Mereka berdiri di sisi meja makan, saat Riska ingin mendekap, Meira mundur dua langkah, menegaskan jarak mereka sejelas itu. Cewek itu menatap apa saja asal bukan sepasang netra Riska, ia hanya ingin mendengar sebuah penjelasan kalau memang benar-benar ada dan nyata. Saat Riska mendekat henda meraih tangannya, Meira menyembunyikan lagi di balik punggung, ia tak memberi kesempatan sama sekali.
"Gue mau denger lo ngomong, bukannya pegang-pegang. Masih punya mulut yang berfungsi kan?" Karakter lama Meira nan sarkas kembali seperti awal-awal perjumpaan mereka. "Gue juga mampu usap air mata gue, karena masih ada tangan yang berfungsi."
"Ya, gue mau jelasin soal tadi sekarang. Alinea emang mantan gue waktu SMA, temen deket dari kecil, tapi dia bukan jodoh atau apa pun itu yang diomongin tadi, semua itu cuma bagian dari kemauannya aja."