Chereads / Cause I'm Still Breathing / Chapter 4 - Bab 3 : Tembak, Pecah, Retas

Chapter 4 - Bab 3 : Tembak, Pecah, Retas

Wilshere yang telah bangkit, kini berada di gelembung anti-pecah. Dia rencananya akan dipublikasikan ke masyarakat sebagai buah dari kerja keras Profesor Farouk dan Profesor Benjamin. Dan ia harus berada di dalamnya karena ditakutkan ada patogen yang bisa menginfeksi masyarakat. Mereka sekarang sedang berada di Pelabuhan Kota Sirakusa, di sebelah tenggara Kota Fuegonian. Berjarak sekitar 130 mil darinya.

"Sekitar berapa lama lagi kita akan menunggu di sini, Albert?" tanya Profesor Farouk.

Albert melihat jam tangannya, "Sekitar 10 menit lagi, profesor,"

Mereka sedang menunggu SUV yang akan menjemput mereka, Albert sudah menelponnya, supirnya masih berkata kalau dia akan tiba dalam 10 menit lagi.

Langit yang tadinya cerah, berubah menjadi mendung. Dan benar saja, dalam 3 menit saja hujan turun.

Mereka setengah berlari ke pos satpam yang ada di gerbang pelabuhan tersebut. Beruntung pos satpam di pelabuhan tersebut tidak seperti pos satpam pada umumnya, pos yang sengaja dibuat lega agar satpam bisa merasakan apa yang dirasakan pejabat di luar sana. Benar-benar Badan Usaha Pelabuhan yang bijak.

"Bagaimana keamanan hari ini, Harris?" tanya Albert,

"Pelabuhan ini akan aman selalu jika aku yang menjaganya," Satpam yang dipanggil Harris itu terkekeh.

Albert tertawa, "Semoga saja, Harris,". Albert memang seorang yang sangat suka bersosial, umur bukan pantangan baginya untuk terus bersosial dengan orang asing. Baginya, memiliki teman yang banyak akan memudahkannya suatu saat nanti.

Sudah sekitar 10 menit mereka menunggu, SUV yang ditunggu tak kunjung datang. Albert bolak-balik melirik jam tangannya. Ia mulai gelisah, begitu juga Profesor Farouk, hanya Profesor Benjamin yang terlihat menahan rasa gelisahnya. Wilshere yang baru bangkit hanya bisa diam mematung. Seakan dia baru saja lahir ke dunia kembali.

Tambahan waktu 3 menit, baru SUV tersebut datang. Albert sungguh kecewa. "Adakah masalah dengan mobilnya?" Tanya Albert pada supir SUV tersebut.

"Tidak ada, kecuali macet di beberapa titik kota," Supir menyanggah anggapan Albert kalau dia tidak becus dalam bekerja. "Aku memiliki beberapa pekerjaan di pelabuhan ini nanti, bawa saja mobilnya, Albert,"

Albert mengernyit, "Aku? Membawa SUV ini? Jangan bercanda,"

"Aku serius," Supir SUV tersebut meyakinkan kata-katanya, "Apakah kamu mau menungguku hingga keesokan harinya?"

Albert berpikir, tentunya jadwal publikasi Wilshere tinggal 2 hari lagi, sedangkan perjalanan ke ibukota bisa menghabiskan 8 jam, belum istirahat sang Profesor yang sudah berkepala 5. "Baik, aku akan menyetirnya ke Ibukota,"

"Baiklah, aku harap kamu berhati-hati di jalan, utamakan keselamatan," Supir tersebut melempar kunci SUV ke Albert.

Albert mengangguk mantap, kemudian dia menoleh ke kedua profesor, "Profesor Farouk, Profesor Benjamin, kita akan berangkat setelah hujan agak reda,"

"Tak apa, Albert, yang penting kita melakukan perjalanan dengan selamat,"

"Siap, kita akan menunggu,"

Albert melirik ke jamnya, "Pukul 05.00 PM, apakah kita akan berjalan malam hari? Mengerikan juga,"

5 menit kemudian, hujan mereda. Mereka memasuki SUV tersebut, Albert seorang diri di depan sebagai supir. Kursi belakang dilipat agar Wilshere bisa masuk.

Albert menyalakan mesin SUV tersebut, setelah mengenakan sabuk pengaman, dia bersiap menjalankan SUV tersebut. "Baik, kita mulai perjalanan kita ke Kota Fuegonian..." SUV tersebut berjalan perlahan keluar dari pelabuhan dengan kecepatan sedang.

Benar saja, di beberapa titik Kota Sirakusa terjadi kemacetan, tapi tidak terlalu parah. Highway menuju ke Kota Fuegonian tidak terlalu jauh jaraknya dari pelabuhan tadi, hanya sekitar 3 mil.

3 menit kemudian, mereka sudah berada di Highway menuju ke Kota Fuegonian. Albert akan mengambil perjalanan malam, estimasi sampai di Kota Fuegonian sekitar pukul 01.00 AM tanpa berhenti sama sekali. Tapi sepertinya ia tidak mungkin tidak berhenti, di sisi lain bensin SUV tersebut hampir habis, dan tentunya dia butuh asupan kopi.

Highway yang lurus dan tidak begitu ramai membuat Albert sedikit mengantuk, apalagi dengkuran Profesor Farouk yang terdengar hingga ke depan. Ya, 2 profesor itu telah terlelap semenjak SUV memasuki Highway. Biasanya Albert menyetel musik agar ia tidak tertidur, tapi ia merasa tidak enak dengan gurunya untuk menyetel musik, takut membangunkan tidur pulas mereka.

"Apa tidak ada yang bisa mengajakku mengobrol..." Albert berkata pada dirinya sendiri. Alih-alih gurunya bangun, tak ada pergerakan sama sekali dari salah satu mereka berdua.

"Baiklah kalau begitu..." Albert menyalakan radio di SUV tersebut, dan mengecilkan volumenya. "Ok, Radio Prambors..."

