Chereads / Cause I'm Still Breathing / Chapter 2 - Bab 1 : Lagu Nasional

Chapter 2 - Bab 1 : Lagu Nasional

"Billy!! Sudah jam berapa ini nak??" Teriak ibunya dari Lantai Dasar rumahnya.

"Iya ibu... Sabar...." Balas Billy yang masih tergesa-gesa merapihkan bukunya.

Billy. Lengkapnya Billy Joelinton. Anak yang tidak terlalu menguasai banyak pelajaran, tapi ia tidak bisa dibilang bodoh. Karena setiap orang memiliki kelebihan bukan?

Setelah menyiapkan buku-buku sekolahnya, dan memasukkannya ke dalam ke tas, Billy turun ke Ruang Makan. Di situ sudah menunggu Ibunya dan Kakak Perempuannya.

"Makanya, kalau nyiapin buku dari malam. Nyesal kan?" Ejek Kakaknya.

Billy hanya menyengir. Seakan tidak mempunyai rasa salah. "Ya sudah, ayo cepat santap itu rotinya. Kami menunggumu dari tadi."

"Iya ibu, Maaf." Kakaknya hanya nyengir dan terkejut karena baru baru ini Billy minta maaf. Sembari Billy dan kakaknya menyantap sarapan. Ibunya pergi ke garasi untuk mengeluarkan mobil dari garasi. Billy terlahir dari keluarga yang memiliki ekonomi menengah ke atas, sesuatu yang mestinya patut disyukuri.

Billy melahap rotinya dengan cepat, dia menengok kepada jam tangannya, sudah menunjukkan pukul 07.12 "Duh... Sekitar 18 menit lagi sudah masuk kelas" Kakaknya yang dari tadi sudah selesai makan, menunggu Billy sambil bermain gadgetnya. Meng-scroll Instagram, Membalas pesan-pesan WhatsApp nya, dan sebagainya. Kakaknya adalah seorang yang introvert. jarang bicara jika tidak diperlukan, hanya bercanda sekedarnya. Sifat yang sangat dominan dari Ayahnya. Sedangkan Billy bisa dibilang Ambivert merupakan sifat gabungan antara Ibunya dan Ayahnya.

Hanya sekitar 3 menit yang diperlukan Ibu Billy untuk mengeluarkan mobilnya dari garasi. Di sisi lain, Billy masih meneguk susunya, kakaknya sudah bersiap di teras.

Lagi-lagi sialnya, Billy kena semprot ibunya yang telah siap mengantar.

"Billy!! Mau sekolah tidak??" Teriak Ibunya dari teras.

Billy langsung bergegas meneguk tetes terakhir dari susunya tanpa menjawab teriakan ibunya. Kemudian menyusul kakaknya ke teras setengah berlari. Sesampainya di teras, kakaknya sedang memakai sepatunya.

Billy segera mengambil sepatu sekolahnya dan kaos kaki nya yang belum dicuci semenjak seminggu yang lalu. Untungnya ibunya tidak mengurusinya dalam masalah pakaian. Kalau tidak bisa saja ia dimarahi habis-habisan. Kalau kalian tahu, dia hampir jarang ganti kaos dalam, mungkin ia bisa saja menggantinya seminggu sekali :v.

Setelah memakai kaos kaki dan sepatu, Billy naik ke mobil. Di samping kursi supir. sudah kebiasaannya duduk di depan semenjak Ayahnya sering mendapat tugas keluar kota. Mobil mundur perlahan menuju jalan raya, pagar ditutup oleh pembantu mereka. Perjalanan dari rumah Billy ke sekolah memakan waktu 15 menit jika tidak macet. Mereka hanya bisa berdoa agar perjalanan tidak terhambat macet.

Tapi benar saja, pagi jam 07.00-09.00 adalah jam berangkat kerja. Macet pun terjadi di beberapa jalanan. Ibu Billy mendengus kesal.

"Gara-gara kamu kan, kita jadi terjebak macet." Keluh ibunya sambil menengok ke arah Billy.

