Pemuda itu terkejut, ia tak tega melihat Tiara meneteskan air mata, perlahan ia mengangkat tangan dan menggapai pipi Tiara.
"Jangan menangis, Ra."
Debar-benar itu kembali terasa. Hanya saja, ia menjadi candu menyentuh wajah itu. Halus, kenyal, seperti pipi bayi.
Setiap air mata itu berderai, jemari Putra dengan sigap menyekanya, hingga tak ada lagi yang tersisa.
"Ada apa? Kenapa kamu menangis?"
Tiara menunduk, ia masih terisak. Rasanya sesak, ia ingin sekali menebas batas ini, hingga leluasa memeluk pria di hadapannya. Kian hari, cinta itu terasa semakin dalam saja. Seakan membuatnya ingin sekali bersama dengan lelaki itu.
Air mata ini menjadi saksi, betapa Tiara sangat tersiksa memendam segala rasa yang ingin ia urai keluar.
Memeluk, mencium, bermanja dan melakukan semuanya tanpa dosa.