Tok..Tok..
Gue merengut saat tak ada tanda tanda pintu akan terbuka. Memangnya orang didalamnya kemana sih, kalau tidak orang kenapa gue disuruh kesini.
Baru saja gue hendak mengetuk pintu tapi pintunya sudah terlebih dahulu terbuka, alhasil tangan gue menggetok dahi seorang pria dihadapan gue.
mampus gue..
"Maaf pak, saya tidak sengaja."gue membungkukkan tubuh gue sebanyak dua kali.
Sedangkan yang gue dapat hanya tatapan datar nan dingin dari pak Dowon. Mungkin dia masih kesal karna jidatnya gue getok, tapi suer dah gue gak sengaja.
Ya.. walaupun dalam hati gue sangat ingin sekali memberi orang yang selalu membabu gue ini pelajaran.
"Ikut saya!"
"Ha?"
Pak Dowong lansung berlalu begitu saja meninggalkan gue yang masih terlihat seperti kambing congek. Gue gak salah dengarkan? dia minta gue ikut dengannya kan? gak nyuruh gue ngebabu kan?.
"Heh kamu congek ya?"
emang^_^
Dengan segera gue berlari mengejar pak Dowon yang telah jauh berada didepan gue. Gue kembali dibuat heran saat pak Dowon berhenti diparkiran.
"Masuk"
Bukan bukan itu bukan permintaan tapi perintah yang syarat akan penekanan. Jadi daripada kena amuk koceng garong gue segera masuk, mendudukkan diri disamping kemudi yang telah diisi oleh pak Dowon.
Dengan ragu dan sedikit cemas gue menatap pak Dowon yang fokus sedang menyetir mobilnya.
"P..pak ini kemana?"
Pelaminan..
"Lihat saja nanti, gausah banyak tanya kamu. Udah kaya seleksi mantu aja, semua segala ditanya"
Apa urusannya bambang!
Sumpah gue gedeg pen sentil ginjalnya. Gue cuma nanya satu woey, lagian dianya aneh mana ajak anak orang pergi tanpa kasih tau tujaunnya kan jadi ngeri ege.
Tapi pada akhirnya gue hanya memberikan senyum tipis pada Dowon lalu memilih diam menatap jalanan kota Seoul yang kita lalui.
***
"Hoam.."gue membuka mata gue saat merasa mobil yang dikendarai oleh pak Dowon berhenti. Hal yang pertama kali gue lihat adalah kemudi yang kosong, tanpa pak Dowon.
"Wtf..gue ditinggalin"guman gue segera membuka pintu mobil dan keluar. Tapi saat gue telah benar benar diluar mata gue membulat dengan sempurna.
"ASTAGANAGA INI DIMANA???"
"Brisik bisa diam gak sih kamu"
Gue segera mengalihkan pandangan gue kearah suara, yaitu pak Dowon yang sedang membuka bagasi mobil.
"Pak ini dimana?"tanya gue menghampiri Pak Dowon yang sedang mengeluarkan dua buah koper dari dalam bagasi.
"Desa sudut kota Seoul"
Mata gue membulat lengkap dengan mulut ternganga"Astaga pak saya tau kalau saya memang ngeselin dan bapak gasuka sama saya, tapi jangan seperti ini pak. Saya punya adek yang harus saya rawat dan kalau saya sampai kenapa kenapa apalagi sampai koit saya janji bapak orang pertama yang akan saya hantui."teriak gue panjang lebar.
Tuk..
"Brisik, siapa yang mau ngebunuh kamu. Kita cuma mau bersosialisasi disini."
"Aw"gue masih mengelus ngelus dahi gue yang barusan kena sentil oleh pak Dowon.
"Yasudah kalau begitu saya akan menghubungi adik saya dulu, biar dia gak cemas kalau saya pulang malam"
Gue baru hendak menekan tombol ponsel gue tapi dihentikan oleh sahutan pak Dowon santai.
"Bilang padanya kamu pulang 3 hari lagi"
"3 hari? Pak jangan gila dong, saya gak bawa persiapan apa-apa dan lagi adik saya gimana. Gak bisa saya gak bisa, saya mau pulang sekarang juga."Final gue. Enak aja dia ngatur ngatur gue, 3 hari disini ditempat entah berantah owgah bat. Lagian apa yang bisa gue bisa lakuin gue dokter bedah magang kalau kalian lupa, yakali gue disini bedah orang orang kampung.
"Yasudah kalau kamu mau pulang silahkan"
Gue berdecak saat pria dihadapan gue ini menatap gue santai seolah tak ada beban. Lantas gue kembali melanjutkan menelpon Jihon yang tadi sempat tertunda.
Tapi Shit!..boro boro diangkat sinyalnya gak ada kamvret.
Pak Dowon menaikkan alisnya menatap gue dengan senyum kemenangan. Tapi gue gak akan kalah semudah itu.
"Sini kunci mobil bapak"pinta gue menengadahkan tangan gue.
"Ahh iya saya lupa bilang pada kamu kalau mobil saya mogok. saya sudah berusaha menghubungi pihak bengkel tapi kamu tau lah sinyalnya tidak ada"ujarnya lagak lagak bersalah gitu sembari memberikan kunci mobilnya pada gue.
"Aakh"gue mengacak kasar rambut gue menatap pak Dowon frustasi sedangkan dia membalas menatap gue dengan senyum tanpa dosa. Bunuh orang dosa gak sih, mumpung tempatnya lagi sepi mendukung begini.
Gue menghentak hentakan kaki gue pada aspal jalan, lalu gue segera melangkah pergi.
"Saya mau pulang aja, jalan kaki juga bisa ko."
"Hati hati ya, dan hati hati juga kakimu patah. Soalnya dari sini ke Seoul naik mobil memakan waktu 3 jam, jadi kalau kamu jalan kaki mungkin sampai 6 jam"
Gue refleks mengehentikan langkah kaki gue saat mendengar ucapan pak Dowon. 6 jam? bisa copot kaki gue ma, dan sekarang hari mulai gelap.
"Hah"gue menghela nafas lalu kembali pada pak Dowon yang masih berdiri disamping mobilnya.
"Gimana? gajadi pulang?"
"Gak"
"Lalu..?"
"Pak Dowon!!"teriak gue kesal. Dia terkekeh lalu melenggang pergi meninggalkan gue dengan dua koper yang masih anteng stay disamping gue.
"Bawa kopernya, kalau kamu lupa saya masih atasannya kamu"ujarnya dengan sedikit berteriak karna jarak kami yang sudah lumayan jauh.
Tangan gue terkepal gigi gemertak, demi apa gue pengen nonjok dia sekali aja. Gedeg bat gue, yang punya koper siapa yang disuruh bawa siapa.
Dengan setengah ikhlas gue menarik dua koper tersebut berlari kecil mengejar pak Dowon yang mulai jauh didepan gue.