Albert menikmati beberapa lagu yang disajikan Radio Prambors, di antaranya terdapat lagu lagu dari RedDay, The Onspring, Hoobastang. 'Rest Area, 1 mil lagi'. Papan penunjuk arah yang berada di bagian kiri jalan menunjukkan kata-kata itu. Albert segera mengambil lajur kiri agar bisa menuju ke Rest Area.

Merasa mobil terhenti, Profesor Benjamin terbangun, "Apakah kita telah sampai?"

"Tidak, kita ada di Rest Area, Profesor," Albert menengok ke belakang, "Aku ingin mengisi bahan bakar SUV ini terlebih dahulu, dan membeli kopi untuk perjalanan malam ini,"

Profesor Benjamin mengangguk, "Utamakan keselamatan, Albert, jika kamu benar-benar mengantuk, tidurlah terlebih dahulu, jangan memaksakan jika tidak kuat," Kata Profesor Benjamin seperti mengingatkan anaknya sendiri.

"Baik, Profesor,"

Setelah mengisi penuh tangki bahan bakar, Albert mampir ke supermarket di rest area untuk membeli beberapa kotak kopi siap saji, ia benar-benar membutuhkannya malam ini, setidaknya bisa menahan kantuknya beberapa jam.

"Slurp....." Albert meneguk kopi siap sajinya, sekaligus beristirahat sejenak setelah perjalanannya dari pelabuhan. Setelah sekitar 10 menit beristirahat, Albert menjalankan SUV itu kembali, jalanan semakin malam semakin sepi, tak banyak warga Negara Fuego yang menyukai perjalanan malam. Rasa takut akan pembegalan yang telah menyerang beberapa Highway cukup meresahkan beberapa warga Negara Fuego.

Ditemani alunan santai Lagu Dear God yang dinyanyikan Avenger Sevenfold benar-benar pas untuk menemani perjalanan jauh. Semakin jauh dari Kota Sirakusa, semakin sepi pula Highway dari mobil-mobil. "Baru berjalan 20 mil... tersisa 110 mil..."

Truk-truk logistik yang mengejar target produksi menemani perjalanan mereka, tak jarang Albert harus mencari celah untuk menyalip beberapa truk yang berjalan lambat.

"Perjalanan ini bakal sangat melelahkan," Gerutu Albert.

~~~

Pukul 05.00 AM, mereka sampai di Laboratorium Pemerintah Kota Fuegonian. Semalam Albert memutuskan untuk beristirahat pada sekitar pukul 11.00 PM dan akan berangkat kembali pada 11.30 AM, tapi ia lah tertidur hingga pukul 02.00 AM. Ketika Profesor Benjamin mengetahui hal itu, ia malah berkata, "Tidak apa-apa, kamu juga manusia, butuh akan istirahat, bukan robot yang terus menerus bekerja tanpa istirahat,"

Albert membantu Profesor untuk mengeluarkan Wilshere yang masih di bagian belakang mobil, dan menggulingkannya ke dalam laboratorium, untuk disimpan ke dalam bunker lagi.

Para rekan-rekan Profesor Farouk dan Profesor Benjamin menyambut mereka, mereka sangat menunggu-nunggu kehadiran Profesor Farouk dan Profesor Benjamin, dua orang yang bakal sangat berjasa bagi kemajuan ilmu pengetahuan nantinya.

"Selamat, Farouk, Benjamin, kalian berhasil melaksanakan tugas kalian..." Seorang yang paruh baya memeluk Profesor Farouk dan Profesor Benjamin. Beberapa profesor lainnya juga memeluk Farouk dan Benjamin. Albert hanya menunduk ramah ketika ia disapa beberapa profesor. Mengingat umurnya yang masih sangat muda.

Wilshere akhirnya dikeluarkan dari gelembung anti pecah itu, dan dimasukkan kembali ke dalam bunker yang ada di laboratorium tersebut. Wilshere kembali akan diteliti sebelum esok harinya dipublikasikan.

Telepon Albert yang ada di saku celananya berdering, ia segera pamit ke Profesor dan keluar untuk mengangkat telepon itu.

"Iya, halo?"

"Bagaimana perjalananmu? Melelahkan tidak?"

"Bagaimana menurutmu jika kau harus menyetir semalaman?" Albert bertanya balik.

Orang di seberang sana tertawa, "Jelas itu sangat melelahkan,"

"Kalau saja aku tidak berhenti untuk istirahat, kami bisa sampai jam 01.00 AM,"

"Tidak mengapa, kau sudah menambahkan cairan racikanku kan?"

"Tenang, aku juga sudah menyuntikkan cairan itu pada tubuhku, aku akan kebal nanti," Albert tertawa.

"Bagus, aku hanya akan menanyakan hal itu, tetaplah taat padanya, Albert,"

"Siap,"

Telepon ditutup, Albert menyeringai.

~~~

"Beatrice, apakah kamu mendapatkan tugas ini juga?"

Billy menanyakan tugas yang diberikan ibu gurunya lewat WhatsApp, tugasnya berupa tugas Biologi untuk merangkum suatu publikasi penemuan bahwa mayat bisa dibangkitkan.

"Tidak, mungkin hanya kelas 11 saja, guruku tidak memberi tugas itu,"

"Baiklah,"

Billy masih tergeleng-geleng dengan penemuan ini, "Mayat bisa dibangkitkan?" Kalimat itu terus berputar di kepalanya.

Lagi. Pengumuman dari gurunya melalui voice note, "Kita akan berangkat dari sekolah sekitar jam 07.00 AM, kita akan menuju ke Kantor Pemerintahan Negara Fuego. Harap mempersiapkan alat tulis dan buku karena publikasi teknologi baru ini akan menjadi nilai praktek biologi. Terima kasih,"

Billy menghubungi temannya yang berada di SMA lain di Kota Fuegonian. Billy menelponnya.

"Halo, Jay?"

"Iya? Ada apa?"

