"Ini kita ke kampus dulu kan?" tanya Riska saat Meira menghampirinya di tepi jalan, perempuan itu sebatas mengangguk sembari memasang helm di kepala sendiri dan bergerak duduk di belakang laki-laki itu. Motor kembali melesat dalam tempo pelan, sepasang tanga Meira yang biasanya melingkar di perut pagi ini tak melakukan aktivitas tersebut, Riska sampai beberapa kali menunduk mengecek tangan Meira, tapi tetap tak ada sesuatu melingkar di perutnya.
Ia menatap perempuannya lewat spion, ekspresi Mey datar, sepasang alisnya menyatu, kentar tidak ceria. Apa mungkin Mey memang masih marah terhadapnya, perlukah Riska mengucap sebuah maaf?
"Mey, lo masih marah sama gue? Maafin gue ya, semalam bener-bener enggak ada maksud buat bentak atau apa pun, gue cuma—"
"Gue tahu, dan gue udah maafin lo." Tatapannya mengarah pada aktivitas sekitar. "Gue diem karena lagi mikirin hal lain."
"Mikirin apa sampai lo nggak mau peluk gue lagi? Soal ke kantor polisi buat memenuhi panggilan nanti?"