setuju dengan rencana kalian. Tapi dengan satu syarat, keselamatan Kirana di atas segalanya. Jika ada satu hal yang melenceng dari rencana semula, tidak peduli apapun itu, aku mau misi ini dibatalkan dengan segera. Kalian mengerti?" Mahendra berkata dengan lantang, meminta persetujuan semua pihak.
"Saya rasa semua yang hadir di sini semua pastinya setuju." Sahut Marcell yang berinisiatif membuka suara bagi semua orang-orang yang ada di tempat itu.
"Bagaimana kalau saat ini sekalian kita rayakan perjanjian antar keluarga kita ini dengan bersulang demi keberhasilan kerjasama antar keluarga Bagus dan keluarga Morelli?" Usul Marcell sambil menyuruh anak buahnya membuka botol sampanye dan menuangkannya ke gelas-gelas bening mengkilat bertangkai tinggi, untuk kemudian diberikan kepada para anggota kedua keluarga yang datang ke pertemuan pada hari itu.
"Mari kita semua bersulang untuk keberhasilan dan kesuksesan keluarga kita." Marcell mengangkat gelasnya tinggi-tinggi, mengajak semua orang untuk mengikutinya.
"Sukses untuk Keluarga Bagus!" Teriak Marcell dengan lantang.
"Sukses untuk Keluarga Morelli!" Sahut Mahendra dengan tak kalah lantangnya.
"Cheers!"
Semua orang bersulang dengan mendentingkan gelas-gelas yang mereka bawa satu dengan yang lainnya. Suasana saat itu menjadi sangat akrab, berbeda dengan awal pertemuan di mana dua keluarga masih coba untuk menjajagi satu sama lain.