"Apakah kau mendapat tugas Biologi untuk merangkum suatu publikasi penemuan bahwa mayat bisa dibangkitkan? Di Kantor Pemerintahan Negara Fuego,"

"Sebentar," Jay mengecek isi grup WhatsApp kelasnya, "Iya, Billy, aku mendapat tugas itu, besok kami akan berangkat ke Kantor Pemerintahan. Memangnya kenapa?"

"Berarti sama ya, kami juga mendapat tugas ini,"

"Oh... Lalu bagaimana dengan kakak kelasmu? Apakah mereka juga dikenai tugas ini?"

"Tidak, mungkin tugas ini hasil diskusi dari Guru Biologi se-Kota Fuegonian,"

"Mungkin, iya mungkin saja,"

"Baiklah kalau begitu, hanya itu yang aku tanyakan,"

"Oh, tidak mengapa,"

"Oh iya, bagaimana lombamu? Sukses?," Celetuk Billy.

Jay setengah tertawa, "Kami mendapatkan juara 2,"

Billy terkekeh, "Tidak mengapa, suatu prestasi yang bagus untuk debut, itu pertama kalinya kau berkompetisi di kancah nasional bukan?"

"Yups, terima kasih, Billy"

"Sama-sama, ok aku sudahi mungkin percakapan ini?"

"Ya, tidak mengapa, Billy"

Telepon diakhiri. Billy sungguh masih penasaran, apa benar mayat bisa dibangkitkan? Ia larut dalam pikirannya.

Suara teriakan ibunya mengakhiri lamunannya, "Billy! Kemari!"

~~~

Nikki sedang berada di ambang kesenangan dan kesedihan, sedih karena.... Kalian pasti tahu, (terdapat di chapter sebelumnya) dan senang karena Region Six berhasil memenangkan lomba cover itu, walaupun hanya menjadi juara 2, tapi setidaknya menjadi suatu prestasi yang sangat baik untuk debut pertama mereka.

Pulang dari event pengumuman juara lomba tersebut, ia tiba-tiba terkejut. "Tugas? Merangkum?"

Ia dihadapi dengan tugas Biologi untuk merangkum suatu publikasi penemuan bahwa mayat bisa dibangkitkan. "Tugas apalagi ini..."

Gurunya mengirim voice note ke grup kelasnya, "Kita akan berangkat dari sekolah sekitar jam 07.30 AM, kita akan menuju ke Kantor Pemerintahan Negara Fuego. Harap mempersiapkan alat tulis dan buku karena publikasi teknologi baru ini akan menjadi nilai praktek biologi. Terima kasih,"

"Aih....." Nikki mengeluh, "Ngga bisa libur dulu ya?"

Dia benar-benar lelah dari segala sisi. Lelah fisik, lelah mental, sudah seharian ini dia tidak keluar dari kamarnya, makanannya diantar oleh pembantunya dari siang dan malam. Ayahnya sudah paham dengan kelakuan anak semata wayangnya ini jika sedih.

Nikki menelpon temannya, dia benar-benar resah.

"Halo? Lucy? Apakah kamu memiliki waktu luang?"

"Hai Nikki, ada, kalau mau cerita silahkan,"

"Tidak apa-apa, memangnya besok ada tugas rangkuman?"

"Ya, seperti yang dikatakan ibu guru,"

"Ngga bisa libur kah?" Nikki tersungging,

Lucy tergelak, "Ya kamu tau kan kalau izin di sekolah kita sangat sulit,"

"Tapi aku capek banget," Keluh Nikki. "Bukan capek fisik lagi, capek mental juga,"

"Hmm, paham kok, mesti capek, mending besok ikutan aja dulu, siapa tau capeknya ilang kan," Lucy tergelak kembali.

"Bisa aja kamu," Nikki tertawa

Mereka terus mengobrol hingga pukul 10.30 PM, sudah menjadi kebiasaan para kaum hawa kalau sudah bercerita satu sama lain, pasti hingga larut malam. Beruntung Nikki bisa bangun cepat, suatu sifat yang diturunkan dari ibunya.

~~~

Suara alarm handphone membangunkan Albert dari tidurnya. "Hoam...." Albert meregangkan tubuhnya, ia melihat ke arah layar Handphonenya, "Pukul 05.00 AM,". Albert harus bangun pagi hari ini, karena ia harus mengantar Profesor Farouk dan Profesor Benjamin untuk mempublikasikan Wilshere : Mayat yang dibangkitkan.

Albert melangkahkan kakinya ke kamar mandi, Profesor Farouk dan Profesor Benjamin sudah bangun semenjak pukul 04.30 AM. Mereka sedang duduk di meja makan, "Orang semakin tua semakin rajin ya..." Gumam Albert.

"Bagaimana, Farouk? Hasil penelitian ulang dari rekan-rekan kita?" Profesor Benjamin meneguk secangkir teh yang ia buat sendiri.

Profesor Farouk tersenyum, "Ia layak dipublikasikan, tidak ada sesuatu yang janggal dari hasil penelitian ulang kemarin,"

"Ok, kalau begitu kita bisa agak sedikit bersantai," Profesor Benjamin terkekeh.

Profesor Farouk tergelak. "Baguslah kalau begitu,"

Albert selesai dari mandinya 10 menit kemudian. Ia perlu mengumpulkan niat untuk menciduk segayung air dingin. Albert memang tidak terbiasa mandi pagi, dia memang terbiasa untuk mandi sekitar pukul 08.00 AM. Dia keluar dengan handuk terbalut di sekujur tubuhnya dan setengah menggigil.

Setelah berganti baju, Albert dan 2 profesor tadi berangkat menuju ke ruang makan yang sangat besar, biasa digunakan untuk makan para profesor dan asistennya di lab tersebut. Tidak terlalu jauh, berjarak sekitar 2 menit dari kamar mereka.

Setibanya di sana, pundak Albert ditepuk oleh seseorang, "Albert?"

