Ada beribu-ribu alasan mengapa kita harus bersyukur
-Fatima-
____________________________________
"Terus gorengannya ditinggal?" Vasya menunjuk meja kayu yang di atasnya ada nampan berisi gorengan.
"Iya, ditinggal."
"Lah... nanti kalau dicuri gimana buk." Vasya menatap tak percaya.
"Nggak papa, kan ada Allah yang ngawasin. Kalau ada yang nyuri ibu ikhlas, kok. Lagian kalau gorengannya dibawa ke masjid, ibuk nggak bisa. Soalnya banyak." Ibu itu berjalan meninggalkan Vasya yang termangu.
Vasya menatap punggung ibu itu yang semakin jauh.
"Ibu nggak marah sama Allah! Kenapa lebih mentingin sholat daripada dagangan ibu yang belum laku-laku juga!"ucap Vasya setengah berteriak.
Ibu penjual gorengan itupun berhenti melangkah, berbalik.
"Untuk apa ibuk marah sama Allah, Mbak. Ibu bersyukur malahan. Kita itu harus bersyukur."
Vasya hanya menaikkan sebelah alisnya. Ibu penjual gorengan itu mempercepat langkahnya, kala iqomah telah berkumandang.
Vasya berpikir. Untuk apa bersyukur. Bukankah hidup ibu itu susah, nggak kaya, serba kekurangan hanya berjualan gorengan. Ia butuh penjelasan dari ibu itu kenapa beliau bersyukur. Ia mengikuti kepergian ibu penjual gorengan itu.
Vasya berdiri di sebuah masjid yang cukup besar. Dilihatnya sholat dhuhur telah dimulai. Ia duduk di serambi masjid, menunggu ibu penjual gorengan tadi selesai sholat.
Vasya mengedarkan pandangannya. Mencari ibu penjual gorengan tadi. Para jamaah sholat dhuhur telah pergi, menyisakan jamaah yang masih berdzikir, berdoa, dan mengaji di dalamnya. Vasya berdiri. Baru duduk selama lima menit, kakinya sudah kesemutan.
"Nggak salat?"
Vasya menoleh. Dilihatnya seorang perempuan bercadar keluar dari pintu masjid.
Vasya menilik ke arah samping dan belakangnya. Mungkin saja perempuan bercadar itu bertanya kepada orang lain.
"Kenapa nggak sholat? Baru datang bulan?"tanyanya yang dibalas oleh Vasya dengan gelengan kepala.
"Kamu nonmuslim?"
"Eh... saya islam, kok." Vasya mengibaskan kedua tangannya.
"Kenapa nggak sholat?"tanya perempuan itu lagi yang membuat Vasya menggaruk-garuk rambutnya yang tidak gatal.
"Saya emang jarang sholat." Vasya sedikit malu mengakuinya.
"Alasannya kenapa? Kan sholat nggak lama cuma beberapa menit." Perempuan bercadar itu duduk di lantai, mau tidak mau Vasya mengikutinya.
"Buang-buang waktu, lagian sholat juga nggak ngaruh sama kehidupan kita," ucap Vasya dengan nada sok tahu.
"Sholat kan kewajiban kita menjadi seorang muslim. Semua orang butuh Allah, bukan Allah yang butuh Kita. Kita meminta segala sesuatu kepada Allah melalui doa-doa. Sholat mengajarkan kita untuk selalu ingat bahwa kita hanya makhluk lemah dan hanya kepada-Nyalah kita meminta pertolongan."
Masjid kini lengang, hanya menyisakan Vasya dan perempuan bercadar itu.
"Aku barusaja ketemu dengan ibu penjual gorengan, dan kulihat keadaannya cukup susah, tapi katanya kita harus bersyukur. Aku tidak tahu apa yang dimaksud olehnya, bersyukur untuk apa?bukankah hidupnya susah?seharusnya dia marah, marah karena serba kekurangan."
Perempuan bercadar itu tersenyum dibalik cadarnya. Ia paham betul yang dimaksud oleh Vasya.
"Ibu-ibu penjual itu bilang harus bersyukur?"tanya perempuan bercadar itu, mencoba memastikan dan dibalas Vasya dengan anggukan.
"Beliau susah, namun masih diberikan kesehatan oleh Allah. Banyak orang yang tak berdaya di rumah sakit yang sangat ingin sembuh dari penyakitnya, sekalipun itu orang kaya. Demi mendapatkan apapun akan mereka bayar, untuk operasi, dan segala cara untuk sembuh.
"Bersyukur masih bisa menghirup oksigen dengan bebas. Ada orang untuk bernafas saja membutuhkan tabung oksigen, mengeluarkan uang berjuta-juta.
"Bersyukur masih mempunyai keluarga. Walaupun miskin, setidaknya dirinya tidak hidup sendirian, masih ada suami dan anak-anaknya yang menjadi penyemangat hidupnya,"ucap perempuan bercadar itu.
Vasya terdiam. Benar kata perempuan bercadar itu, seharusnya ia bersyukur. Dia sehat, kaya, dan memiliki keluarga. Apa yang tidak ia punya?hanya keimanan dan keistiqomahan.
"Melaksanakan sholat lima waktu itu memiliki banyak keutamaan. Dalam Hadist Riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa 'Amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah sholat pada waktunya, berbakti kepada orang tua dan jihad di jalan Allah.