Billy hanya bisa diam. Jika ia menjawab, itu biadab namanya. Billy bukanlah tipikal anak nakal seperti pada umumnya anak SMA. Apalagi kakaknya. Kakaknya hampir berkali kali ditanya ibunya, 'Beatrice udah punya pacar belum?'. Tapi tetap saja kakaknya teguh pada pendirian tidak mau punya pacar, alias baginya hanya menyibukkan saja.

"Mending kita pakai jalan pintas saja ibu, Ayah dulu sering lewat situ dulu kalau kita hampir telat." Celetuk Beatrice.

"Tunjukkan pada ibu nak jalan pintasannya!" Perintah ibunya.

Beatrice mengarahkan ibunya agar berbelok ke gang-gang yang tidak terlalu lebar maupun sempit, Billy hanya bisa diam. Daripada dia kena marah ibunya lagi. Tapi cukup aneh mengingat Billy duduk di depan (yang seharusnya bisa lebih paham jalanan), malah kalah paham dari kakaknya yang lebih sering duduk di belakang. Atau karena dia sedang di posisi terpojok?

Hanya 7 menit, mereka sampai ke sekolah mereka.

Mereka berdua turun dari mobil, setelah berpamitan dengan ibu mereka tentunya. Mereka berdua sekolah di sekolah yang sama. Mereka hanya berbeda 1 tahun. Beatrice yang tahun depan lulus, dan Billy yang tahun ini jadi Pengurus Organisasi Sekolah.

Billy kembali menengok jam tangannya, "Huft... 3 menit lagi masuk." Billy harus setengah berlari ke kelasnya yang berada di lantai 2. Kelas 11-A. Bisa dibilang kelas para pengurus Organisasi Sekolah yang disegani murid-murid di sekolah tersebut.

Billy sampai di kelasnya tepat pada pukul 7.30. Sangat patut disyukuri. Karena jika siswa pengurus organisasi sekolah ketahuan terlambat, hukumannya bakal lebih berat dari siswa biasa. Karena bagi pihak sekolah, siswa pengurus organisasi sekolah tidaklah dipilih sembarangan, karena pasti mereka memilih siswa-siswa yang bertabiat baik, dan dapat mengikuti peraturan sekolah yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

"Billy, kamu hampir saja telat, beruntung sisa beberapa detik lagi," Celetuk Ketua Kelas nya. "Aku tidak mau salah satu anggota kelas kita ada yang dihukum."

Sang ketua kelas tampak khawatir, karena bukan kali ini saja Billy hampir telat. Pernah suatu hari Billy telat 2 menit dari jam masuk sekolah, dan beruntungnya wali kelas juga telat datang, maka dia bebas dari hukuman yang mungkin akan menjatuhkan martabatnya sebagai pengurus organisasi sekolah.

Tak lama kemudian, wali kelas mereka semua masuk. Suatu keharusan jika wali kelas telah masuk ke kelas, mereka harus sudah siap berdiri di bangku masing-masing.

"Selamat Pagi semuanya." Sapa wali kelas mereka.

"Selamat pagi, bu." Balas mereka.

"Baik, seperti biasa kita akan menyanyikan lagu nasional Negara Fuego, dan yang bertugas menjadi dirigen adalah....." Wali kelas mereka mencari nama yang tertera di jadwal dirigen yang telah disepakati. "Amanda, iya Amanda."

Siswi yang dipanggil segera maju ke depan, siap untuk memandu kelas untuk menyanyikan lagu kebangsaan.

"Menyanyikan lagu kebangsaan Negara Fuego dengan tempo 172 bpm, satu, dua, tiga. Making my away away, my way to you..." Tangan Amanda mulai bergerak ke atas dan ke bawah layaknya dirigen. Diiringi pula dengan musik instrumental dari sound system kelas.

"Still Breathing"

I'm like a child looking off in the horizon

I'm like an ambulance that's turning on the sirens

Oh, I'm still alive

I'm like a soldier coming home for the first time

I dodged a bullet and I walked across a landmine

Oh, I'm still alive

Am I bleeding?