Spontan, Albert menoleh pada orang itu, "Hei.... Kau Davies bukan?" Albert mencoba menerka seseorang yang menepuknya.

"Benar sekali, Albert," Davies terkekeh.

Mereka berbincang sambil mengantri sarapan. Davies adalah mahasiswa satu tingkat di bawah Albert, mereka pernah bersama-sama dipilih untuk menjadi duta sekolah untuk Lomba Olimpiade Sains Nasional tingkat SMA. Mereka hampir lolos ke Nasional, tapi perbedaan poin yang tipis oleh sekelompok siswa dari sekolah lain membuat mereka gagal lolos hingga tingkat nasional. Davies ternyata juga berhasil, menjadi asisten Profesor di Bidang Fisika Nuklir. Sangat mengagumkan.

Albert menyudahi percakapannya dengan Davies setelah Profesor Farouk memanggilnya. Profesor Farouk memberitahunya kalau nanti dia akan menyetir kembali menuju ke Kantor Pemerintahan. "Tak apa, Profesor. Saya selalu siap untuk menemani anda,"

Albert memakan sarapannya, sarapannya berupa Nasi Goreng dan beberapa tambahan acar. Tak lupa ia juga mengambil kopi hangat racikan koki di dapur lab, rasa kopinya tak berbeda jauh dengan kopi-kopi di kafe. Bahkan, Albert pernah menyarankan koki tersebut agar membuka kafe di sektor kuliner di Kota Fuegonian, tapi ia menolak karena tidak memiliki cukup waktu untuk mengurus kafenya. Baginya bekerja di sini sudah mencukupi kebutuhannya dan keluarganya.

Setelah 15 menit berada di ruang makan, Albert bergegas menuju basement lab, untuk kembali membawa SUV yang ia bawa kemarin. Setelah sedikit memanaskan mesin, ia menjalankan mobilnya ke lobby. Di situ sudah menunggu Profesor Benjamin, Profesor Farouk, dan beberapa asisten profesor lain yang membantu mereka untuk menggiring Wilshere. Albert turun dari mobil dan membuka bagasi. Lagi-lagi Wilshere ditempatkan di bagasi lengkap dengan gelembung anti-pecah. Setelah Wilshere dimasukkan ke bagasi, Profesor Benjamin dan Profesor Farouk segera masuk ke mobil. Asisten-asisten yang mengantarkan mereka melambaikan tangan. Mobil mulai berjalan perlahan-lahan. Dengan kecepatan sedang, mobil meluncur ke Kantor Pemerintahan Negara Fuego.

"Profesor, nanti kita akan masuk ke kantor pemerintahan lewat pintu belakang, agar nanti kita tidak diganggu oleh media," Albert memberitahu profesornya.

Profesor Benjamin dan Profesor Farouk tergelak, "Kami sudah ada trik untuk menghindari media," Profesor Farouk tersenyum.

Albert ikut tertawa, "Oh, kalau begitu tidak mengapa,"

Jalanan pagi ini lumayan padat, dipenuhi oleh orang-orang yang berangkat kerja dan siswa-siswa yang akan berangkat sekolah. Albert hanya bisa bersabar terhadap hal ini.

Profesor Benjamin yang melihat Albert berkali-kali menarik dan menghembuskan nafas, segera menghibur Albert, "Tak apa, kita tidak perlu cepat-cepat sampai ke sana, acaranya masih lama mulainya,"

Albert menoleh ke belakang, "Memangnya nanti publikasinya mulai pukul berapa, profesor?"

Profesor Benjamin melirik ke jam di dashboard di mobil, "Masih sekitar 1 jam 30 menit lagi,"

"Baiklah kalau begitu,"

Albert menyalakan radio mobil, untuk mengusir rasa bosannya di jalanan macet. Beberapa stasiun radio ia seek, "Kenapa isinya berita semua ya.." Albert menggerutu. Akhirnya, mau tidak mau dia mendengarkan berita-berita harian dari Kota Fuegonian.

Dengan penuh kesabaran, mobil tersebut datang ke Kantor Pemerintahan setelah 1 jam. Sialnya, media yang diperkirakan Albert akan menunggu di pintu utama, malah sudah menunggu di pintu belakang. Profesor Benjamin dan Profesor Farouk turun dari mobil sambil memegang Handphone mereka, dan berlagak seakan sedang menelpon seseorang. Albert tertawa melihat ini.

