"Hah"
Entah yang berapa kalinya gue menghela nafas, karna sejak setengah jam yang lalu gue melakukan nya. Mata gue bergulir menatap pak Dowon yang berada tak jauh dari tempat gue jongkok sedang mengutak atik benda persegi yang biasa kita sebut ponsel.
"pak, bisa gak sih?"tanya gue yang mulai gak sabaran. Ini udah senja coy. Dan kita masih berdiri didepan rumah yang kosong gak ada penghuninya. Kata pak Dowon sih bener ini rumah nya, tapi gak tau kenapa gak ada orang.
"Bisa sabar gak sih kamu. Ini saya juga lagi nyoba ngehubungin yang punya rumah"katanya menatap kesal gue. Lalu kemudian ia kembali fokus pada ponselnya.
Iseng-iseng gue melihat sekililing, rumah didepan gue bagus dengan model khas Korea zaman dulu, maklum tempat ini masih kental akan budayanya masih belum tercampur dengan kemodern tapi untungnya sudah ada sinyal diarea sini tidak seperti ditempat tadi yang nihil. Tiba-tiba mata gue terpaku pada ukiran ukiran kayu tiang penyangga rumah, baru saja gue hendak menyentuh nya tapi gue dikejutkan dengan suara seorang pria paruh baya dari belakang gue.
"Ah maaf maaf saya cuma penasaran"gue segera meminta maaf karna telah tidak sopan. Dan entah sejak kapan pak Dowon berdiri disamping gue.
"Ahahaha tidak apa-apa nona, ukirannya memang bagus bukan?"Tanyanya pada gue dengan ramah gue mengangguk karna memang benar ukirannya bagus. Lalu setelah nya ia segera beralih pada pak Dowon.
"Maafkan saya terlambat, tadi ada sedikit urusan"
Pak Dowon mengangguk kan kepalanya atas ucapan dari seorang pria paruh baya didepan gue dan pak Dowon ini. Ah..jadi dia yang punya rumah.
•••
Bruk
Gue menjatuhkan diri diatas kasur. Setelah sebelumnya gue mandi membersihkan diri jadi sekarang rasanya lebih segar. Gue mengambil ponsel gue yang berada diatas nakas samping tempat tidur, dengan teliti gue menscroll hingga..
"Halo.."
"Jihon'na--"
Gue berdecak begitu panggilan tersebut langsung dimatikan, bahkan gue belum ngomong apa-apa tapi Jihon lebih dulu mematikannya. Tak ingin berputus asa gue kembali mencoba menekan nomor tersebut, dapat gue dengar nada tunggu beruntung lah disini ada sedikit jaringan jadi bisa menghubungi Jihon.
"Nomor yang anda tuju ti--"
Gue mematikan sambungan saat yang terdengar hanya suara operator. Gue kembali menscroll ponsel gue hingga berhenti di aplikasi pesan teks. Dengan lincah jari gue menari diatas keyboard menuliskan beberapa kalimat.
To Jihon
~Jihon'na untuk dua hari kedepan noona mungkin tak akan pulang. Ada beberapa hal yang harus noona lakukan disini, jaga dirimu baik-baik.
Maaf jika mengatakan ini, tapi tolong hemat uangmu untuk dua hari kedepan. Jujur saja bukan ini alasan noona untuk melebihkan jajanmu tadi pagi, hanya saja ini tiba-tiba jadi tolong sisipkan untuk dua hari kedepan ya..
Jaga dirimu baik-baik, Noona sayang kamu.
From Jinye
Gue menatap lamat lamat pesan teks yang telah gue ketik. sebelum gue menekan pilihan send. Setelah pesan tersebut terkirim gue mengembalikan tampilan ponsel gue kembali ke homepage dan menutupnya.
Setelahnya gue bangkit dari tempat tidur menuju dapur. Perut gue terasa keroncongan, begitu gue sampai diarea dapur hanya kosong yang menyapa gue. Ah benar gue hampir lupa kalau ini rumah kosong, yang punyanya udah pindah.
Makanya ia menyewakannya pada pak Dowon dan Gue untuk dua hari kedepan. Hilang sudah harapan gue, maka dengan lesu gue mendudukkan diri gue pada kursi meja makan untuk empat orang. Dengan menumpu wajah pada tangan gue mulai melamun, biasa efek lapar.
Tuk!
Tapi itu tak bertahan lama saat sebuah paperbag mendarat didepan wajah gue.
"Saya beli itu diperjalanan tadi"jelas pak Dowon sebelum mendudukkan dirinya dihadapan gue. Gue mengangguk kan kepala lalu mulai membuka paperbag itu.
"Woah.."mata gue berbinar saat melihat dua porsi Jajangmyeon(mie saus pasta kacang kedelai hitam).
"Buat saya nih pak?"
"Hem"
Lansung saja tanpa ba bi bu gue segera melahap Jajangmyeon tersebut. Eits tenang gue cuma ambil satu karna satunya lagi tau ko gue punya pak Dowon. Kami menikmati Jajangmyeon tersebut dengan keheningan, gue yang terlalu lapar jadi begitu fokus sedangkan pak Dowon yang memang dingin tak terlalu banyak berbicara jadi faktor utama kosongnya pembicaraan diantara kami.