Am I bleeding from the storm?

Just shine a light into the wreckage

So far away, away

'Cause I'm still breathing

'Cause I'm still breathing on my own

My head's above the rain and roses

Making my way away

'Cause I'm still breathing

'Cause I'm still breathing on my own

My head's above the rain and roses

Making my way away

My way to you

"Jujur aku sangat membenci ini" Gerutu Billy. Billy memang dari awal entah kenapa tidak suka dengan lagu ini. Dia lebih memilih lagu-lagu yang bertempo lambat seperti genre Jazz.

Seisi kelas bertepuk tangan kepada Amanda yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Billy juga ikut bertepuk tangan walau terpaksa. Sang guru juga ikut memberikan tepuk tangan ke Amanda yang telah memberikan performa terbaiknya.

"Selamat kepada Amanda, kamu telah memberikan performa yang baik sebagai dirigen. Selamat, tidaklah mudah untuk menjadi seorang dirigen." Puji wali kelas mereka.

Beruntungnya, Billy sudah mengerjakan tugas yang ia 'benci' ini 2 minggu yang lalu. Sehingga ia bisa bebas 'hampir telat' tanpa kelabakan mengulang-ulang gerakan dirigen yang agak cepat tadi.

"Baik anak-anak, pelajaran pagi ini adalah Biologi, sekarang keluarkan buku biologi dan buku tulis kalian." Ternyata wali kelas mereka juga merangkap sebagai guru biologi. Sehingga setiap hari Senin, setelah menyanyikan lagu kebangsaan, mereka langsung belajar tanpa menunggu guru pelajaran jam pertama masuk.