2 profesor tadi hanya menolak dengan isyarat tangan jika ada wartawan yang ingin mewawancarainya, "Benar-benar cerdas," Albert kembali tersungging.

~~~

Billy sudah berada di kelas dari pukul 07.00 AM. Suatu pencapaian bagus bagi seorang Billy Joelinton mengingat ia selalu masuk kelas pada menit-menit akhir. Ketua kelasnya saja kaget kalau ia datang pagi. "Billy? Ini kamu kan?"

"Ya begitulah," Billy menyeringai.

Menunggu 10 menit, beberapa temannya sudah berdatangan. Tinggal menunggu wali kelas mereka.

"Eh, dimana Ibu Lucy?" Celetuk Kevin, Ketua Kelas 11-A, "Sudah hampir pukul 07.30 AM,"

Seisi kelas mengangkat bahu. Sangat jarang kejadian wali kelas telat di sekolah Billy. Sangat jarang sekali. Tiba-tiba terdengar suara pengumuman dari speaker kelas.

"Ehem... Ehem... Tes.... Baik, diumumkan bagi seluruh siswa kelas 11, agar segera turun ke lapangan... Karena sebentar lagi akan berangkat ke Kantor Pemerintahan Negara Fuego... Jangan lupa juga untuk membawa alat tulis kalian... Terima kasih..."

Mereka semua segera keluar dari kelas dan menuju ke lapangan, "Minggir! Minggir! Aku hampir telat!" Seorang yang bertubuh agak jangkung menyenggol kepala Billy, Billy mengaduh.

"Hei, dasar bajingan kau!" Umpat Billy ke orang tersebut, ia memegang bagian kepala kanannya yang entah orang itu melakukannya sengaja atau tidak sengaja. Orang jangkung tersebut menoleh ke Billy.

"Kenapa? Tidak terima?" Orang itu melotot tajam. Billy baru sadar kalau orang itu kakak kelasnya yang dikenal suka berbuat onar. "Sini maju..." Orang jangkung tersebut menarik kerah Billy. Teman-temannya berusaha memisahkan.

Muka Billy dipenuhi keringat dingin, ia tak akan tahu apa yang akan terjadi setelah ini. Billy berusaha untuk melepaskan tarikan kerahnya dari kakak kelasnya. "Mau cari masalah sama kelas 12?"

Billy tidak menjawab.

"Jawab! Punya kemaluan kan? Potong aja kalau bukan laki-laki!"

Billy sontak menjawab, "Hei, dikira gue ngga bisa mukul lu? Rasakan ini!" Billy menyarangkan pukulannya tepat ke muka kakak kelasnya itu. Lebih tepatnya di bawah matanya. Orang itu melepaskan kerah Billy dan mundur ke belakang beberapa langkah. Ia mengaduh.

Billy ditahan oleh teman-temannya agar tidak meneruskan pukulannya, emosinya sudah menguap karena diremehkan. Mukanya merah padam.

"Siapa namamu? Aku suka keberanianmu, tapi tidak dengan sikapmu," Terlihat bagian bawah mata kanan orang jangkung tersebut agak sedikit biru.

"Billy, Billy Joelinton," Jawab Billy dingin.

"Tunggu saja pembalasan dariku, nasibmu masih dalam bayang-bayangku," Kakak kelasnya menatap dengan tajam, "Tunggu saja,"

Ia membalikkan badannya ke arah kelasnya. Billy sebenarnya merasa antara ragu dan berani, karena yang ia lawan adalah orang yang sering berbuat onar di sekolah. Billy menghembuskan nafasnya.

"Tadi kamu ngapain aja?" Tanya Kevin, "Aku harap kelas kita tidak dibantai oleh kelas kakak kelas nantinya,"

Billy menghela nafas, menyeka peluhnya di dahinya. "Tidak, aku yakin kalau nantinya ia tidak akan membawa masalah ini ke teman-temannya," Jawab Billy mantap, "Masalah dia, ya masalah dia. Kalau masalah mereka, ya masalah mereka,"

"Pokoknya jangan sampai kelas kita kena masalah nantinya, aku tidak mau hal itu terjadi,"

Billy menyeringai, "Tidak, santai saja,"

Billy bisa memakluminya, Kevin adalah anak baik-baik yang hampir tidak pernah membuat masalah, sekaligus rasa khawatirnya pada seorang Billy yang selalu hampir masuk telat. Dan kali ini ia malah berkelahi dengan kakak kelas.

Setelah menuruni tangga, dan setengah berlari ke lapangan, akhirnya mereka sampai. "Cepat! Semuanya membentuk barisan sesuai kelasnya!" Perintah seorang guru yang berdiri di samping tiang bendera. Mereka langsung membuat barisan, beberapa yang masih di tangga setengah berlari menuju ke lapangan. Enggan ditinggal.

"Masing-masing ketua kelas! Maju ke depan barisan! Pastikan berapa jumlah kalian semua!"

Para ketua kelas maju ke depan barisannya masing-masing, termasuk Kevin. Mereka menghitung jumlah anggota mereka, "Mana Jane? Sakit?" Tanya Kevin ke salah satu temannya di barisan depan.

Yang ditanya menengok ke belakang, "Sakit sepertinya, dari tadi belum datang," Katanya ke Kevin.

Kevin mengernyitkan dahi. "Tolong perhatian semuanya! Ada yang tahu di mana Jane?" Kevin setengah berteriak ke teman-temannya.

Beberapa dari mereka saling bertatapan, dan mengangkat bahu.

"Sakit! Dia tadi mengirimiku pesan, katanya ia mual hari pagi ini," Teriak Amanda.

"Sip! Kalau begitu statusnya sakit..."

Kevin menghitung-hitung anggota kelasnya kembali. Ia rasa hanya satu orang yang tidak mengikuti acara tugas ini. Kevin mengangguk-angguk. Dipastikan semuanya lengkap kecuali Jane yang sakit.

"Ketua kelas! Seluruhnya menghadap ke saya, sekarang!"

Kevin dan beberapa ketua kelas dari kelas lain maju menghadap guru tadi. Melapor jumlah murid yang ikut serta yang tidak ikut, tak lupa dengan alasannya.

Orang yang menerima laporan tadi memberikan pengumuman setelah para ketua kelas melaporkan jumlah orang yang ikut dan tidak ikut. "Baik, tolong perhatian seluruhnya, untuk 11-A, 11-B, dan 11-C kalian naik di Bus 1, sedangkan kelas 11-D dan 11-E kalian naik di Bus 2 bersama para wali kelas. Jelas semuanya?"

"Jelas!!"

"Baik, dimulai dari kelas 11-A, menuju ke Bus 1!"

Kelas Kevin dan kawan-kawan bersama menuju ke Bus 1, diikuti oleh kelas setelahnya hingga Kelas 11-C. Billy mengambil duduk di dekat jendela. Bersebelahan dengan ketua kelasnya, Kevin.

Setelah semua murid menempati tempat duduknya masing-masing, bus berjalan menuju ke Kantor Pemerintahan Negara Fuego dengan kecepatan sedang. Jalan-jalan sudah mulai lengang, tidak sepadat pukul 07.00 AM tadi.

~~~

Nikki dan teman-temannya telah sampai di Kantor Pemerintahan Negara Fuego. Keadaan di sana sangat ramai, berbagai sekolah dari penjuru Kota Fuegonian datang ke Kantor Pemerintahan untuk menyambut penemuan baru yang menurut mereka 'konyol' dari 2 profesor ternama. Kursi-kursi telah disiapkan untuk para siswa dan siswi yang hadir. Nikki duduk di sebelah sahabatnya, Lucy.

