"Nanti kalau udah pulang langsung telepon gue ya." Riska menaikan kaca helmnya, tapi saat ia melihat wajah murung Meira, kaca kembali dinaikkan. "Kok cemberut aja sih?"
"Ini senyum kok." Meira memaksa tersenyum, terlalu tertekan.
"Enggak kayak gitu, nggak enak dilihatnya. Coba dibenerin lagi kalau senyum." Mengikuti perintah Riska, Mey mengulangnya lagi, tapi kali ini lebih lebar bersama smile eyes agar wajah tertekannya tertutup sempurna. "Mantap, gue pergi sekarang ya. Ingat pesan gue tadi." Riska mengusap puncak kepala cewek itu sesaat sebelum mengemudikan motornya meninggalkan sisi jalan di depan kampus setelah mengantar Meira-nya kuliah.
Cewek itu masih terdiam di posisinya seraya menatap kepergian Riska, senyum yang sempat terlukis seketika lenyap. Ia menoleh ke belakang, pada gerbang kampus yang terbuka lebar saat banyak kendaraan melewatinya—masuk ke dalam sana.