Zero, menatap langit-langit kamar cottage. Pikirannya menerawang, mungkin juga sudah bisa menembus awan sore ini.
Hampir satu minggu ia menjadi pengecut. Tak berani menghubungi Kinan, sekedar menyapa, menanya kabar, atau kalau ia berkenan, menceritakan kemana ia menghilang hari itu.
Saat ini, ia pun juga tengah menunggu moment yang tepat, untuk menyerang markas Alex. Entah apa yang akan terjadi. Yang, jelas, pertempuran kali ini, antara hidup atau mati.
Zero sudah tak lagi peduli kalau dirinya akan tertangkap, atau bahkan terbunuh. Sebab, setelah ia berkhianat pada cinta Kinan, hidup ini sudah tak lagi ada artinya, tidak pula untuk diperjuangkan.
Hatinya mulai hampa. Benar-benar hampa. Bahkan, ketika Alex menghubunginya dengan menjadikan Helea sebagai tumbal, rasanya hambar saja. Helea? Menyelamatkannya, buat apa?