Mereka juga diberi snack oleh panitia berupa beberapa bolu pisang khas daerah Lobotomy. Pisang yang tumbuh di daerah tersebut memiliki keunikan, yaitu ketika beberapa ilmuwan botani yang sedang meneliti pisang-pisang di daerah Lobotomy memiliki gen beta karoten yang berasal dari wortel. Sehingga khasiatnya sangat baik bagi mata. Tentunya pisang ini juga laku di pasaran dunia, biaya dari ekspor Pisang Lobotomy ini juga menjadi penopang ekonomi Negara Fuego.

Cuaca semakin memanas, tapi acara belum kunjung mulai. "Lucy, jam berapa sekarang? Lama sekali sepertinya,"

Lucy mengangkat bahu, "Sama Nikki, aku juga kepanasan," Lucy mengaduk-ngaduk isi tas ranselnya, berharap menemukan kipas yang biasa ia kibaskan ketika cuaca panas.

"Nah!" Lucy bersorak. Ia menemukan kipas yang biasa ia bawa.

"Nanti aku pinjam dong," rayu Nikki.

Lucy tertawa tipis, "Baiklah,"

Sudah sekitar 10 menit mereka menunggu, acara tak kunjung mulai.

"Ya tuhan, lama banget sih," Keluh Nikki.

Lucy memasang wajah cemberut. "Kalau gini terus lebih baik belajar di sekolah,"

Nikki menghembuskan nafas. "Sampai kapan acara ini tak kunjung mulai,"

Setelah menunggu lagi sekitar 3 menit, barulah seseorang naik ke atas panggung, membuka acara yang telah ditunggu banyak orang.

"Baik... Cek.... Tes.... Ya, Kepada seluruh hadirin yang telah bersedia datang ke acara publikasi penemuan baru Negara Fuego, kami ucapkan terimakasih banyak," Kata MC tersebut. "Mohon maaf atas keterlambatan kami dalam memulai acara dikarenakan terdapat masalah teknis,"

Nikki mengernyit, dan menyikut Lucy. "Mantap juga, masalah teknis hampir 30 menit,"

Lucy hanya menahan tawanya.

Acara dimulai dengan sambutan Presiden Negara Fuego, Joseph Prost. Seorang mantan profesor yang mencalonkan diri pada Pemilihan Presiden tahun lalu. Di era jabatannya, ia sangat memperhatikan sektor Pendidikan dan Keilmuan. Karena baginya negara yang maju adalah yang membuat anak-anak mudanya menjadi lebih baik dari generasinya.

Setelah sambutan presiden, MC memanggil 2 Profesor yang berhasil membangkitkan mayat, beserta 'mayat' yang telah dibangkitkan. "Baik, acara-acara yang telah kita tunggu, pidato dari 2 profesor yang telah berhasil membangkitkan mayat kembali menjadi hidup. Yaitu Profesor Farouk dan rekannya, Profesor Benjamin. Mereka berdua ditemani oleh Wilshere, yaitu mayat percobaan sebagai tanda keberhasilan mereka. Sambut mereka!"

Sorak sorai dan tepuk tangan yang meriah membanjiri langit Kota Fuegonian.

Profesor Benjamin dan Profesor Farouk melambaikan tangan kepada para hadirin. Mereka sangat terharu disambut oleh hampir setengah penduduk kota. Profesor Farouk terlihat berbincang-bincang dengan Profesor Benjamin.

"Kau mau maju duluan? Aku mempersilahkannya," Kata Profesor Farouk pada Profesor Benjamin.

"Tidak, kau duluan, kau lebih banyak kontribusi di penemuan ini," sanggah Profesor Benjamin.

Profesor Farouk menurut, ia maju terlebih dahulu untuk memberikan pidatonya.

"Selamat pagi semuanya, terimakasih atas sambutannya, kami tidak menyangka kalau kami bisa menyelesaikan penemuan yang amat sulit ini. Sekali lagi kami ucapkan terimakasih banyak,"