'Ketutamaan kedua akan mendapatkan surga.'
Diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Qatadah bin Rib'iy mengabarkan kepadanya bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:Allah Ta'ala berfirman: "Sesungguhnya Aku mewajibkan umatmu shalat lima waktu, dan Aku berjanji bahwa barangsiapa yang menjaga waktu-waktunya pasti Aku akan memasukkannya ke dalam surga, dan barangsiapa yang tidak menjaganya maka dia tidak mendapatkan apa yang aku janjikan".
Keutamaan ketiga yaitu diampuni dosa-dosa seperti daun yang berguguran. "Sesungguhnya seorang hamba yang muslim, jika menunaikan shalat dengan ikhlas karena Allah, maka dosa-dosanya akan berguguran seperti gugurnya daun-daun ini dari pohonnya" (HR. Ahmad). Dan masih banyak lagi keutamaan yang sangat rugi jika kita abaikan."
Vasya tertunduk. Ia rasa dosa-dosanya amat banyak. Mulai dari tidak menunaikan sholat, tidak menutup aurat, beberapa kali pacaran, selalu membuat jengkel papa dan mama, dan selalu mabuk-mabukan. Apakah Allah akan memaafkannya? Ia rasa tidak.
"Bertobatlah sebelum terlambat. Jangan kamu kira Allah tidak akan memgampuni dosa yang kita buat, sungguh Allah maha pengampun, " ucap perempuan bercadar itu.
Vasya tersenyum. Ia bangkit lalu berjalan menuju tempat wudlu. Entah darimana, tiba-tiba keinginannya untuk sholat datang. Untung saja dirinya masih ingat langkah-langkah berwudlu. Dengan membaca basmalah, ia membasuh kedua tangannya. Setelah selesai, ia masuk ke masjid dan mengambil mukena yang tergantung rapi di lemari. Ia mulai sholat. Mencoba khusyuk.
Selesai salat, ia merasa ada kelegaan di hatinya. Ia melipat mukenanya, lalu meletakkan kembali ke lemari. Ia tidak percaya jika perempuan bercadar tadi masih di serambi masjid, sedang membaca alquran kecil yang sedari tadi dibawanya.
"Kamu udah selesai?"perempuan bercadar itu mendongak.
Vasya mengangguk. Ia bergabung duduk di serambi. Perempuan bercadar itu menutup alquran, lalu menciumnya. Kemudian memangkunya.
"Makasih udah buat Aku sadar."
"Itu sudah menjadi tugas sesama umat muslim untuk saling mengingatkan. Kalau boleh tahu... siapa namamu? Namaku Fatima, "ucapnya sambil menjulurkan tangan kanan.
"Vasya." Vasya membalas uluran tangan Fatima.
Fatima Az Zahra. Perempuan bercadar seumuran dengan Vasya. Ia berprofesi sebagai guru di sebuah sekolah dasar.
Vasya meninggalkan masjid dengan berjalan kaki. Berjalan di pinggir jalan, mencari taksi yang bisa mengantarnya pulang. Langkahnya terhenti saat melihat Mira dan teman-temannya yang lain keluar dari kafe di depannya.
"Vasya!"panggil Mira.
Vasya sangat malas untuk melihat wajah perempuan itu. Mira, Naya, dan Dyta menghampirinya.
"Aku kaget banget loh Sya, kalau Kamu berhenti jadi model." Mira memasang wajah sok cemas.
Vasya menebak. Pasti teman-temannya tadi di kafe untuk menggunjingnya. Mereka pastinya sangat senang jika sosok yang dibanggakan Tania berhenti jadi model dan menambah peluang mereka untuk semakin popular.
"Aku tahu kalau kalian seneng kalau aku berhenti jadi model." Vasya melipat kedua tangannya di depan dada. Wajahnya sangat muak melihat ketiga perempuan di delannya.
"Kamu tau aja, Sya." Dyta terkekeh.
"Dasar temen busuk!" Vasya menatap tajam. Ia tidak menyangka akan mendapat perkataan seperi itu dari mulut Dyta.
"Emang Kita temenan?"sahut Naya.
Hal itu semakin membuat Vasya kesal. Daripada ia marah lebih baik meninggalkan mereka bertiga. Dengan sengaja Vasya menyenggol bahu Mira. Pacar, sahabat, teman, semua sama saja. Penghianat!
Wajahnya kini merah padam. Ia mempercepat langkahnya. Brukk. Vasya tidak sengaja menabrak seorang nenek-nenek yang baru saja keluar dari warung makan. Nenek itu terjatuh di tanah. Tongkatnya terhempas ke trotoar. Karena marah dengan Mira, ia meluapkan emosinya kepada nenek-nenek itu.
"Nek, kalau jalan lihat-lihat dong!ck." Vasya mencoba membantu nenek itu berdiri.
Tiba-tiba ada orang lain yang membantu nenek itu terlebih dahulu. Laki-laki itu masih mengenakan setelan kantoran. Reino.
"Kalau nggak ikhlas bantu, nggak usah," sindirnya.
Reino membantu nenek itu bangkit. Nenek itu meminta maaf kepada Vasya, lalu meneruskan langkahnya.
"Aku nggak bermaksud marahin nenek itu, tadi." Vasya merasa bersalah.