"Anak-anak, coba buka halaman 296, Bab Respirasi Manusia."

~~~

Pukul 15.00, sekolah pun selesai. Ada beberapa yang tidak langsung pulang, atau bisa dibilang mengikuti ekstrakurikuler terlebih dahulu. Billy? Ternyata dia sedang rapat organisasi sekolah.

Di dalam ruangan ber-AC dengan suhu 18 derajat celsius. Billy yang tidak terbiasa dengan hawa dingin terus-terusan memeluk diri, tidak lupa dengan Hoodie coklat yang melekat di tubuhnya. Apalagi ruangan tersebut hampir setiap saat AC nya menyala hingga kacanya berembun.

"Baik, saya mulai rapatnya. Selamat sore semuanya, bagaimana kabar kalian semua?" Tanya siswa yang berperawakan jangkung.

"Iya, baik..." Jawab anak-anak serempak.

"Baik, untuk rapat di sore hari ini, saya akan membahas tentang pentas akhir tahun. Untuk bagian..... Sponsorship.... Bagaimana kesiapannya? Sudah berapa persen?"

Seorang siswi angkat bicara. "Kesiapannya...." Dia terlihat mengulik-ngulik catatannya. "Sudah sekitar 70 %. Tersisa beberapa sponsor yang belum menerima respon tentang kesediaannya untuk mensponsori acara ini."

"Ok, kalau begitu tersisa 30 % lagi... Saya harap bisa selesai sebelum H-5...."

"Siap, Caroll."

Caroll. Sang ketua organisasi sekolah terlihat membolak-balik halaman buku catatannya. "Selanjutnya.... Bagian Perlengkapan.... Kesiapan berapa persen?"

Kali ini dengan tampang agak kedinginan. Billy angkat suara.

"Mmmm.. Baru sekitar 40 %. Sebelum saya bicara lebih banyak, apakah AC bisa dimatikan? Jujur dari tadi saya sudah kedinginan...."

Tawa menggelak seisi ruangan. Jujur memang Billy sudah tidak tahan. Bisa-bisa saja dia mati kedinginan gara-gara ruangan sialan ini. Seorang siswa berjalan mengambil Remote AC, kemudian ia mematikan AC. Sekaligus membuka jendela.

"Baik saya lanjutkan, untuk masalah perlengkapan, di sini kami membutuhkan 3 set sound system, yang mana sekolah hanya punya 2 sehingga kami perlu menyewa ke toko sound. Kemudian untuk masalah panggung, pengerjaannya masih berlangsung. Saya kira pengerjaannya akan selesai H-4, karena masih belum terlihat bentuk dari panggungnya. Kemudian untuk masalah spanduk, kami telah berkoordinasi dengan Bagian Dokumentasi, dan sekarang masih di desain," Billy mengambil nafas sejenak, dan membalik halaman buku catatannya. "Dan yang terakhir, untuk perlengkapan lain seperti karpet, kanopi, stand, sudah kami pindahkan barang-barangnya dari gudang, tinggal kami pasang saja. Sekian." Billy mengakhiri penjelasannya.

"Ok... Walau dia sering masuk hampir telat, tapi dia memiliki rasa tanggung jawab yang baik. Saya bangga denganmu." Puji Caroll.

Seisi ruangan bertepuk tangan pada Billy. Rapat terus berlanjut hingga pukul 16.30. Mereka bekerja hanya dengan bimbingan kakak kelas mereka saja, tidak ada guru yang mendampingi. Itulah hebatnya anggota organisasi sekolah tahun ini.

Billy menggendong tas sekolahnya. Lalu turun dari gedung, menuju gerbang sekolah. Tidak lain tidak bukan untuk menunggu kakak nya. Kakaknya yang sudah di akhir tahun tidak diperbolehkan untuk mengikuti ekstrakurikuler apapun, dan harus mengikuti pelajaran tambahan untuk persiapan memasuki perguruan tinggi.

Setelah 5 menit menunggu, baru kakaknya datang. "Lama banget dah, udah lewat 5 menit heii!" Dengus Billy.

"Hei! Baru 5 menit, kamu pernah membuatku menunggu hingga hampir 20 menit!" Balas Beatrice.

Billy hanya memasang muka datar dan menghela nafas. Mencari angkutan umum selanjutnya. Bagian tersulit dalam pulang ke rumah. Kalau tidak mendapat angkutan umum, mungkin mereka meminta ibu mereka menjemput.

Setelah keluar dari gerbang sekolah, dan mencari-cari angkutan umum, tiba-tiba kami dihampiri oleh seorang lelaki yang terlihat tergesa-gesa, ia terlihat beberapa cm lebih tinggi dariku, dan hampir setara dengan kakakku.

"Beatrice, ini buku kamu tadi ketinggalan," Ucap lelaki tersebut sambil memberikan buku Fisika.

"Oh, terimakasih ya," Ucap Beatrice dengan agak ketus.

"Iya sama-sama, mau pulang bareng?"

Beatrice menggelengkan kepala. "Ngga, makasih."

Lelaki tersebut terlihat agak bingung. "Mmm, oh aku lupa kalau kamu pulang bersama Billy, mungkin lain kali ya?"

Beatrice hanya memalingkan kepala. Cuek terhadap lelaki itu. "Angkot! Angkot!" Beatrice menyetop sebuah angkot sambil melambaikan tangannya. Ia dan Billy memasuki angkot itu.

Lelaki tadi hanya bungkam melihat ia diabaikan. Dan terus memandangi angkot yang berjalan menjauh. "Benar-benar belum ada yang bisa menaklukkan sang putri es dalam 3 tahun ini."

~~~

"Itu siapa sih tadi?" Celetuk Billy penasaran.

"Biasa. Lelaki cari perhatian." Jawab Beatrice singkat. "Kamu sudah tahu bagaimana aku di sekolah kan?"

Beatrice menyeringai. Billy tertawa kecil. "Hahaha... Aku sudah paham betul kakakku yang jadi rebutan laki-laki di angkatannya." Billy tertawa terbahak-bahak. "Dih, apaan sih!!" Beatrice memukul Billy berkali-kali.