Para hadirin bertepuk tangan.

~~~

Albert sekarang tidak berada di Kantor Pemerintahan Negara Fuego, ia sedang mengisi bensin SUV nya. Sambil terus memantau live acara publikasi Wilshere. Tiba-tiba orang yang menelponnya ketika ia baru sampai di laboratorium setelah perjalanan panjang dari Kota Sirakusa, kembali menelponnya.

"Albert? Kau dimana sekarang?"

"Mengisi bensin SUV, melakukan beberapa persiapan sebelum aksi kita nanti,"

"Sudahkah kau melepas GPS yang menempel di mobil?"

Albert mencari-cari letak GPS tersebut, "Belum sepertinya, aku akan berusaha mencarinya,"

"Ok, jangan ceroboh,"

"Siap, tuan,"

Telepon ditutup. Albert keluar dari mobil, dan mencari letak GPS yang menempel pada mobil. Dia mengeluarkan alat pelacak benda yang mengeluarkan sinyal yang diberikan oleh orang yang selalu menelponnya. Ia menyalakan benda tersebut, dan mulai memindai benda elektronik di sekitarnya.

Hanya butuh 1 menit bagi alat itu untuk memindai dalam radius 3 m. Albert menemukannya, GPS mobil itu berada di tengah-tengah mobil, dia merangkak ke bawah mobil dengan maksud agar bisa menemukan GPS itu. Tapi, hasilnya nihil. Albert menggerutu.

"Di mana kira-kira GPS sialan itu berada?"

Albert keluar dari bagian bawah mobil, berdiri dan membuka pintu bagian tengah, memasukkan setengah badannya ke mobil. Albert termenung.

"Sebentar, alat ini harusnya bisa sekaligus mendeteksi letak barang tersebut,"

Albert mengotak-atik alat itu, ia menemukan beberapa pengaturan yang belum diberitahu oleh 'orang misterius' yang selalu menelponnya. Ia mencoba menekan GPS yang terdeteksi di layar alatnya, alat itu berusaha mencari letak GPS itu.

1 menit. Belum ada tanda-tanda alat itu selesai dari pelacakan lokasi detailnya.

2 menit. Bar 'loading' sudah terisi setengahnya.

3 menit. Hanya bertambah sedikit dari sebelumnya. Albert yang setengah geram, mendekatkan alat itu ke perkiraan tempat GPS. Berharap prosesnya bisa lebih cepat.

"Ayolah, aku tidak punya banyak waktu, keparat,"

Tepat setelah 5 menit, proses tersebut selesai. Posisi GPS tersebut berada di dalam karpet yang dilindungi beberapa lembar aluminium dengan 5 baut. "Alat yang lumayan detail, walau agak lama pendeteksiannya,"

Albert segera mengambil beberapa perkakas kecil yang biasa ia bawa di tasnya, mengambil obeng plus dan minusnya.

Albert membuka karpet kaki yang biasa diinjak oleh penumpang, kemudian ia membuka lagi kulit yang menutupi aluminium yang menutupi GPS tersebut. Kulit yang cukup keras, sehingga ia harus merobeknya dengan menusuk-nusukkannya obeng minusnya berkali-kali.

Karpet sudah, kulitnya juga sudah. Tinggal aluminium berbaut yang menjadi lapisan terakhir yang melindungi GPS tersebut. Albert bersiap untuk melepas 6 baut yang memperkuat aluminium tersebut. Dia menancapkan obengnya pada baut yang paling dekat dengannya. Dia memutar baut itu melawan arah jarum jam.

Albert memutar baut itu dengan susah payah, ia perlu menekan keras baut itu dengan obengnya, atau kalau tidak, ujung obengnya akan menggerus baut tersebut. Dengan arti lain ia tidak akan bisa membukanya pagi ini.

"Huft...." Albert menghela nafas.

~~~

Dia mempersiapkan segalanya. Mulai dari rompi tempurnya, beberapa amunisi untuk anak buahnya.

Ia berlari menuju ruang pribadinya, menuju brankasnya. Kemudian ia memasukkan password brankasnya.

'Kreeet....' Brankas yang agak berkarat di engselnya terbuka. Di dalamnya terdapat beberapa pistol dan sebuah senapan. Pistol model Glock 17 dan Senapan M14. Ia mengambil pistolnya, senapan dan beberapa amunisi lain seperti peluru dan granat, ia memasukkan semua senjata ke tas ranselnya. Setelah memasukkannya ke ransel, ia menutup kembali brankasnya, dan kembali menguncinya. Ia kembali menutup dan mengunci ruang pribadinya, seakan tak ada bekas orang yang pernah singgah di situ.

Ia berlari keluar dari gedung tersebut, ia berlari menuruni tangga darurat sambil memanggul tas ranselnya yang lumayan berat karena senapan seberat 4 kg. Terkadang ia berhenti sejenak. Mengatur nafasnya yang terengah-engah. Hingga tiba di lantai dasar.

Matahari pagi lumayan menyengat, rambut pirang yang ia sisir ke belakang seakan memantulkan cahaya pagi ke setiap orang yang melihatnya. Dengan kaus hijau tua dan celana cargo yang sewarna, sudah cukup menyamarkan penampilannya sebagai rakyat biasa.

Ia mencari tempat duduk yang agak tersembunyi sambil menunggu perintah selanjutnya dari atasannya. Cukup berat rasanya harus memanggul tas itu terus-terusan sambil berdiri.

Tiba-tiba seseorang menelponnya. Ia mengangkatnya.

"Halo? Gareth? Apa kau sudah di posisi?"

Orang yang dipanggil Gareth tersebut menjawab, "Iya, aku sudah di posisi,"

"Ok, baiklah, aku akan ke sana setelah perintah JP, jaga dirimu,"

"Siap," Telepon ditutup.

Sebastian Gareth, Seorang Tentara Angkatan Darat Negara Fuego, berpangkat Letnan Satu yang membelot dari militer. Umurnya masih sekitar 30 tahun, sangat muda bagi Letnan Satu untuk menduduki jabatannya sekarang. Biasa menggunakan M14 untuk berlatih setiap harinya. Dan belum beristri.

Merasa haus, Gareth membuka minuman kaleng isotonik yang ia beli sejam yang lalu. Ia meneguk hingga setengah gelas. "Fuah!" Ia merasa puas dengan minumannya.

