"Ka, lo nggak bohong kan sama gue. Lo nggak selingkuh di belakang gue atau ngebuat gue jadi selingkuhan lo kan?" Meira menatap sendu laki-laki yang duduk di sampingnya, mereka berada di tepi ranjang kamar.
"Gue enggak ngejadiin lo dari salah satunya, cuma lo cewek gue. Percaya sama gue, Mey. Percaya ya?" Sedari tadi Riska hanya mendengar keraguan dari bibir perempuannya, tapi ia tak pernah kehilangan rasa sabar untuk terus meyakinkan. "Gue janji habis wisuda kita ketemu sama orangtua gue, lo cuma perlu sabar."
"Kalau lo selingkuhin atau jadiin gue selingkuhan, gue janji buat mendiamkan lo selamanya, Ka." Tak ada keraguan dari sepasang mata bulat Meira. "Lebih lama dari kemarahan gue ke mama, mungkin kita bisa lebih asing lagi, bahkan anggap lo nggak ada di dunia. Karena gue enggak mau perasaan sayang gue buat mainan, hati gue bukan game."
Riska menelan saliva, ia mengangguk dan menangkup wajah Meira. "Trust me, gue enggak seperti yang lo takutkan, kita udah sejauh ini."