Beatrice memanglah sosok yang idaman bagi kaum adam, sudah pintar, cantik pula. Rambutnya yang selalu dikuncir ke belakang, tak lupa juga dengan poni yang menggantung rapi membuat para lelaki langsung terpikat dengannya. Wajahnya yang bulat menambah pesona kecantikannya. Mungkin jika dihitung-hitung, sudah 14 lelaki yang menyatakan perasaan ke Beatrice, tapi semuanya ia tolak mentah-mentah. Mulai dari kakak kelas, teman sekelasnya semua ia tolak.

Tak terasa 15 menit perjalanan. mereka hampir sampai di rumah mereka. Mereka sampai sekitar pukul 16.50. "Ibu!! Kami pulang!" Sahut mereka hampir bersamaan. Ibu mereka sedang menunggu di ruang tamu.

"Iya.... Lepas dulu sepatunya, dan cepat pergi mandi," Perintah ibunya. "Ada apa saja hari ini? Telat sekali pulangnya?"

"Aku ada rapat organisasi pengurus sekolah tadi, membahas pentas seni akhir tahun." Sahut Billy

"Kamu, Beatrice? Ada apa saja sore ini?"

"Tadi ada pelajaran tambahan Fisika, membahas Teori relativitas Newton."

"Anak-anak ibu pintar semua ya! Bangga memiliki kalian rasanya," Puji ibu mereka.

Billy dan Beatrice hanya tersenyum malu.

"Ya sudah, lebih baik kalian segera membersihkan diri."

"Baik, bu," Jawab mereka bersamaan.

~~~

"Billy! Beatrice! Ayo makan! Makanannya sudah siap!" Teriak ibunya dari lantai dasar.

Billy yang sedang mengerjakan beberapa soal matematika, langsung beranjak dari meja belajarnya dan turun ke bawah. Beatrice rupanya menggunakan earphone sehingga ia tidak mendengar suara ibunya.

"Mana kakak mu, Billy? Tanya ibunya.

"Eh? Sepertinya di kamarnya. Sebentar biar kupanggil."

Keluarga mereka biasa melakukan makan malam bersama. Karena bagi mereka, keluarga yang harmonis adlah keluarga yang bisa makan bersama di 1 meja, sambil bercerita-cerita, bercanda-canda, dan banyak lagi. Mereka bahkan tak segan untuk mengajak pembantu mereka untuk ikut makan bersama.

Billy mengetuk pintu kamar Beatrice, kemudian membukanya. "Kakak! Dipanggil ibu tadi!" Beatrice melepas Earphonenya, "Eh, iya iya, sebentar." Beatrice meletakkan Handphonenya di kasur, kemudian bergegas turun ke bawah.

"Lagian sih, dengerin Lagu nge-rock, mana volume 100 % pula." Kata Billy cekikikan.

"Idih, suka-suka aku dong, orang tadi cuman 80 %" Sanggah Beatrice. Billy memang suka menggoda kakaknya. Lebih tepatnya usil.

Mereka turun ke bawah dan duduk di kursi masing-masing, pembantu mereka juga ikut makan bersama mereka.

"Sebelum kita makan, ada baiknya kita berdoa," Ucap ibu Billy sebelum makan. "Berdoa, dimulai..."

Mereka semua menunduk untuk berdoa.

"Berdoa selesai. Silahkan makan malam semuanya!"

Billy yang dari tadi iseng-iseng mengerjakan soal-soal matematika, makan dengan lahap. Ibunya hanya tersenyum melihat itu.

"Kira-kira, kapan Ayah pulang ya bu?" Celetuk Beatrice. "Kangen sama ayah."

"Aku juga belum tahu, nak. Mungkin 3 hari lagi."

Beatrice menghela nafas. "Mungkin habis ini kita videocall sama ayah saja!" Usulnya.

Ibunya tersenyum, "Boleh, jika nanti ayah tidak sibuk." Kata ibu. "Billy? Kamu bawa Handphone? Coba kontak ayahmu apakah malam ini dia punya waktu luang."

Billy yang masih mengunyah, berusaha menjawab. "Iya, nanti aku kirim pesan."

~~~