"Ayolah, ini sudah 15 menit," Gareth menggerutu.

~~~

Billy duduk dengan gelisah. Baginya, cuaca hari ini cukup panas. Profesor yang lumayan tenar di media itu, menjelaskan panjang lebar bagaimana 'mayat' Wilshere bisa dibangkitkan. Profesor Farouk menjelaskan bagaimana merekaterus meneliti dalam keadaan yang serba sulit, mereka harus berusaha menangkap ikan buntal untuk diambil racunnya, kemudian juga mereka harus mencari Bunga Terompet bergenus Cornus, tak lupa dengan perjalanan malam yang mereka tempuh.

".....Jadi, bagi kami, ini merupakan penelitian terberat yang pernah kami kerjakan dibandingkan penelitian-penelitian sebelumnya...."

Billy masih terus memperhatikan profesor tersebut, menulis apapun yang ia pahami, sambil sesekali menanyai Kevin tentang kata-kata yang terasa asing di telinganya.

Sayangnya, sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada Profesor Benjamin yang sedang berpidato, ia ambruk, mulutnya mengeluarkan darah, mukanya pucat pasi. Sontak, Tim Medis segera naik ke panggung dan segera membopong Profesor Benjamin.

Profesor Farouk diam mematung. Para hadirin berbisik-bisik satu sama lain sehingga membuat acara menjadi berisik.

Di tempat yang berbeda, seseorang sudah siap mengarahkan Dragunov-nya ke Profesor Farouk yang sedang kebingungan. Ia masih menunggu perintah intel-nya.

"Bagaimana? Apakah masih lama?" Tanya penembak itu.

"Sebentar, belum saatnya,"

Sang intel masih terus membaca keadaan yang mungkin akan terjadi, tepat setelah tim medis membopong Profesor Benjamin, dan Profesor Farouk berjalan di depan Wilshere, peluru Dragunov harus segera mencuat dari kalibernya.

"Baik, nanti kau harus tetap mengincar Profesor, tapi coba buat peluru itu menyerempet ke gelembung Wilshere, paham?"

Orang itu berpikir, "Ok, aku paham,"

Suatu keberuntungan bagi mereka, Profesor Farouk sudah mengambil ancang-ancang untuk berjalan melewati bagian depan Wilshere. Sang penembak sudah siap menarik pelatuknya.

"SEKARANG!"

Peluru berkaliber 7,62 x 54 mm itu muntah dari larasnya. Tepat menyerempet di dada profesor dan memecahkan gelembung Wilshere. Profesor terjungkal ke depan, kekacauan pun tak dapat dihindarkan. Penonton berkaburan kesana kemari, sedangkan petugas keamanan berusaha menenangkan para hadirin.

"Para hadirin diharap tenang semua, bagian keamanan kami akan segera meninvestigasi kejadian ini..." kata MC mengingatkan para hadirin.

Beberapa tim medis segera mengangkat Profesor Farouk yang menggeliat di panggung. Dada bagian kirinya terserempet peluru, menghasilkan luka yang lumayan dalam. Ia diangkat ke Unit Kesehatan di Kantor Pemerintahan. Sesampainya di Unit Kesehatan, Perawat segera memeriksanya. Tak lama kemudian, ia segera mengambil tindakan terhadap luka yang menganga di dada profesor.

"Mmph.." Profesor sedikit merintih ketika lukanya dibersihkan. Selang 5 menit, perawat tersebut selesai membersihkan luka tersebut. Perawat mulai mengambil perban dari lemari berisi peralatan medis, ia menyumbat lukanya terlebih dahulu dengan kain kassa yang telah ditetesi Povidone iodine. Tapi nahas, teriakan semacam monster memecah konsentrasi perawat tadi. Wadah besi berisi povidone iodine tumpah ke lantai.

"Sial!"

Tiba-tiba, salah satu perawat lari masuk ke ruangan dengan tergesa-gesa.

"Fred? Ada apa denganmu?"

Orang yang dipanggil Fred tersebut menunjuk ke arah panggung dengan nafas yang masih setengah-setengah.

"Ada apa? Katakan Fred!"

"Kau tahu Wilshere? Badannya membesar 2x lipat dari manusia biasanya.... Dan, dan... Berusaha memakan siapapun di dekatnya..."

Perawat yang tadi merawat Profesor terbelalak. Profesor Farouk ikut kaget.

"Apa? Gelembung Wilshere pecah? Kau serius?"

Fred mengangguk.

Profesor Farouk berusaha bangkit dari ranjangnya, mengabaikan rasa sakitnya.

"Profesor Farouk! Apa yang anda ingin lakukan?" Beberapa perawat menahannya.

"Aku harus ke lab sekarang!" Profesor Farouk memberontak.

Beberapa perawat menahannya dengan susah payah. Walau usia Profesor Farouk tidak lagi muda, tapi tenaganya jangan ditanya. Seakan usia hanyalah angka baginya.

"Kondisi anda belum pulih, luka anda belum saya tutup!"

Tapi tetap saja, satu orang jelas kalah dari 5 orang yang menahannya.

"FRED! AWAS DI BELAKANG MU!" Salah satu rekannya meneriaki Fred.

Fred menoleh ke belakang, seorang makhluk berlari cepat menuju ke Unit Kesehatan, refleknya yang sedikit terlambat membuat ia ditabrak oleh makhluk itu. Sekarang ia ditindih oleh makhluk itu. Fred berusaha menahan makhluk itu agar tidak terus menekan tubuhnya, pada suatu kesempatan yang tepat, Fred bisa menendang perut makhluk sialan tersebut. Makhluk tersebut terlempar keluar dari ruangan.

Fred mengambil Hydrant yang menempel di dinding Unit Kesehatan, kemudian dengan yakin, ia memukulkan hydrant tersebut ke badan makhluk tersebut. Setelah beberapa kali pukulan, makhluk tersebut terkapar tak berdaya. Tak sampai di situ, Fred mengangkat makhluk tersebut, dan membantingnya ke tanah,

"Sepertinya sudah cukup,"

Fred berlari masuk ke ruangan Unit Kesehatan, dan segera menguncinya kembali. Teman-temannya ternganga melihatnya menyiksa makhluk aneh tadi.

Fred angkat bicara, "Jujur, aku ketakutan tadi, entah kekuatan dari mana yang muncul tadi," Fred terkekeh.

Teman-temannya menahan tawa, karena mereka tahu ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda.

Fred menoleh ke Profesor Farouk, dadanya sudah dibalut perban yang cukup panjang, dan terlelap di ranjang.

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Fred meraih sebuah bangku, dan duduk di situ. "Bertahan di sini? Aku yakin makhluk seperti tadi tidak hanya satu.

"Sepertinya, bertahan di sini adalah pilihan terbaik." Sahut salah satu rekannya.

Fred menghela nafas. Ia mencoba menghubungi siapapun, tapi nahasnya, tak ada sinyal yang terdeteksi oleh Handphonenya.

"Kemana perginya sinyal? Apakah kalian mengalami hal yang sama?"

Masing-masing dari mereka mengecek Handphonenya masing-masing. Mereka semua mengalami hal yang sama.

"Ok, kita kehilangan sinyal, yang artinya Menara Base Transceiver Station di dekat sini di retas, atau mungkin kemungkinan lainnya yang mungkin bisa terjadi."

Fred membanting Handphonenya.