"Kenapa? Lo pikir gue bisa sembarangan cium orang? Gue nggak kayak lo ya sekalipun di luar sana orang-orang nyebut gue perek atau apa pun itu. Gue bukan lo, dan mungkin sama Alinea udah berkali-kali, dua tahun kan tunangannya, itu nggak pendek." Ia tersenyum menyepelekan. "Kalau hari ini gue nggak ada hubungan sama Raki, mungkin besok, lusa, atau minggu depan. Lo nggak perlu capek-capek mikirin, dia lebih baik dari lo. He is a good boy." Untuk pertama kalinya Meira membanggakan Raki di depan Riska, dan untuk pertama kalinya juga Riska merasa dibanding-bandingkan oleh seorang perempuan, hanya Meira yang bisa begini. Mungkin perempuan lain melihat Riska sempurna, tapi sempurnanya itu telah lebur di mata Meira seperti butiran pasir.
Riska menelan ludah, sadar atau tidak ia meremat undangan mendengar ucapan itu, tapi Riska berusaha tetap tenang, ia mengukir senyum. "Kenapa lo nggak pernah tanya."
"Tanya apa?"