"Kamu kenapa, Kak?"
Tiba-tiba saja Maya sudah kembali berada di sisi Kinan. Perasaan tadi ia sudah kembali berjalan ke arah Adit.
Gadis itu terlonjak. Ia segera menyeka titik air di sudut mata, lantas menurunkan ponsel, dan meletakkannya di balik bantal.
"Nggak kenapa-napa, Bun."
Kinan memasang senyum di wajah. Ia tak ingin Maya melihatnya tengah bersedih hati. Tidak boleh pokoknya.
"Bunda lihat kamu nangis?"
Kinan segera menggeleng. "Mana? Nggak. Tadi Kakak kelilipan, lalat apa nyamuk yang masuk. Makanya berair."
Alasan kepepet, tapi, cukuplah, membuat Maya paham, bahwa seharusnya diiyakan saja alasan itu. Mungkin, ia tak perlu tahu penyebab sebenarnya di balik tetesan air mata Kinan itu.
Tak beberapa lama, Putra datang. Ia memutuskan untuk singgah dulu di rumah sakit, sebelum kembali ke apartemen.
"Baru pulang kamu, Bang? Telat ya?" tanya Maya saat Putra mendekatinya untuk bersalamaan.